“Inti amal dan penentu diterima-tidaknya suatu amal di sisi Allah adalah ketulusan niat pelakunya atau sering disebut dengan ikhlas. Amal tanpa ikhlas bagaikan kelapa tanpa isi, raga tanpa nyawa, pohon tanpa buah, awan tanpa hujan, anak tanpa garis keturunan, dan benih yang tidak tumbuh.” (Syekh Abu Thalib al-Makki)
Keimanan yang menghunjam kuat ke dalam lubuk hati yang paling dalam, dibekali dengan ilmu yang tinggi, ditambah amal yang hebat, bisa saja hilang tak berbekas, jika tidak dihiasi dengan sikap ikhlas.
Ya, kata kunci untuk seluruh aktivitas hidup kita yang diorientasikan untuk ibadah kepada Allah SWT, hanya akan bermakna dan bernilai di hadapan-Nya, jika disertai ketulusan hati dan keikhlasan jiwa.
Ikhlas dalam pengertiannya yang umum adalah melakukan segala aktivitas (amal) ibadah tanpa pamrih, tidak berharap apa-apa selain ridla Allah. Konsentrasi ibadahnya hanya ditujukan kepada Allah semata, tidak yang lainnya. Parameternya adalah ketulusan niat dari sebelum, selama, dan sesudah kita beramal. Konsistensi ketulusan niat harus melingkupi ketiga aspek ini, tidak hanya salah satunya.
Dalam falsafah Jawa, ada istilah sepi ing pamrih rame ing gawe. Makna tersirat dari ungkapan sepi ing pamrih adalah bahwa ketika kita melakukan sesuatu hendaklah didasari oleh ketulusan niat, keikhlasan hati, bukan karena ada pamrih atau keinginan mendapatkan balasan atau pujian dari orang lain. Adapun kalimat rame ing gawe, maknanya adalah terus melakukan amal saleh dengan penuh semangat, kapan pun dan di mana pun, tidak peduli dengan komentar orang lain di kanan dan di kiri.
Dengan demikian, jika digabungkan kedua kalimat tersebut, yakni sepi ing pamrih rame ing gawe, makna filosofisnya adalah seseorang hendaknya mengawali segala aktivitas (amal)-nya dengan niat yang tulus, hati yang ikhlas tanpa berharap apa pun dari orang lain, baik itu berupa pujian atau balasan atas kebaikan yang dilakukannya. Pun, tidak akan mundur selangkah pun, ketika dihujat, di bully, dicaci dan dimaki. Dia hanya mengharap ridla Ilahi semata.
Orang-orang yang ikhlas menghayati betul makna ayat-ayat yang menerangkan balasan atau pahala orang-orang yang berbuat baik. Mereka haqqul yaqin, bahwa Allah pasti melihat dan membalas amalnya, meski orang lain tidak ada yang tahu, atau tidak mau tahu dengan apa yang dikerjakannya.
Mereka tidak ingin amal yang dilakukannya berakhir sia-sia, tidak mendapat apa-apa dari Allah, jika mereka hanya mengharap pujian dan balasan orang lain di dunia ini. Mereka memahami betul makna ayat dalam Q.S. Asy-Syura: 20, “Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagian pun di akhirat”.
Bagi orang-orang yang memegang teguh prinsip sepi ing pamrih, rame ing gawe ini akan selalu mendasari amalnya karena Allah (lillahi ta’ala). Mereka tak peduli dipuji atau dicaci, dipuja atau dicerca. Bagi mereka yang terpenting adalah mengabdi sepenuh hati kepada Ilahi dan berbuat yang terbaik untuk sesama.
Ruang Inspirasi, Jumat, 17 Januari 2020.