31.7 C
Jakarta

Senat IAIN Pontianak Audiensi ke Dirjend Pendis Kemenag

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM — Senat IAIN Pontianak menyampaikan surat keberatan kepada Menteri Agama RI, tembusan Dirjend Pendis, Sekjend Pendis. Ketua, Sekretaris, dan anggota senat setelah menyerahkan Surat Keberatan di TU Menteri. Audiensi diterima oleh Direjend Pendis pada tanggal 20 Oktober 2020 di Jakarta.

Ketua Senat IAIN Pontianak Dr. Nani Tursina menyampaikan, pertama: selaku Senat IAIN Pontianak berdasarkan PMA No. 20 Tahun 2018 tentang Statuta IAIN Pontianak di antaranya memberikan pertimbangan dalam hal pemilihan rektor. Seperti telah diketahui saat ini Rektor IAIN Pontianak mendapat KMA 70/B.II/2/PDJ/2020, tanggal 23 Juni 2020 tentang pembebasan tugasnya sebagai rektor. Sebagai warga negara ia menggunakan haknya untuk melakukan pembelaan dengan melakukan upaya administratif dan upaya hukum.

Saat ini, ia sampai pada tahap upaya hukum PTUN di Jakarta. Namun, ada aktivitas lain di IAIN Pontianak, yaitu yang disebut penjaringan balon rektor IAIN periode 2020-2024. “Terus terang kami terperangah dan terkejut, karena dalam pandangan kami aktivitas penjaringan balon rektor ini tidak memenuhi syarat regulatif, yaitu di samping penjaringan ini dilakukan oleh panitia yang berdasarkan SK Dirjend Pendis di mana dari segi kewenangan adalah menyalahi regulasi yang ada dan terkait, juga oleh karena Pembebasan Tugas Rektor Dr. Syarif belum inkrah disebabkan upaya hukum yang sedang beliau tempuh di PTUN Jakarta sedang berlangsung. Maka kami menyampaikan Surat Keberatan kepada Bapak Menteri dan audiensi kepada Dirjend sembari menyampaikan tembusan Surat Keberatan tersebut,” kata Nani dalam keterangannya (21/10/2020).

Alasan Kedua, prilaku Plt. Rektor IAIN Pontianak yang tidak nyaman untuk disaksikan, mulai dari mencatut daftar hadir para pejabat pada rapat tanggal 27 Agustus 2020, sampai kepada prilaku panitia penjaringan balon rektor yang pamer dan bangga dengan kekeliruan yang ada. Disebut pamer kekeliruan oleh karena Plt. rektor dan panja seolah memejamkan mata atas kekeliruan tentang SK Panja yang diterbitkan Dirjend. “Padahal mereka ini para akademisi, bahkan para doktor, magister, dan sarjana. Memejamkan pengetahuannya terhadap regulasi (Peraturan Menteri Agama No. 68 tahun 2015, SK Dirjen Pendis no 3151 tahun 2020, dan yang lainnya) yang dilanggar oleh penerbitan SK Panja tersebut. Sebenarnya pihak Dirjend Pendis bisa disebut korban dari mall adminiatrasi yang dilakukan Plt. rektor yang dengan sengaja bertindak supaya Dirjend Pendis terseret masuk ke dalam kekeliruan dengan diajukannya,yaitu surat permohonan SK Panja tertanggal 31 Agustur 2020. Di mana jelas-jelas tidak ada alasan hukun untuk itu, dikarenakan Dr. Syarif, Rektor periode 2018-2022 sedang melakukan upaya hukum di PTUN atas pembeastugasannya. Artinya belum inkrah pembebastugasan terhadapnya. Artinya juga tidak bisa dikatakan berhalangan tetap. Si Personil Panja pun tidak mempertanyakan apakaah SK tentang diri mereka itu benar atau salah. Bahkan bangga karena di-SK-kan oleh Dirjend. Dikiranya karena Panitia itu di-SK-kam Dirjend Pendis lalu menjadi mutlak kebenarannya. Ini menurut saya merupakan pembodohan kepada masyarakat kampus dan bahkan masyarakat luas. Bahkan jika ada yang meungkapkan bahwa SK tentang Panitia Penjaringan itu benar dan tidak keliru, maka itu merupkan kebohongan publik. Termasuk hasil-hasilnya diunggah ke publik, seperti yang demikian karena tindakan Panja yang dengan bangga mengumumkan di media masa, dan mereka merasa benar,” demikian diungkapkan Nani Tursina sebagai Ketua Senat.

Nani melanjutkan, “Kami tidak sekadar menyampaikan surat keberatan kepada bapak menteri, tetapi kami melampirkan analisis hukum berserta bukti-bukti rapat kami untuk menyikapi fenomena penjaringan Rektor IAIN Pontianak yang menurut kami tidak memiliki alasan hukum yang benar. Tentu kami tidak akan tinggal diam.”

Senada dengan Nani, Dr. Dwi Suryaatmaja salah seorang anggota senat utusan dosen mengatakan, “Kami para pengajar anak bangsa. Kami tidak boleh berdiam diri terhadap fenomena kekeliruan seperti yang kami saksikan kali ini,” ia melanjutkan, “apa yang bisa kami contohkan kepada mahasiswa jika kami tidak mengambil sikap terhadap kekeliruan macam ini. Sementara kami setiap berhadapan dengan mahaiswa selalu mendidik mereka tentang motalitas dan kebenaran.”

“Upaya kami kali ini sebagai upaya administratif yaitu menyampaikan keberatan kepada Manteri Agama RI, yang kami tembuskan juga kepada Sekjend dan Dirjend Pendis. Artinya keberatan ini akan ada lanjutannya. Saat ini sebenarnya kami sedang berpihak kepada kondusifitas kampus kami. Kami sangat merasakan panasnya suasana ketidakkondusifan kami sebagai akibat ada SK Panja oleh Dirjen ini yang sesungguhnya dipicu oleh surat Plt. Rektor yang sarat dengan ketidaksesuaian dengan Asas Umum Perbaikan Birokrasi (AUPB) seperti diatur dalam UU No. 30 tehun 2014 Administrasi Pemerintahan. Bukan saja Surat Plt. dan SK Dirjend tersebut menyalahi proseduran dan kewenangan, tetapi juga menabrak norma AUPB di atas,” turur Dr. Cucu Sekretaris Senat.

Dr. Saiduddin Herlambang membenarkan hal ketidaksesuaian seperti diuangkap di atas. Menurutnya, “Jelas-jelas rapat meminta Plt. untuk menunggu hasil upaya hukumnya Pak Syarif ada keputusan, eh malah kami semua dibelakangi. Kami yang hadir karena undangan Plt. rupanya hanya hendak digunakan tanda tangan daftar hadir kami. Hasil rembuk dengan kami diabaikan sama sekali. Kami menilai kehadiran kami rapat pada tanggal 27 Agustus itu hanya untuk disalahgunakan untuk bahan pembenaran atas tindakan yang keliru oleh Plt. rektor. Karena tindakan Plt. rektor tersebut sama sekali berbeda dengan hasil rapat. Akhirnya membuahkan kekeliruan berikutnya yaitu SK Dirjend tentang Panitia Penjaringan Rektor menyalahi PMA No. 68/2015 dan SK Dirjend No. 3151/2020 yang di dalam dua regulasi itu diataur bahawa “Penjaringan bakal calon rektor dilakukan oleh pantia yang dibentuk oleh Rektor/Ketua PTKIN”. Belum lagi bahwa tindakan itu tidak menghormati proses upaya hukum yang sedang dijalani Pak Syarif di PTUN Jakarta, kurang lebih begitulah,” tukas Saifuddin Herlambang.

Di tempat lain, Dr. H. Syarif, S.Ag. M.A., mengofimasi apa yang diuraikan di atas. Ia menyayangkan tindakan-tindakan yang menyalahi peraturan seperti diceritakan di atas. Menurutnya bahwa hal ini akibat ketidaksabaran. “Coba kalau sabar menunggu sebentar lagi pasti dak kan berkisruh seperti ini. Kalau saja sabar sedikit maka dak kan terjadi tabrak aturan sana-sini. Saya heran juga ya, kok sebegitu entengnya Plt. rektor meremehkan regulasi yang sedang berlaku. Bayangkanlah, Peraturan Menteri Agama (PMA) yang jelas-jelas masih berlaku dianggap tidak ada dan dianggap tidak berlaku, juga SK Dirjend Pendis No. 3151/2020 sebagai Juknis dari PMA 68/2015 terkait Pengamgkatan Rektor/Ketua Perguruan Tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah seperti dianggap tidak mengapa untuk dilanggar. Heran juga kita ya. Yaah, memang saat gelap mati menjadi kabur jalan terang di depannya. Namanya gelap mata,” tegas Syarif. Saat ditanya, siapa dan di mana akar ini semua. Syarif menyampaikan bahwa untuk case SK Dirjend Pendis tentang Penetapan Panitia Penjaringan bakal calon rektor IAIN pontianak, yang menjadi bibit kelirunya adalah surat Plt. Rektor IAIN Pontianak tertanggal 31 Agustus 2020. Surat tersebut pembuatnya sengaja mengabaikan setidaknya dua regulasi di atas. Bisa jadi tidak tahu, dan boleh jadi pura-pura tidak tahu. Untuk dikatakan tidak tahu, mustahil. Sebab tim Plt. rektor juga melek hukum. Juga dalam rapat tanggal 27 Agustus 2020 telah dinyatakan oleh peserta rapat bahwa PMA No. 68/2015 mengatur siapa yang berwenang membentuk Pansel Balon Rektor.

Di tempat terpisah Dr. Abd Mukti Warek 3 IAIN Pontianak mengonfirmasi keikutsertaannya pada audiensi senat kepada Dirjend Pendis. Ia menegaskan ikut serta sebagai anggota senat sekaligus sebagai unsur pimpinan IAIN Pontianak. “Yang kami lakukan ini dalam rangka kepedulian kami kepada kampus IAIN Pontianak sebagai tempat bekerja, berkarir, dan mengabdi kami. Saya mengikuti hiruk-pikuk suasana ini, terutama postingan-postingan debat atau dialog hukum di group-group WA di internal kampus, maka saya pun belajar untuk melek regulasi tentang hal tersebut. Itulah alasan saya ikuet serta audiensi. Saya gembira pak Dirjend sangat berkenan atas kehadiran kami bahkan Beliau memberikan masukan untuk solusi atas masalah ini.”

Saat meminta keterangan dari pihak pejabat struktural yang mengikuti rapat tanggal 27 Agustus 2020, Sumarman juga membenarkan isi narasi-narasi di atas. Sementara Dr. Cucu sebagai sekretaris senat IAIN Pontianak menambah rincian tentang berkas yang diserahkan kepada Dirjend Pendis, yaitu pertama; surat keberatan atas SK Dirjend beserta lampirannya berupa Surat Pernyataan Senat tentang 1). SK Dirkend Pendis tentang Penitia Penjaringan tidak sah, 2). Maka SK tersebut perlu dicabut; kedua, hasil sidang senat tertutup tanggal 1 dan 8 Oktober 2020; ketiga, hasil analisa SPI; keempat telaah hukum atas surat Plt. rektor prihal permohonan panitia penjaringan kepada Dirjend Pendis; kelima, telaah hukum terhadap SK Dirjend Pendis No 4891/2020 tentang penetapan penitian penjaringan balal calon rektor IAIN Pontiank masa bakti 2020-2024; dan keenam, SK Dirjend Pendis No. 3151/2020 tentang Pedoman Penjaringan, pemberian pertimbangan, dan penyeleksiasn Rektor/Ketua PTKIN. (*)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!