BOGOR, MENARA62.COM– Seluruh aplikasi informasi geospasial harus berbasis gadget (gawai). Mengingat penetrasi penggunaan gawai ditengah masyarakat saat ini sangat tinggi.
“Mudahkan masyarakat untuk mengakses informasi geospasial, peta yang dibutuhkan. Jangan dipersulit karena kalau sulit pasti kita ditinggalkan,” kata Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Hasanuddin Z Abidin saat membuka Rakortek Infomasi Geospasial tahap ke-2 tahun 2017, Senin (11/9).
Diakui saat ini Google Map masih menjadi pilihan pertama masyarakat saat membutuhkan map atau peta untuk berbagai kebutuhan. Tentunya dengan berbagai kekurangan dan kelemahan Google Map seperti data yang sering tidak update. Karena masyarakat memang belum memiliki pilihan lain.
Ina geoportal yang digagas pemerintah sebagai pusat informasi peta, hingga kini masih terus disempurnakan dan diaplikasikan beberapa wilayah. Sayangnya portal ini masih sulit diakses masyarakat.
Hasanuddin mengingatkan bahwa Percepatan Kebijakan Satu Peta (PKSP) akan berakhir 2019. Program tersebut diharapkan mampu memberikan gambaran tentang peta Indonesia secara keseluruhan dengan lebih detail. Sehingga peta ini nantinya bisa dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk kepentingan program pembangunan dan menjadi pengganti dari google map.
Pelaksanaan PKSP pada 2016 telah berhasil menyelesaikan penyusunan peta Pulau Kalimantan yang menghasilkan 63 informasi geospasial tematik (IGT) terintegrasi dari seluruh kementerian/lembaga negara.
Tahun ini, PKSP lanjut Hasanuddin akan difokuskan di Pulau Sumatera, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara serta memulai tahapan Sinkronisasi di Pulau Kalimantan. Berdasarkan hasil kegiatan Kompilasi yang dilakukan pada Semester I Tahun 2017 di Sumatera dan Sulawesi, tentunya masih diperlukan perbaikan data geospasial yang membutuhkan komitmen dari para pemangku kepentingan tingkat pusat dan daerah.
Menurut Hasanuddin, IGT yang sudah terintegrasi, perlu segera diberbagipakaikan melalui skema Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN). Hal-hal terkait akses pemanfaatan IGT harus segera diselesaikan untuk dapat digunakan dalam pembangunan nasional. Permasalahan keterbukaan atau interoperability barrier seperti hak akses data, tarif, dan data security perlu segera dirumuskan penyelesaiannya.
Hasanuddin mengatakan saat ini, pihaknya sedang dalam proses merumuskan dokumen rencana jangka panjang penyelenggaraan IG Nasional (Grand Design Kebijakan Satu Peta 2020-2036). Lingkupnya mencakup penyediaan IGT pada skala menengah 1:50.000 pada wilayah daratan.
“Tuntutan kebutuhan IGT ke depan pada IGT dengan skala informasi detil untuk pengelolaan sumberdaya di wilayah laut serta infrastruktur perkotaan yang tidak terbatas pada permukaan (surface), tetapi juga subsurface seperti untuk memenuhi kebutuhan pembangunan MRT,” tutupnya..