JAKARTA, MENARA62.COM – Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Daeng Fakih, SH, MH mengatakan sektor kesehatan belum sepenuhnya siap untuk menghadapi era pasar bebas Asean. Karena itu perlu dilakukan pemetaan mulai dari tenaga dokter, alat kesehatan maupun obat-obatan dan jasa layanan kesehatan yang melibatkan semua stakeholder.
“Era pasar bebas kan mulai tahun 2020, sektor kesehatan kita belum 100 persen siap, terutama tenaga dokternya,” kata Daeng pada seminar nasional Peluang dan Tantangan Dokter Indonesia dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean, Rabu (24/4).
Pemetaaan kondisi riil dilapangan, lanjut Daeng sangat penting untuk menentukan langkah atau kebijakan yang tepat. Apa saja hal-hal yang harus disiapkan, dan regulasi seperti apa yang perlu disiapkan untuk menyongsong masuknya tenaga dokter asing ke Indonesia.
Daeng mengatakan Indonesia adalah pasar yang sangat potensial untuk sektor kesehatan. Karena itu wajar semua negara akan berebut masuk ke Indonesia baik tenaga kesehatannya, jasa layanan kesehatan maupun produk-produk alat kesehatan.
“Kita akan jadi rebutan negara lain utamanya Asean. Mereka akan berlomba masuk ke pasar kita. Makanya dokter-dokter kita harus meningkat kompetensinya, sehingga tidak kalah bersaing dengan dokter asing,” tambahnya.
Peningkatan kompetensi dokter tersebut tidak sebatas kemampuan yang berkaitan dengan bidang medis. Tetapi juga berkaitan dengan penguasaan teknologi kesehatan.
Daeng mengatakan penggunaan teknologi kedokteran yang canggih di Indonesia sifatnya masih terbatas. Hanya rumah sakit-rumah sakit tertentu yang bisa melengkapi fasilitasnya dengan peralatan kedokteran yang high technology dengan alasan harga mahal dan pajak yang dikenakan juga mahal.
Itu sebabnya sulit bagi dokter Indonesia untuk belajar menguasai teknoogi kedokteran yang canggih karena kondisi lapangan kurang menunjang. Berbeda dengan dokter-dokter dari negara-negara Malaysia, Singapura, Jepang bahkan India. Mereka dibekali dengan ketrampilan penguasaan high technology sehingga lebih siap untuk menghadapi era pasar bebas.
“Di sejumlah Negara, penggunaan teknologi kedokteran yang super canggih telah berhasil menarik pasien dari berbagai Negara untuk berobat ke Negara tersebut. Ambil contoh Malaysia dan Singapura, dimana saat ini banyak warga Indonesia yang memilih berobat di dua Negara tersebut meski kompetensi dokternya tidak jauh berbeda dengan dokter-dokter di Indonesia,” tukas Daeng.
Sementara itu Kepala BPPSDM Kemenkes Usman Soemantri mengatakan regulasi sektor kesehatan terkait era pasar bebas memungkinkan dokter asing, dan jasa layanan kesehatan asing bisa beroperasi di Indonesia. Pun sebaliknya, dokter-dokter Indonesia bisa bekerja atau membuka jasa layanan kesehatan di Negara lain.
“Itu sebabnya meningkatkan kompetensi dokter sesuai dengan standar yang berlaku baik regional maupun global sangat penting. Dengan cara demikian dokter-dokter di Indonesia bisa bersaing dengan dokter asing,” kata Usman.
Pemerintah sendiri lanjut Usman sudah membuka berbagai program untuk meningkatkan kompetensi dokter seperti program fellowship, beasiswa, internship dan lainnya. Program tersebut dinilai telah mampu menambah jumlah dokter spesialis dan dokter umum yang memiliki kompetensi sesuai standar nasional.
Seminar nasional tersebut melibatkan sekitar 168 peserta yang berasal dari berbagai instansi/kementerian dan organisasi profesi seperti IDI, kemenkes, Kemenaker, Kemendag, rumah sakit, universitas dan lainnya. Tujuannya mencari solusi bagi sektor kesehatan terkait kesiapan menghadapi era pasar bebas Asean.