SERANG, MENARA62.COM – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggelar Sosialisasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) di Serang pada hari Senin (7 Maret 2022) ini. Sosialisasi RAN PASTI di Serang ini membentangkan penjelasan mengenai mekanisme tata kerja percepatan penurunan stunting di tingkat provinsi, kabupaten dan kota serta desa.
Diuraikan juga mengenai pemantuan, pelaporan serta evaluasi. Dan yang tidak kalah pentingnya lagi, skenario “pendanaan” stunting di daerah. Indikator penurunan stunting akan menjadi salah satu parameter keberhasilan kepala daerah dalam mensejahterakan warganya dan memacu kemajuan pembangunan daerah.
Bagaimana dengan kondisi stunting di Provinsi Banten ? Banten merupakan salah satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di tanah air di 2022 ini. Berdasar Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 terdapat beberapa daerah perkotaan di Banten yang tergolong dalam zona stunting “kuning” dan “hijau”. Diantaranya Kota Serang dan Kota Cilegon di kategori kuning serta Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang di kategori hijau.
Malah satu kabupaten di Banten berkategori “merah” yakni Pandeglang karena prevalensinya di atas 30 persen. Bahkan Pandeglang dengan prevalensinya yang 37,8 persen menduduki posisi nomor 26 dari 246 kabupaten/kota di 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi
Lima kabupaten dan kota yang berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, diantaranya Lebak, Kota Serang, Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon. Sementara dua daerah yang berkategori hijau dengan prevalensi 10 sampai 20 persen adalah Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang.
Tidak ada satu pun kabupaten atau kota di Banteng berstatus biru yakni dengan pevalensi di bawah 10 persen. Hasil survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) Tahu 2021, terdapat 294.862 balita kerdil di Banten. Angka ini menempatkan Banten sebagai provinsi kelima terbesar yang memiliki balita kerdil setelah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sumatera Utara.
Potensi demografi di Banten dengan mayoritas penduduk berumur muda serta keberadaan perguruan tinggi yang terbilang besar jumlahnya, menjadi potensi besar yang bisa dimanfaatkan untuk menekan angka stunting dari hulu hingga hilir.
Di hulu, pendampingan calon pengantin atau calon pasangan usia subur (PUS) wajib diberikan 3 (tiga) bulan pranikah sebagai bagian dari pelayanan nikah. Cara ini menjadi “entry point” yang bisa dilakukan untuk untuk “mengantisipasi” potensi lahirnya bayi-bayi stunting. Tindakan yang tepat selama proses kehamilan, lahirnya buah hati hingga 1.000 hari pertama kehidupan, menjadi kunci lahirnya bayi-bayi sehat.
Menurut Hasto Wardoyo yang juga Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) ini, agar sesuai dengan target penurunan angka stunting nasional sebesar 14 persen maka laju penurunan stunting per tahun haruslah di kisaran 3,4 persen.
“Dengan melihat kondisi aktual yang terjadi saat ini, Pemerintah Provinsi Banten “ditagih” komitmennya di tahun 2024 agar tidak ada kabupaten dan kota di wilayah Banten yang berstatus “merah”. Status merah diberikan untuk daerah yang memiliki prevalensi di atas angka 30 persen,” ujar Hasto.
Hasto melanjutkan, keberadaan 160 perguruan tinggi termasuk yang memiliki program studi gizi dan program studi kelompok kesehatan di Banten menjadi modal untuk kolaborasi dengan pemerintah serta pemangku kepentingan untuk terlibat aktif dalam program percepatan stunting di Banten. Program Kampus Merdeka memungkinkan civitas akademika turun ke lapangan untuk membantu program percepatan penurunan stunting selain menambah satuan kredit semester yang diperoleh mahasiswa. Mahasiswa sebagai cikal bangsa juga memahami persoalan stunting di lapangan.
Ketersediaan air bersih dan sanitasi yang layak serta memenuhi kebersihan menjadi prasyarat utama dari tumbuh kembangnya keluarga yang sehat. Demikian pula halnya dengan keberadaan jamban yang terawat kebersihannya menjadi kelayakan kesehatan, sangat berkorelasi dengan keberadaan bayi-bayi stunting selain asupan gizi selama masa kehamilan dan proses tumbuh kembang anak. Stunting bukanlah kutukan, padahal stunting bisa dicegah sedini mungkin. Jika semua aspek dari hulu hingga hilir, potensi munculnya stunting bisa diantisipasi dengan baik maka setiap keluarga bisa terhindar dari lahirnya bayi-bayi stunting.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), stunting adalah gangguan tumbuh kembang yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi yang berulang dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Anak-anak didefinisikan terhambat gizinya jika tinggi badan mereka terhadap usia lebih dari dua deviasi standar, di bawah median standar pertumbuhan anak.
Dalam Sosialisasi RAN PASTI yang digelar di Serang, Banten ini menghadirkan pejabat BKKBN serta para Wakil Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Pusat dari unsur Sekretariat Wakil Presiden, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Bappenas, Kemendagri, serta Kemenkes.