Oleh: Budiawan, KAM Institute_
*”Anak-anak adalah matahari pagi. Merekalah yang kelak akan menggantikan kita. Maka, kewajiban kita adalah mempersiapkan mereka sebaik-baiknya.”*
*Ki Hajar Dewantara*
JAKARTA, MENARA62.COM – .Indonesia tengah memasuki babak baru dalam sejarah pendidikan. Dua momentum penting terjadi bersamaan: dukungan massif masyarakat terhadap gagasan *Sekolah Rakyat* dan putusan progresif Mahkamah Konstitusi (Mei 2024) yang mewajibkan negara membiayai pendidikan dasar di sekolah swasta. Keduanya menandai kebangkitan kembali idealisme pendidikan nasional: keadilan untuk semua, bukan hanya bagi mereka yang mampu.
*Amar MK: Negara Wajib Hadir untuk Semua Anak Bangsa*
Dalam putusannya, MK dengan tegas menyatakan:
*“Negara tidak boleh mendiskriminasi murid berdasarkan status sekolahnya.”*
*(Putusan MK, Mei 2024)*
Pasal 31 Ayat (2) UUD 1945 menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dasar. Selama ini, jutaan anak dari keluarga tak mampu harus bersekolah di swasta karena keterbatasan daya tampung sekolah negeri. Padahal, dari total sekitar *148.000 SD di Indonesia, lebih dari 21% adalah swasta*. Untuk jenjang SMP, persentasenya bahkan lebih besar.
Namun, sekolah swasta hanya menerima subsidi minim melalui program BOS yang kerap tak mencukupi biaya operasional. Putusan MK memberi harapan baru bagi rakyat, sekaligus tantangan baru bagi pengelola sekolah swasta.
*Dampak untuk Sekolah Swasta: Antara Gejolak dan Transformasi*
Bagi pemilik sekolah swasta berbasis bisnis, keputusan ini mungkin terasa mengkhawatirkan. Namun, sesungguhnya ini adalah peluang transformatif: dari orientasi profit menuju orientasi pelayanan publik. Negara dapat membangun kemitraan dengan sekolah swasta melalui:
*Skema subsidi berbasis kategori sosial-ekonomi*
*Standar mutu dan transparansi anggaran*
*Peningkatan kompetensi tenaga pengajar*
*“Pendidikan yang adil bukan berarti semua mendapat sama. Tapi semua mendapat sesuai kebutuhan.”*
*Prof. Arief Rachman*
Dengan pendekatan ini, subsidi tepat sasaran bisa mendorong sekolah swasta untuk naik kelas tanpa membebani rakyat miskin.
*Sekolah Rakyat: Dari Janji Politik ke Gerakan Kebangsaan*
Konsep *Sekolah Rakyat* yang diusung Prabowo-Gibran mendapat dukungan luas: menurut survei Litbang Kompas, *94,4% masyarakat menyetujuinya*. Namun, seperti disampaikan oleh pengamat pendidikan Sis Prof A04, konsep ini masih butuh pematangan serius agar tidak bernasib seperti program populis lain yang gagal karena top-down dan minim peta sosial-geografis.
*Apa yang harus diperjelas?*
1. *Sasaran Prioritas:* Anak-anak dari keluarga miskin dan *ekstrim miskin* yang saat ini masih mencapai *2,2 juta anak usia sekolah (BPS)* yang tidak atau belum bersekolah.
2. *Sistem dan Kurikulum:* Berbasis kebutuhan lokal, dengan integrasi karakter, teknologi, dan kemandirian.
3. *Pendanaan:* Kemitraan antara pusat dan daerah, tidak hanya mengandalkan APBN. Dapat mengadopsi *model SD Inpres* di era Soeharto namun dikembangkan dengan pendekatan desentralistik dan partisipatif.
4. *Tenaga Pendidikan:* Kombinasi guru ASN dan non-ASN, dengan pelatihan reguler dan insentif khusus untuk daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar).
5. *Sarpras:* Pemanfaatan gedung idle (misalnya bekas SLB yang dikorbankan), penguatan fungsi *boarding school* di daerah miskin seperti yang diterapkan pesantren atau *Taman Siswa* zaman awal *“Kalau targetnya masyarakat miskin dan ekstrim miskin, maka Sekolah Rakyat harus mengadopsi model boarding school. Pemerintah siap?”*
*Studi Kasus: Kulon Progo dan Gunung Kidul*
Dari studi lapangan di DIY, dua wilayah dengan kondisi sosial-ekonomi paling lemah adalah *Kulon Progo dan Gunung Kidul*. Padahal, mereka hanya satu jam dari pusat pendidikan Yogyakarta. Apalagi jika kita bicara daerah seperti Lebak, Sampang, atau Nias—jauh dari pusat kebijakan namun paling membutuhkan perhatian.
Hal serupa terlihat di Jawa Barat. Semakin jauh dari Bandung, semakin memprihatinkan mutu sekolah. Luar Jawa dan wilayah 3T bahkan lebih darurat.
*“Indonesia bukan hanya Jakarta. Pemerintah era Reformasi rabun jauh terhadap keragaman sosial-geografis bangsa ini.”*
*Pendidikan sebagai Eskalator Sosial*
Data UNESCO menunjukkan bahwa *setiap tambahan satu tahun pendidikan dapat meningkatkan pendapatan individu sebesar 10%*. Artinya, pendidikan bukan hanya hak, tapi alat pemutus rantai kemiskinan.
*“Pendidikan adalah eskalator sosial. Jika rusak atau hanya bisa dinaiki oleh segelintir orang, maka ketimpangan akan terus tumbuh.”*
*Anies Baswedan*
*Panggilan untuk Pemerintah Baru: Segera Bertindak*
Momentum ini tidak boleh disia-siakan. Pemerintah perlu segera:
* Memperkuat *peta kebutuhan pendidikan daerah* bersama Disdik dan Dewan Pendidikan setempat
* Menyusun *blueprint Sekolah Rakyat* dengan konsep matang berbasis kebutuhan riil
* Menyusun regulasi subsidi sekolah swasta *yang adil dan proporsional*
* Menjamin partisipasi masyarakat sipil, ormas, pesantren, dan komunitas lokal sebagai mitra
Karena sejatinya, *pendidikan tidak boleh lagi jadi proyek elit, tetapi amanat konstitusi untuk mencerdaskan seluruh kehidupan bangsa*.
*Penutup: Pendidikan Kembali ke Ibu Pertiwi*
Saat ini bukan hanya soal bangunan sekolah, tetapi soal *anak-anak yang bisa masuk ke dalamnya, dan keluar sebagai manusia merdeka*.
Sekolah Rakyat adalah simbol kebangkitan kembali pendidikan sebagai alat keadilan sosial. Keputusan MK menjadi batu lompatan. Kini, semua tergantung pada keberanian kita untuk menjadikan pendidikan sebagai pilar utama pembangunan nasional.
*“Jika ingin melihat masa depan suatu bangsa, lihatlah bagaimana mereka memperlakukan anak-anak dan pendidikannya.”*
*Nelson Mandela*
Kini saatnya, *pendidikan benar-benar kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi*.
—
*Referensi*
1. *Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945*
* Pasal 31 ayat (1) dan (2) tentang hak warga negara atas pendidikan dan kewajiban negara membiayai pendidikan dasar.
2. *Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XXI/2023*
* Tentang pembiayaan pendidikan sekolah swasta SD dan SMP oleh negara, serta pelarangan diskriminasi terhadap siswa di sekolah swasta berizin.
3. *Badan Pusat Statistik (BPS), 2023*
* Data tentang jumlah anak tidak sekolah: Sekitar 2,2 juta anak usia sekolah dasar dan menengah belum mengenyam pendidikan layak.
* Statistik jumlah sekolah: Sekitar 148.000 SD, dengan lebih dari 21% adalah sekolah swasta.
4. *Litbang Kompas, Survei Nasional 2024*
* Hasil survei dukungan publik terhadap konsep *Sekolah Rakyat* yang mencapai 94,4%.
5. *Bank Dunia (World Bank), Education and Economic Growth Report*
* Temuan bahwa setiap tambahan 1 tahun pendidikan dapat meningkatkan penghasilan individu sebesar 10%.
6. *Anies Baswedan*, dalam berbagai kesempatan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (2014–2016)
* “Pendidikan adalah eskalator sosial…”
7. *Prof. Arief Rachman*, pakar pendidikan nasional
* Pernyataan tentang keadilan pendidikan: “Memberi sesuai kebutuhan, bukan sama rata.”
8. *Laporan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), 2023–2024*
* Mengenai kondisi sekolah swasta, bantuan BOS, dan rencana klasifikasi subsidi berdasarkan kebutuhan.
9. *Studi Kasus Daerah:*
* *Kulon Progo & Gunung Kidul, DIY* serta *Kabupaten di Jawa Barat bagian selatan*: akses pendidikan yang terbatas, dikutip dari diskusi dan riset Prof. A04.
* *SMA Unggulan Garuda dan konsep Boarding School*: konsep pendidikan terpadu bagi siswa miskin dan sangat miskin.
10. *Sejarah Taman Siswa dan SD Inpres*
* Latar belakang Taman Siswa oleh Ki Hajar Dewantara sebagai model sekolah rakyat.
* Kebijakan SD Inpres di era Presiden Soeharto sebagai pendekatan pemerataan pendidikan dasar.
11. *UNESCO Education Monitoring Report (2023)*
* Tentang prinsip pendidikan inklusif dan kebijakan berbasis kebutuhan lokal.