YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Bidang III, Sultan Bachtiar Najamudin, SSos, MSi menandaskan sistem politik yang berlaku saat ini belum dapat mengakomodasi seluruh potensi besar bangsa Indonesia. Sehingga potensi besar tersebut tidak muncul di permukaan dan kerdil akibat dari sistem politik yang ada.
Sultan Bachtiar mengemukakan hal tersebut pada “Diskusi Anomali Demokrasi dan Posisi DPD RI dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia” di Amphitheater lantai 7 Gedung Kedokteran Kampus 4 UAD Jalan Ring Road Selatan, Senin (14/2/2022). Tampak hadir Dr Norma Sari, SH, MHum, Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia; Utik Bidayati, SE, MM, Wakil Rektor Bidang Keuangan, Kehartabendaan dan Administrasi Umum; Dr Gatot Sugiharto, SH, MH Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, serta jajaran pimpinan UAD lainnya.
Dijelaskan Sultan, lahirnya Orde Reformasi ada harapan baru sistem ketatanegaraan dan demokrasi bisa lebih baik. Hal ini ditandai dengan amandemen terhadap UUD 1945 yang hingga saat ini sudah dilaksanakan sebanyak empat kali. “Munculnya DPD itu dari hasil amandemen. Harapannya adalah lebih baik,” kata Sultan.
Tetapi perubahan di era Reformasi tidak berlanjut sehingga kondisi negara saat ini belum sesuai harapan. Karena itu, reformasi itu perlu ditinjau ulang yang meliputi di mana posisi negara saat ini, posisi demokrasi saat ini, konstitusi. Hasil diskusi, sudah saatnya meninjau ulang sistem ketatanegaraan, termasuk peran dan posisi DPD.
“Tetapi berbicara tentang posisi negara hari ini, Kami DPD yang membawa suara puluhan juta tidak baik-baik amat. Kita belum pada posisi yang paling idelal. Sehingga anomali demokrasi dan posisi DPD RI dalam sistem ketatanegaraan Indonesia masih dalam kajian. Bukan hanya posisi DPD yang kita perjuangkan, tetapi bagaimana meninjau ulang sistem demokrasi dan konstitusi,” kata Sultan.
Sehingga konstitusi itu, kata Sultan, harus hidup dan menyesuaikan dengan kondisi saat ini. Berdasarkan hasil riset, indek demokrasi Indonesia mengalami penurunan. “Kita melihat ke sistem politik, sistem Pemilu, rekrutmen kepemimpinan (daerah dan nasional). Contoh, Pilpres 2024 masih memakai Undang-undang Pemilu tahun 2017. Ini semua bertujuan untuk kepentingan-kepentingan kelompok tertentu,” tandasnya.
Potensi bangsa yang besar, tambah Sultan, seharusnya memuncuolkan calon pemimpin negara itu tersebar di berbagai daerah. “Tetapi karena sistemnya tidak memberi kesempatan untuk memunculkan pemimpin dari berbagai daerah sehingga potensi besar itu akan kerdil dengan sendirinya,” katanya.
Sementara Normasari mengatakan saat ini internasional sedang menyoroti persoalan demokrasi di Indonesia. UAD memiliki kepedulian untuk membicarakan demokrasi dengan multi perspektif.
Berbicara tentang demokrasi, kata Normasari, Muhammadiyah yang merupakan induk organisasi UAD mempunyai konsep yang fundamental dalam memandang Negara Pancasila sebagai darul ahdi wa syahadah (perjanjian dan persaksian). Darul Ahdi itu sebagai tempat untuk membuat kesapakatan. “Kesepakatan yang dibuat oleh Founding Father kita harus dipertahankan dan tidak boleh diutik-utik. Tetapi kita tidak mau menggunakan NKRI harga mati,” kata Normasari.