Kitab Riyadhus Shalihin yang disusun oleh Imam an-Nawawi, bukanlah kitab yang asing bagi Muslim di Indonesia. Itu sebabnya, di pasaran beredar banyak versi dan dan dicetak berulang-ulang. Pencetakan itu memuat dalam naskah asli maupun berbahasa Arab, serta tentu saja melengkapinya dengan terjemahan dalam bahasa Indonesia.
- Dari Ummul Mu’minin Ummu Abdillah Aisyah RA, ia berkata, “saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Ada sepasukan tentara yang hendak menyearng Ka’bah, namun setelah mereka berada di suatu tanah lapang, mereka dibinasakan mulai dari pasukan terdepan sampai yang paling belakang.
Aisyah bertanya: “wahai Rasulullah, bagaimanakah semuanya dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir, padahal diantara mereka itu ada yang berbelanja, berdagang, serta ada pula orang yang tidak termasuk golongan mereka tadi – yakni tidak berniat ikut menggempur Ka’bah?”
Rasulullah SAW menjawab: “Ya, semuanya dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir, kemudian nantinya mereka itu akan diba’ats – dibangkitkan dari masing- masing kuburnya – sesuai niat-niatnya sendiri”.
Disepakati atas Hadis ini (Muttafaq ‘alaih) – yakni disepakati keshahihannya oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim – Lafaz di atas adalah menurut Imam Bukhari.
Keterangan lebih lanjut
Aisyah diberi gelar Ummul Mu’minin, yakni ibunya sekalian orang Mu’min sebab beliau isteri Rasulullah SAW, jadi sudah sepatutnya. Beliau juga dipanggil ibu Abdullah oleh Nabi SAW. Sebenarnya Abdullah itu bukan puteranya sendiri, tetapi putera saudarinya yang bernama Asma’. Jadi hubungan dengan Aisyah, Abdullah itu adalah keponakannya. Adapun beliau sendiri tidak mempunyai anak.
Dari uraian tersebut dalam Hadis ini, dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang yang shalih, jika berdiam di lingkungan suatu golongan yang selalu berkecimpung dalam kemaksiatan dan kemungkaran, maka apabila Allah SWT mendatangkan azab atau siksa kepada kaum itu, orang shalih itupun pasti akan terkena pula. Jadi Hadis ini mengingatkan kita, agar jangan sekali-kali bergaul dengan kaum pelaku kemaksiatan, kemungkaran dan kezaliman.
Namun, amal perbuatannya tentulah dinilai sesuai dengan niat yang terkandung dalam hati orang yang melakukannya itu.
Mengenai gelar Ummul Mu’minin itu, bukan hanya khusus diberikan kepada Aisyah radhiallahu ‘anha, tetapi juga diberikan kepada para isteri Rasulullah SAW yang lain.
- Aisyah radhiallahu ‘anha berkata: Nabi SAW bersabda: “Tidak ada hijrah setelah pembebasan Makkah, tetapi yang ada ialah jihad (berjuang di jalan Allah dan niat. Oleh karena itu, jika kalian dipanggil untuk berjihad, maka berangkatlah. (HR. Bukhari dan Muslim).
Sabda Rasulullah SAW: “Tidak ada hijrah setelah pembebasan Makkah,” oleh para alim-ulama dikatakan, hijrah dari daerah harb atau perang yang dikuasai oleh orang kafir ke Darul Islam, yakni daerah yang dikuasai oleh orang-orang Islam tetap ada sampai hari kiamat. Oleh sebab itu, Hadis di atas diberikan penakwilannya menjadi dua macam:
Pertama: Tiada hijrah setelah dibebaskannya Makkah, sebab sejak saat itu Makkah telah menjadi sebagian dari Darul Islam atau Negara Islam, jadi tidak mungkin lagi akan terbayang tentang adanya hijrah setelah itu.
Kedua: Inilah yang merupakan pendapat tershahih, bahwa hijrah yang dianggap mulia, yang dituntut, yang pengikutnya memperoleh keistimewaan yang nyata itu, sudah terputus sejak engkau semua diminta untuk keluar – oleh imam untuk berjihad, – maka keluarlah – yakni berangkatlah.” (Muttafaq ‘alaih)
Maknanya: Tiada hijrah lagi dari Makkah, sebab saat itu Makkah telah menjadi perumahan atau Negara Islam.
- Dari Abu Abdillah yaitu Jabir bin Abdullah al-Anshari radhiallahu’anhuma, berkata: “Kami bersama Nabi SAW dalam suatu peperangan – yaitu perang Tabuk – kemudian beliau bersabda: ‘sesungguhnya di Madinah itu ada beberapa yang ketika kalian menempuh suatau perjalanan dan menyeberangi suatu lembah, melainkah orang-orang tersebut (dianggap) bersama kalian, yakni sama-sama memperoleh pahala. Mereka itu terhalang oleh sakit. Maksudnya andaikata tidak sakit pasti ikut berperan”. Dalam suatu riwayat dijelaskan: “Melainkan mereka – yang tertinggal itu – berserikat denganmu dalam hal pahalanya.” (HR Muslim)
Hadis sebagaimana di atas, juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas r.a., Rasulullah SAW bersabda: “Kita kembali dari perang Tabuk beserta Nabi SAW, lalu beliau bersabda: ‘Sesungguhnya ada beberapa kaum yang kita tinggalkan di Madinah. Kita tidak melintasi lereng ataupun lembah, melainkan mereka itu (dianggap) bersama-sama dengan kita. Mereka itu terhalang oleh suatu uzur.
- Dari Abu Yazid yaitu Ma’an bin Yazid bin Akhnas radhiallahu ‘anhum. Ia, ayahnya dan neneknya adalah termasuk golongan sahabat semua. Kata saya: “Ayahku, yaitu Yazid mengeluarkan beberapa dinar yang dengannya ia bersedekah, lalu dinar-dinar itu ia letakkan di sisi seseorang di dalam
Saya – yakni Ma’an anak Yazid – datang untuk mengambilnya, kemudian saya menemui ayahku dengan dinar-dinar tadi. Ayah berkata: “Demi Allah, bukan engkau yang kukehendaki – untuk diberi sedekah itu.”
Selanjutnya hal itu saya adukan kepada Rasulullah s.a.w., lalu beliau bersabda:
“Bagimu adalah apa yang engkau niatkan hai Yazid – yakni bahwa engkau telah memperoleh pahala sesuai dengan niat sedekahmu itu – sedang bagimu adalah apa yang engkau ambil, hai Ma’an – yakni bahwa engkau boleh terus memiliki dinar-dinar tersebut, kerana juga sudah diizinkan oleh orang yang ada di masjid, yang dimaksudkan oleh Yazid tadi.” (Riwayat Bukhari)
dibebaskannya Makkah dan sudah lampau pula untuk mereka yang ikut berhijrah sebelum dibebaskannya Makkah itu, sebab dengan dibebaskan Makkah itu, Islam boleh dikata telah menjadi kokoh kuat dan perkasa, yakni suatu kekuatan dan keperkasaan yang nyata. Jadi lain sekali dengan sebelum dibebaskannya Makkah tersebut.
Adapun sabda beliau s.a.w. yang menyebutkan: “Tetapi yang ada adalah jihad dan niat,” maksudnya ialah bahwa diperolehnya kebaikan dengan sebab hijrah itu telah terputus dengan dibebaskannya Makkah itu, tetapi sekalipun demikian masih pula dapat dicapai kebaikan tadi dengan berjihad dan niat yang shalih. Dalam Hadis di atas jelas diuraikan adanya perintah untuk suka berniat dalam melakukan kebaikan secara mutlak dan bahwa yang berniat itu sudah dapat memperoleh pahala dengan hanya keniatannya itu belaka.
5 Syi’ib (lereng) yangdimaksudkan di sini ialah jalan didaerah pegunungan, sedang Wadi (lembah) ialah tempat yang di situ ada airnya mengalir