JAKARTA, MENARA62.COM – Jagat maya Indonesia pernah diramaikan tagar Indonesia Terserah. Tagar tersebut merupakan reaksi spontan masyarakat atas kebijakan pemerintah yang berubah-ubah dalam menangani pandemi Covid-19.
Meski ada yang bereaksi keras, sebagian masyarakat ada juga yang tetap bersikap tenang. Mereka memilih tidak terbawa emosi masyarakat apalagi kegaduhan yang muncul.
Menurut psikolog Dinuriza Lauzi, M.Psi kejadian dan respon yang berbeda dari masyarakat sesungguhnya bergantung pada kebutuhan, skala prioritas, apa yang dipikirkan dan kepribadian masing-masing.
Agar terhindar dari stres dan emosi menghadapi pandemi Covid-19, menurut Dinuriza, yang perlu dilakukan masyarakat antara lain memilah media sosial atau berita-berita yang mampu mempengaruhi diri kita sehingga menghindarkan kita dari stress dan emosi.
“Dan yang tak kalah penting adalah mengontrol emosi, dimana kita akan menentukan sikap apakah kita akan berdamai keadaan, atau melawan keadaan,” kata Dinuriza pada Forum Sedekah Ilmu yang terselenggara atas kolaborasi antara Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, Koalisi Literasi Gizi (Koalizi), Literasi Sehat Indonesia (Lisan), Dep. Kesehatan BPP, Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan, dan www.sadargizi.com, pekan lalu.
Sebenarnya tress dan emosi tidak hanya dialami oleh masyarakat luas. Para tenaga kesehatan yang langsung berhadapan dengan pasien Covid-19 juga mengalami hal serupa. Sikap Indonesia Terserah menjadi gambaran kurangnya perhargaan dan apresiasi terhadap pengabdian dan upaya yang telah dilakukan oleh tenaga kesehatan. Dan ini jelas memicu emosi dari para tenaga kesehatan.
Bagaimana menghadapi situasi diluar kontrol kita? Menurut Dinuriza, hal yang bisa dilakukan oleh masyarakat adalah mengidentifikasi perasaan yang dialami, menyehatkan jiwa dengan kembali pada dimensi agama, dan melakukan self terapi atau terapi dengan mengikhlasan segala sesuatunya.
Senada juga disampaikan oleh Dr. Junuda RAF, Sp.KJ, Psikiater RSUD Bahtermas Kendari yang juga Ketua MKEK IDI Wilayah Sulawesi Tenggara. Menurutnya pengelolaan stress tergantung dari nilai-nilai luhur dalam diri kita. Jika dalam menanggapi pandemi Covid -19 ini, stres bisa diarahkan pada hal-hal yang positif maka kita bisa tetap produktif.
Dr. Junuda mencontohkan pengalaman menangani pasien Covid-19. Ada pasien yang stress saat menghadapi Covid-19 hingga mengalami gangguan jiwa berat.
“Tetapi ada juga tetangga saya seorang penjahit karena stres di tengah covid-19 sehingga ia mampu membuat APD berupa masker. Karena itu pendapatannya justru meningkat. Nah, itu respon yang kita harapkan, yang positif. Hal ini yang perlu kita lakukan,” tutup dr Junuda.