JAKARTA, MENARA62.COM– Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Bambang Supriyatno mengatakan tidak setiap sarjana kedokteran siap dan mampu untuk menjadi dokter. Sebab untuk menjadi dokter alias buka praktik pengobatan, sarjana kedokteran harus melalui Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI).
“Uji kompetensi ini untuk mengetahui kemampuan dokter melakukan tugas-tugasnya sebagai dokter. Ini kompetensi dasar yang harus dikuasai seorang dokter,” kata Bambang di sela diskusi media bertema Menata Cetak Biru Sumber Daya Iptek Dikti Menuju Indonesia Emas, kemarin.
Sayangnya, setiap tahun ada sekitar 25 persen sarjana kedokteran yang tidak lolos UKDI. Umumnya mereka adalah lulusan fakultas kedokteran dengan akreditasi C.
Sebagian dari sarjana kedokteran yang tidak lolos UKDI tersebut mengulang 6 hingga 10 kali. Bahkan ada yang sampai 16 kali ikut tetapi tidak lolos juga.
Bambang mempertanyakan kemampuan sarjana kedokteran jika saja untuk mengikuti uji kompetensi saja tidak lolos. Artinya, kemampuan dasar yang harus dikuasai dokter tidak bisa dipenuhi.
“Padahal materi uji kompetensi tidak sulit. Itu hal biasa yang memang dijumpai dokter sehari-hari. Kalau tidak menguasai kompetensi dasar bagaimana mau buka praktik,” lanjut Bambang.
Karena itu Bambang menyesalkan mengapa moratorium pembukaan program studi kedokteran kembali dibuka oleh Kemenristekdikti sebelum pembenahan dan pembinaan terhadap fakultas kedokteran dengan akreditasi C ini dilakukan.
Menurut catatan KKI, setiap tahun ada sekitar 2.500 sarjana kdokteran tidak lulus UKDI. Dan saat ini tercatat lebih dari 4000 sarjana kedokteran belum lulus UKDI.
Kemudian dari 83 program studi kedokteran yang ada, 45 persen masih berstatus akreditasi C. Kondisi ini jelas berkolerasi dengan akreditasi, dimana kalau fakultas kedokteran mutunya tidak terlalu bagus maka biasanya kesulitan bagi lulusannya untuk mencapai standar kompetensi itu.
Sementara itu, Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemristekdikti, Ali Ghufron Mukti, mengatakan bahwa dicabutnya moratorium pembukaan prodi kedokteran baru itu untuk menyikapi masih kurangnya rasio kekurangan dokter di Indonesia.
“Di Indonesia secara nasional, rasion dokter rata-rata 1:2.500. artinya, satu dokter harus menangani 2.500 penduduk. Rasio ini hanya berada sedikit di atas negara-negara seperti Myanmar dan Afrika,”j elas Ghufron.
Sebagai perbandingan, dokter Malaysia rasionya sudah 1:800 penduduk, Vietnam dibawah 2000 penduduk. Jika Indonesia masih 1:2500 penduduk jelas ini angka yang sangat besar untuk mengukur kekurangan tenaga dokter.
Ghufron mengakui distribusi dokter juga menjadi masalah besar di Indonesia. sebab hingga kini hanya 10 propinsi yang memiliki ketersediaan dokter dengan jumlah mencukupi.
Karena itu disamping pembukaan prodi-prodi baru kedokteran, Kemenkes diharapkan melakukan upaya-upaya untuk mendistribusikan tenaga dokter yang ada.