27.8 C
Jakarta

Sinergi TNI dan Polri dalam Pemberantasan Terorisme

Promosi Doktor Kol. Chk. Irman Putra

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM — Kolonel Chk. Irman Putra meraih gelar doktor dari Program Doktor Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Jayabaya.

Disertasinya berjudul Sinergi Antara Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pemberantasan Terorisme Berdasarkan Sistem Ketatanegaraan Indonesia, berhasil dipertahankan di depan tim penguji pada Sidang Promosi Doktor yang digelar secara terbatas di Ruang Seminar Lantai 5 Universitas Jayabaya, Kamis, (26/8/21).

Sidang Promosi Doktor pria kelahiran Kerinci, 15 Maret 1972 itu disiarkan secara live streaming melalui channel YouTube Program Doktor Universitas Jayabaya.

Pada Sidang Promosi Doktor tersebut, Kolonel Chk. Irman Putra berhasil meraih predikat cumlaude. Tim penguji dipimpin oleh Prof. H. Amir Santoso, M.Soc, Sc, Ph.D (Rektor Universitas Jayabaya/Ketua Sidang) dengan anggota penguji Prof. Dr. Abdul Manan, SH, SIP, M.Hum (Direktur Pascasarjana/Pengawas Sidang), Prof. Dr. Fauzie Yusuf Hasibuan, SH, MH (Ketua Program Doktor Ilmu Hukum/Penguji), Prof. Dr. Idzan Fautanu, MA (Promotor/Penguji), Dr. Ramlani Lina S, SH, MH, MM (Ko-Promotor I/Penguji), Dr. Ismail SH, MH (Ko-Promotor II/Penguji), Dr. Maryano, SH, MH (Penguji), Mayjen (Purn) Dr. Mulyono SIP, SH, MH (Penguji), dan Prof. Dr. Muhammad Mustofa, MA (Penguji).

Dalam disertasi tersebut, Kolonel yang saat ini menjabat sebagai Inspektorat Utama Pengawasan Khusus Inspektorat Babinkum TNI itu mengatakan bahwa norma pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 2018 memiliki validitas yang kuat dalam sistem hukum nasional karena norma tersebut konsisten dengan konstitusi sebagai “norma dasar” (grundnorm) atau “aturan pengakuan” (rule of recognition) yang menjadi landasan pemberlakuan norma tersebut.

Disebut valid dan konsisten karena pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme dibatasi pada aksi-aksi terorisme, yang mengancam keutuhan dan kedaulatan negara. Dengan demikian, norma pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme selaras dengan ketentuan Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa TNI merupakan alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.

Aksi Teror

Menurut Kolonel yang mengajar sebagai Dosen di Sekolah Tinggi Hukum Militer ini, dalam perspektif UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh jaringan terorisme internasional atau yang bekerja sama dengan terorisme dalam negeri atau terorisme dalam negeri yang bereskalasi tinggi sehingga membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa termasuk ke dalam kategori ancaman militer, di mana TNI merupakan komponen utama dalam menghadapi ancaman tersebut.

Sementara dalam perspektif UU No. 3 Tahun 2004 tentang TNI, pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme termasuk ke dalam tugas pokok TNI dalam cakupan OMSP sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b nomor 3 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI. Dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa tugas TNI dalam “mengatasi aksi terorisme” merupakan tugas pokok, bukan tugas perbantuan kepada instansi manapun.

Sinergi TNI dan Polri dalam Pemberantasan Terorisme
Tim Penguji Kolonel Chk. Irman Putra, pada sidang terbuka program Doktor Universitas Jayabaya.

Dengan demikian, norma pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme yang berpotensi mengancam kedaulatan negara memiliki validitas yang kuat karena norma tersebut konsisten dengan “norma kewenangan” (norm of competence). Kewenangan TNI dalam hal ini bersifat atributif, bukan delegatif dan mandataris. Disebut atributif karena kewenangan tersebut ditentukan secara normatif oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan, bukan delegasi atau mandat dari badan pemerintahan tertentu.

Jebolan S1 Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada (UGM) dan Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM) ini lebih lanjut menyatakan, sinergi antara TNI dan Polri dalam pemberantasan terorisme hanya dapat diwujudkan jika kedua lembaga ini bekerja sesuai dengan norma kewenangan yang telah diatur dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Kedua lembaga ini sama-sama memiliki kewenangan atributif dalam pemberantasan terorisme, namun dengan ruang lingkup yang berbeda.

Kewenangan TNI dalam pemberantasan terorisme berada dalam ruang lingkup pertahanan dan kedaulatan negara, sementara kewenangan Polri dalam pemberantasan terorisme berada dalam ruang lingkup keamanan, ketertiban dan penegakan hukum. Dengan demikian, untuk kategori aksi-aksi terorisme yang berada di luar ruang lingkup pertahanan dan kedaulatan negara, TNI tidak memiliki kewenangan.

Menurut lulusan S2 Pascasarjana Universitas Jayabaya ini, tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme yang mengancam pertahanan dan kedaulatan negara mencakup tiga fungsi, yakni penangkalan, penindakan dan pemulihan.

Fungsi penangkalan dilaksanakan melalui operasi intelijen, operasi teritorial, operasi informasi dan/atau operasi lainnya. Fungsi penindakan dilaksanakan dengan strategi penggunaan kekuatan TNI melalui OMSP untuk menindak langsung aksi terorisme yang berpotensi mengancam pertahanan dan kedaulatan negara. Fungsi penindakan yang dilakukan TNI ini tidak bersifat pro justitia, melainkan bersifat sementara. Hasil penindakan TNI harus segera diserahkan kepada Polri untuk ditindaklanjuti dengan proses hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, fungsi penindakan TNI tidak mereduksi fungsi Polri dalam proses penegakan hukum.

Adapun fungsi pemulihan dilaksanakan oleh TNI di bawah koordinasi BNPT. Di akhir disertasinya, Doktor Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Jayabaya ini memberikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah.

Pertama, pemerintah perlu segera merumuskan dan merampungkan Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang Tugas TNI Dalam Mengatasi Aksi Terorisme sesuai amanat UU No. 5 Tahun 2018. Dalam Perpres tersebut, pemerintah harus menjabarkan jenis-jenis aksi terorisme yang termasuk ke dalam kategori ancaman terhadap pertahanan dan kedaulatan negara dan mengatur tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme sebagai bagian dari OMSP ke dalam tiga fungsi, yakni penangkalan, penindakan dan pemulihan. Pelaksanaan fungsi-fungsi ini harus ditentukan secara limitatif pada kategori aksi terorisme yang mengancam pertahanan dan kedaulatan negara.

Kedua, dalam rangka membangun sinergi antara TNI dan Polri dalam pemberantasan terorisme, Pemerintah c.q. BNPT perlu membentuk deputi bidang kerjasama antar lembaga yang bertugas memetakan, merumuskan dan mengkoordinasikan kebijakan, strategi dan program nasional penanggulangan terorisme berdasarkan kewenangan masing-masing lembaga yang terlibat dalam pemberantasan terorisme. Dalam pelaksanaan tugas tersebut, deputi bidang kerjasama antar lembaga harus berkoordinasi dengan TNI dan Polri untuk mengidentifikasi, memetakan dan menentukan jenis-jenis aksi terorisme yang termasuk ke dalam kewenangan TNI dan Polri pada tataran praktis dan operasional.

Riwayat Singkat

Irman Putra, lahir di Kerinci Jambi pada tanggal 15 Maret 1972. Putra alm. H Muallim Umar Depati, dan alm Hj Lisna. Suami  dr Susmayanti ini, dikaruniai dua orang putri bernama Faradiba Syafira Syahrazzy dan Fadia Syahira Syahrazzy.

Irman, menempuh pendidikan dasar dan menengah di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Pada tahun 1990 menempuh pendidikan pada Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta, dan lulus pada tahun 1995 dengan predikat cumlaude. Tahun 2006, menempuh pendidikan sekolah Tinggi Hukum Militer, dan lulus tahun 2010. Magister ilmu hukum ditempuh pada Universitas Jayabaya, lulus tahun 2012.

Irman, bergabung di dinas militer pada tahun 1996, melalui pendidikan dasar militer pada Akademi Militer Magelang pada tahun 1996. Tahun 1997 sampai dengan tahun 2002, berdinas pada satuan tempur Yonif Linud 431 Kostrad sebagai danton, danki dan kasi. Pada tahun 2004 sampai tahun 2006, berdinas di Markas Divisi Infanteri I Kostrad. Pengalaman operasi militer yang telah dilaksanakan, penugasan operasi di Tim-Tim, Operasi Maluku, Operasi Perbatasan NTT, dengan Timor Leste kemudian operasi di Papua.

Pada tahun 2010 beralih status dari Corp Infanteri ke Corp Hukum, dan berdinas di Direktorat Hukum Angkatan Darat dari tahun 2010 sampai 2012. Kemudian dari tahun 2012 sampai 2014, berdinas sebagai Kakumrem 061/my Serang, selanjutnya pada tahun 2015 sampai sekarang berdinas di lingkungan Babinkum TNI, dengan jabatan sekarang sebagai Inspektorat Utama Pengawasan Khusus Inspektorat Babinkum TNI.

Dari tahun 2010 sampai sekarang aktif sebagai dosen di Sekolah Tinggi Hukum Militer untuk Mata Kuliah Hukum Tata Negara.

Irman Putra, juga aktif di berbagai organisasi dan sering menulis di berbagai media. Saat ini aktif di organisasi Peryarikatan Muhammadiyah, pengurus Kagama DKI, Pembina Kesatuan Angkatan Muda Sriwijaya (Kamsri), Wakil Ketua Dekopin DKI, Pembina BMKJ DKI. Selain itu, ia sering menjadi narasumber di berbagai organisasi kepemudaan, organisasi kemahasiswa dan umum. Pada waktu mahasiswa di UGM Yogyakarta, ia sempat menjadi kontributor untuk media Sriwijaya Pos.

 

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!