JAKARTA, MENARA62.COM – Perubahan belajar tatap muka menjadi pembelajaran daring selama pandemi secara signifikan sangat mempengaruhi pendidikan dan perkembangan karakter siswa. Seiring berakhirnya pandemi, dampak learning loss semakin tinggi dan besar dampaknya pada pembelajaran. Selain itu, pendekatan konvensional yang mengajar semua siswa secara serentak tidak lagi efektif dan cenderung menghambat proses pengembangan sikap belajar proaktif dalam diri siswa. Disinilah peran Merdeka Belajar sangat diperlukan.
Kondisi tersebut membuat para orang tua khawatir. Elly, orang tua siswa SDN Kauman 01 Kota Malan Jawa Timur mengungkapkan keresahannya. “Saya sadar bahwa sepertinya menakutkan bila melepas anak dari genggaman guru. Mana mungkin anak SD bisa mandiri? Apa benar anak-anak bisa bertanggung jawab dengan pembelajaran mereka?” katanya.
Sebelum bergabung dengan Shinkenjuku, Elly sempat terjebak dalam pikiran seperti itu. “Tapi semakin saya mencoba, kekhawatiran saya semakin tidak terbukti. Anak-anak malah semakin bertanggung jawab pada saat mereka diberi kepercayaan,” lanjutnya.
Merdeka Belajar sebagai gaya belajar baru, memungkinkan siswa mengambil inisiatif dan memberikan ruang bagi guru untuk memahami kebutuhan setiap siswa. PT Benesse Indonesia di bawah naungan Benesse Corp, Jepang, sebagai perusahaan yang berfokus pada perkembangan pendidikan anak melalui mata pelajaran matematika, menyediakan solusi terhadap permasalahan tersebut melalui program Shinkenjuku School Reformation. Program ini menitikberatkan pada pemahaman konsep dasar matematika dan pengembangan sikap belajar dengan mengadopsi Self Progress Learning (SPL) dan esensi dari Kurikulum Merdeka Belajar.
Presiden Direktur PT Benesse Indonesia, Mr Tatsunosuke Suzuki mengatakan matematika merupakan pelajaran yang terkenal dengan menghitung. Namun sebenarnya dalam matematika juga sangat penting memahami konsep dan kemampuan logika, termasuk soal cerita.
“Perusahaan kami memiliki materi dan metode yang mengajarkan secara mendalam tentang konsep matematika selama sekitar 70 tahun di Jepang. Materi Shinkenjuku sudah sesuai dengan kurikulum Indonesia sehingga memudahkan guru dalam mengajar konsep matematika. Kami berharap Shinkenjuku dapat bekerjasama dengan sekolah membantu anak-anak Indonesia lebih menyukai matematika dan percaya diri mengerjakan soal yang sulit,” kata Tatsunosuke dalam siaran persnya, Rabu (31/5/2023).
Melalui program Self-progress Learning, sekolah dapat menjamin hak pembelajaran setiap siswa. Semua siswa di sekolah diberikan ruang untuk belajar secara mandiri dan kolaboratif, yang mana hal ini dapat membantu memecahkan masalah Learning Loss dan Learning Gap. Jiwa pendidik guru juga ditingkatkan melalui dukungan pelatihan khusus dan praktik. Dengan begitu kualitas pelajaran akan berubah, kepemilikan pembelajaran (Learning Ownership) bisa dikembalikan ke siswa sehingga mereka menjadi pembelajar yang otentik. Program ini dapat menjadi program unggulan sekolah dan bentuk School Reformation.
Menurutnya dampak menerapkan program Self-progress Learning (SPL) memberikan peningkatan penurunan learning loss sebanyak hampir 50%. Anak-anak juga terlihat lebih menyukai matematika dan menjadi lebih percaya diri belajar matematika setelah merasakan program SPL ini. Kondisi belajar di kelas juga terlihat mengalami perubahan, Student-centered teraplikasi dengan baik melalui program SPL ini, dimana siswa mengambil lebih banyak peran dalam proses belajar.
“Program SPL ini sangat ideal untuk kebutuhan anak dan guru di masa sekarang ini – dimana kondisi pendidikan sangat dinamis sebagai efek dari pandemi. SPL membantu guru menggali potensi anak dan anak pun mendapatkan kesempatan belajar yang adil dan sesuai dengan kecepatan masing-masing anak.” ujar Sarah Aruan, selaku marketing manager dari Shinkenjuku. “
Saat ini Shinkenjuku sudah bekerjasama dengan beberapa sekolah SD & SMP di wilayah Jabodetabek, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Salah satunya di SD Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat, Surakarta. Di sekolah ini, guru mulai melepaskan otoritas dan mengikuti langkah-langkah SPL sesuai pelatihan yang diberikan. Di sekolah ini, guru sudah bertindak sebagai fasilitator, memberi kebebasan kepada siswa untuk belajar mandiri dan mendorong adanya kolaborasi secara longgar sesuai kebutuhan.
Kedepannya, diharapkan dengan banyaknya sekolah menerapkan program SPL, banyak anak di Indonesia yang mendapatkan hak belajar secara mandiri dan kolaboratif.