SOLO, MENARA62.COM – Umur Muhammadiyah sudah 112 tahun sejak berdirinya pada 8 Dzulhijjah 1330 H. Dalam usia yang sudah matang tersebut, kontribusi Muhammadiyah untuk Indonesia sudah tidak dapat dihitung lagi jumlahnya. Dalam bidang pendidikan, sudah ada setidaknya 170 perguruan tinggi, ribuan sekolah pendidikan dasar dan menengah serta 348 pesantren. Dalam bidang kesehatan, sudah ada setidaknya 117 rumah sakit dan 600 klinik. Di bidang ekonomi, LAZIZMU sebagai social safety net sudah berdiri di hampir seluruh kota di Indonesia. Di bidang kemanusiaan, sudah tidak terhitung kontribusi MDMC di Indonesia. Begitu juga di banyak bidang lainnya, menjadikan eksistensi Muhammadiyah sendiri sebagai elemen yang terpisahkan dari Republik Indonesia.
Dengan banyaknya kontribusi tersebut, sudah tentu gerakan Muhammadiyah tidak sepatutnya disekat dengan batasan-batasan geografis lokal maupun regional, tetapi sudah sepatutnya berada dan menjamah ranah internasional.
Internasionalisasi Gerakan Muhammadiyah yang digagas pada Muktamar di Jakarta tahun 2000 adalah untuk menunjukkan bahwa Muhammdiyah telah matang dan mampu untuk memperluas syi’ar dakwahnya ke manca negara. Gagasan tahun 2000 yang secara praksis diterjemahkan menjadi pendirian Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah di berbagai negara, kemudian ditegaskan kembali pada Muktamar ke-47 di Makassar bahwa Internasionalisasi Gerakan Muhammadiyah harus diteruskan dan dibarengi juga dengan gerakan internasionalisasi paham pemikiran Muhammadiyah.
Internasionalisasi Gerakan Muhammadiyah adalah proyek besar yang bertujuan bukan hanya memperkenalkan, tetapi juga menempatkan dan menjadikan Muhammadiyah sebagai bagian tak terpisahkan dari umat Islam di level global. Maka dari itu, goal nya bukan hanya agar masyarakat dunia melek akan eksistensi Muhammadiyah, tetapi juga membutuhkan Muhammadiyah di tempatnya, atau bahkan merasa kurang dan kehilangan jika Muhammadiyah tidak tampil di negara tersebut.
Internasionalisasi Gerakan Muhammadiyah ini menjadi usaha kolektif seluruh kader persyarikatan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Mereka yang berada di luar negeri dan bergerak di PCIM menjadi ujung tombak dan perantara perluasan gerakan Muhammadiyah, sedangkan yang di dalam negeri terus berkoordinasi dengan pihak-pihak PCIM, tidak hanya sebagai penghubung lisan, akan tetapi menjadi center hub dalam diaspora keilmuan, humanitarian, dan people diplomacy.
Universitas Muhammadiyah Surakarta sebagai AUM juga telah melakukan usaha-usaha terbaiknya untuk menjalankan agenda internasionalisasi Gerakan Muhammadiyah. Pondok Hajjah Nuriyyah Sobron beberapa tahun lalu, dan juga tahun ini akan mengirimkan kader Muhammadiyah terbaik untuk ditempatkan di Kamboja dan Thaildand. Tahun depan kader Sobron yang juga merupakan utusan terbaik dari berbagai PWM akan dikirimkan ke Jeddah dan Riyadh untuk membantu mengurus sekolah Muhammadiyah di sana. Beberapa tahun ke depan, Pondok Abu Bakar as Shiddiq yang saat ini dipimpin Drs. Ma’arif Jamuin, M.Si juga telah membuat konsep untuk memanfaatkan jaringan PCIM di Timur Tengah dalam hal lisensi sertifikasi Bahasa Arab di al Azhar dan Univesitas Islam Madinah. Tahun ini dosen-dosen di Fakultas Agama Islam UMS juga mendapatkan hibah pengabdian masyarakat dari Kemenag hingga hampir 150 juta rupiah berkat dan dalam rangka pengembangan TK PCIM Mesir. Selain itu juga pada tahun 2019 ahli-ahli penelitian UMS diberangkatkan ke Malaysia, yang saat itu disambut hangat oleh Mufti Perlis dan sultan Negeri Perlis. Saat itu salah satu poin yang juga dibicarakan adalah pendirian Universitas Muhammadiyah Malaysia (UMAM).
Internasionalisasi Gerakan Muhammadiyah yang telah dilakukan UMS, dan juga pastinya berbagai elemen lain, tentu bukan hanya ekspansi organisasi ke luar negeri, tetapi juga ekspansi pemikiran, jaringan dan paham keagamaan. Selain itu juga tentunya memperluas sasaran dakwah kepada masyarakat internasional yang multikultural karena memang sudah saatnya dakwah Muhammadiyah juga disampaikan dan dibawa ke level global.
Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah & Aisyiyah ke-48 dengan tema Internasionalisasi Gerakan Muhammadiyah ini pastinya akan menjadi katalis usaha internasionalisasi selanjutnya. Terlebih lagi acara ini diagendakan selama 2 hari dengan berbagai narasumber terbaik persyarikatan. Elaborasi detail langkah Muhammadiyah di kancah internasional dan usaha yang perlu dilakukan berikutnya tentu akan dibicarakan pada 3 panel di hari pertama. Kemudian belasan PCIM dan Kedubes maupun atase pendidikan yang akan berdiskusi dalam skema Roundtable Discussion secara intens di hari kedua tentu akan membawa dampak positif. Terlebih lagi, target outcome dari agenda ini sangat fantastis, yaitu buku 3 bahasa, prosiding seminar dan juga manual Internasionalisasi Gerakan Muhammadiyah: Arah, Strategi dan Manhaj Gerakan, yang akan menjadi dasar penentu kerja PCIM.
UMS mensupport seluruh usaha seminar pra muktamar ini. Fasilitas terbaik diberikan untuk memastikan bahwa seminar ini dapat memenuhi target yang telah dicanangkan. Mulai dari SDM, gedung, IT support, transportasi, penginapan dan berbagai hal lain telah dikerahkan agar seminar pra muktamar ini optimal.
Semoga acara ini berjalan lancar dan membuahkan hasil seperti yang diharapkan sehingga bisa disajikan ketika acara Muktamar pada bulan November nanti. (*)
*)Pidato Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta Prof. Dr. Sofyan Anif, M.Si.