YOGYAKARTA, MENARA62.COM
Serikat Usaha Muhammadiyah (SUMU) menyelenggarakan Saladin Camp dengan tema “Roadmap” Nabawiyah Pembebasan Baitul Maqdis dan Kopdar Nasional para pengusaha SUMU di Yogyakarta dari tanggal 30-4 Mei 2024.
Acara Saladin Camp dihadiri oleh peserta dari berbagai kalangan masyarakat, mulai pengusaha, akademisi, hingga aktivis yang tersebar di seluruh Indonesia, bahkan ada juga peserta dari Malaysia dan Palestina. Acara ini mengundang Prof. Dr. Abd. Al-Fattah El-Awaisi, Pakar Pembebasan Baitul Maqdis dari Inggris sebagai narasumber utama.
Prof Abd. Al-Fattah adalah Guru Besar Hubungan Internasional dan merupakan Fellow dari Royal Historical Society, Inggris Raya dan merupakan Pendiri dari Studi Master dan Doktoral tentang Islamicjerussalem Bayt Al-Maqdis di universitas-universitas terkemuka di Inggris, Turkiye, dan Malaysia.
Ghufron Mustaqim selaku Pendiri dan Sekretaris Jenderal Serikat Usaha Muhammadiyah (SUMU) menyampaikan “ bahwa yang membedakan pengusaha SUMU dengan yang lain adalah komitmen untuk memajukan usaha dalam rangka mengumpulkan harta yang dapat digunakan sebaik-baiknya untuk berjuang di jalan Allah”.
Kisah tragis genosida oleh Zionist yang terjadi di Gaza dan Rafah hari ini memberikan peluang emas semua umat Islam untuk berbuat sesuatu demi pembebasan Baitul Maqdis di masa depan.
Saladin Camp adalah camp pertama dan satu-satunya di Indonesia dari Syeikh Abd Al-Fattah El-Awaisi yang secara detail dan komprehensif membedah tentang “Roadmap” Nabawiyah yang berkaitan dengan periode-periode atau langkah-langkah yang dipraktikkan oleh Nabi dulu dalam membebaskan Baitul Maqdis.
“Untuk membebaskan Baitul Maqdis, tentu tidak hanya bisa dilakukan oleh satu elemen, tapi harus antar elemen, baik itu aktivis, akademisi, pemerintah, dan pengusaha harus bisa bersama-sama bersinergi untuk melakukan hal ini,” kata Ghufron saat memberikan sambutan pembukaan Saladin Camp pada Selasa (30/4/24).
“Saya yakin buat teman-teman yang coba membesarkan usahanya, menambah karyawan, ekspansi bisnis, dan kemudian meniatkannya untuk berjuang di jalan Allah seperti juga diteladankan oleh KHA Dahlan dalam merintis Muhammadiyah, saya yakin seribu persen insya Allah usahanya akan penuh berkah,” ucap Ghufron.
Syeikh Abdul Fattah dalam camp tersebut menekankan bahwa Baitul Maqdis menempati posisi yang istimewa bagi umat Islam. Karena selain Masjidil Aqsa adalah kiblat pertama bagi umat Islam dan tempat Rasulullah SAW naik ke langit dalam rangkaian peristiwa Isra’ dan Mi’raj, banyak kisah para Nabi dan Rasul di Al-Qur’an berlatar belakang tempat di Bumi Baitul Maqdis.
“Baitul Maqdis adalah bagian dari aqidah umat Islam. Sebagai konsekuensi kita mencintai Allah dan Rasulullah SAW, kita wajib mencintai Baitul Maqdis,” sebutnya. Ia mempopulerkan kembali penggunaan Baitul Maqdis karena itulah istilah yang digunakan oleh Al-Qur’an dan Rasulullah SAW.
Saat ini, tutur Syeikh Abdul Fattah, Baitul Maqdis dalam keadaan terjajah. Prioritas umat Islam saat ini tidak hanya berhenti pada rasa emosi dan peduli terhadap peristiwa yang saat ini terjadi, karena emosi pasti hanya berlaku sementara. Energi dan perhatian umat harus mulai diarahkan untuk memperkuat pondasi keilmuan tentang Baitul Maqdis karena itulah yang akan mengantarkan kepada pembebasan Baitul Maqdis yang hakiki.
Ia menjelaskan, saat Rasulullah SAW dakwah di Mekah dan Madinah, Baitul Maqdis juga dalam keadaan terjajah sama seperti yang terjadi saat ini. Oleh karena itu, langkah-langkah untuk membebaskan Baitul Maqdis saat ini perlu mengambil referensi dari Rasulullah SAW bagaimana beliau mempersiapkan para sahabatnya.
Dari kajian Syeikh Abdul Fattah selama 35 tahun riset tentang topik ini, ia menyimpulkan bahwa persiapan keilmuan dan ma’rifat lah yang menjadi pijakan dasar Rasulullah SAW dan para sahabatnya sebelum upaya-upaya lain dikerjakan. Langkah diplomasi dan militer hanya akan berhasil dengan pondasi keilmuan tentang Baitul Maqdis yang kokoh. Dalam rangka itulah, Syeikh Abd Al-Fattah mendirikan program studi master dan doktoral tentang Baitul Maqdis di berbagai universitas ternama di berbagai benua.
Dirinya memberikan pernyataan yang sangat kuat, “Indonesia is the most suitable Muslim country to lead this knowledge preparation for the next liberation of Bayt Al-Maqdisi and its Al-Aqsa Mosque.” Indonesia diberkahi dengan populasi Muslim sangat besar, nilai-nilai keislaman yang tampak dalam kehidupan sehari-hari, ketinggian gairah dan etos pemuda-pemudi Muslim dalam menuntut ilmu, serta pemerintah yang dapat menjaga kedamaian dan persatuan. Indonesia memiliki syarat untuk menjadi pemimpin dunia dalam mempersiapkan ilmu untuk pembebasan Baitul Maqdis dan Masjid Al-Aqsa.