Oleh : Ace Somantri
BANDUNG, MENARA62.COM – Panjang perjalanannya, dinamika penanggalan hijriyah dalam Islam yang sedikit banyak menyisakan perbedaan pendapat di kalangan umat muslim sehingga membuat sebagian umat muslim yang awam kebingungan. Bahkan, nyaris tak peduli hal ihwal penanggalan tahun hijriyah dalam Islam, hampir dipastikan umat muslim di Indonesia rata-rata tidak hafal nama istilah bulan dan periode tahun berapa dalam hijriyah. Pasalnya, kadung sudah melekat dalam akal dan pikirannya bahwa tahun masehi telah lama menjadi tolak ukur waktu dalam rentang masa yang beredar dan digunakan oleh negara dan masyarakat umum di dunia.
Sementara di penanggalan tahun hijriyah bagi umat muslim, jangankan melekat dalam jiwa dan raga dirinya. Untuk menjadi familiar keseharian saja, umat muslim Indonesia pada umumnya mengalami ketidakpedulian terhadap tahun hijriyah sebagai alat ukur tahun dalam masanya. Hal tersebut dibuktikan ketika usia belia masa-masa menyimpan memori dalam file hidupnya jarang sekali orang tua mengenalkan dan mengajarianya. Selain alasan orang tuanya juga tidak mengetahui dan kurang paham tahun hijriyah, mereka tidak memiliki rasa akan pentingnya penanggalan hijriyah dalam dunia Islam di karenakan nilai kemanfaatan bagi umat muslim pada umumnya tidak begitu terasa, kecuali akan respon manakala tanggal dan bulan khusus yang berkaitan dengan ibadah ta’abudi vertikal kepada Allah Ta’ala.
Seperti yang sangat berat penanggalan Hijriyah tahun Islam menjadi tolak ukur waktu dalam rentang masa untuk dapat digunakan sebagai penanggalan keseharian umat muslim di dunia maupun di Indonesia. Pasalnya, tahun hijriyah ini secara faktual sejak digagas dan dilahirkan penanggalan tahun hijriyah masih terjadi dinamika perbedaan yang berakibat munculnya perbedaan tanggal awal mula dan akhir tahun. Sehingga fenomena tersebut mengakibatkan umat muslim menjadi bingung harus berkiblat ke mana dan mengikuti yang mana, responsifitas umat muslim muncul reaktif terhadap penanggalan hijriyah Islam manakala menghadapi perbedaan tanggal hari-hari besar mulia, khususnya awal mulai berpuasa Ramadhan, perbedaan Idulfitri dan perbedaan hari raya Iduladha atau idul qurban.
Saking reaktifnya harus ada sidang isbath yang diselenggarakan pemerintah melalui kementrian agama Indonesia, dalam pelaksanaanya ada kesan pemaksaan dan keberpihakan terhadap salah satu metode penanggalan hijriyah ormas Islam tertentu. Malah pada suatu ketika saat sidang isbath, perwakilan Muhammadiyah dengan peserta lain berdebat sengit sehingga terkesan pedebatan tersebut mengarah tidak produktif jauh dari kesan saling menghargai dan saling menghormati. Akhirnya, bagi Muhammadiyah setelah peristiwa tersebut tidak lagi mengikuti sidang isbath tahun berikutnya yang diselenggarakan kementerian agama RI, dan tidak mengirimkan kembali perwakilannya karena sudah dianggap kurang efektif.
Para pakar dan ahli falak dan astronomi di Muhammadiyah, mereka tetap konsisten memperkuat keilmuannya demi untuk peradaban Islam dunia. Menyikapi fenomena sidang isbath bukan sesuatu yang fatal bagi Muhammadiyah, melainkan menjadi triger bagi ilmuwan Muhammadiyah berupaya keras berijtihad dalam ilmu falak dan astronomi Islam untuk meningkatkan kapasitas keilmuan Islam bidang sains dan teknologi, khsusunya dalam menegakkan kalender Islam yang berharap digunakan oleh masyarakat muslim di dunia. Hal itu tidak mustahil bagi Muhammadiyah untuk membumikannya, dengan kekuatan dan potensi ilmuwan Muhammadiyah sangat mungkin menjadikan rumah besar sebagai ruang berdakwah untuk amal kebaikan yang berkualitas tinggi, sehingga out put nilai dakwah akan berpengaruh terhadap arah perubahan yang lebih baik.
Ikrar terucap dari persyarikatan Muhammadiyah beberapa bulan yang lalu. tahun hijriyah 1446 akan mulai memberlakukan hasil ijtihad majlis tarjih terkait kalender hijriyah global tunggal. Komitmen tersebut bagian dari sikap tajdid dalam pengembangan ilmu pengetahuan dengan spirit dan motivasi menjalankan perintah ajaran Islam mewujudkan peradaban dunia Islam dalam bingkai kesatuan umat (ummatan waahidan). Faktualnya, selama ini umat muslim di dunia belum memiliki kalender penanggalan yang benar-benar diakui oleh seluruh umat muslim sebagai rujukan aktifitas sehari-hari, minimal menjadi rujukan dan patokan waktu hal ihwal penanggalan masyarakat islam di dunia terkait hari-hari mulia dan hari bersejarah dalam perjalanan peradaban Islam.
Kuatnya komitmen Muhammadiyah mengubah kalender yang berasal dari basis wujudul hilal menjadi kalender hijriyah global tunggal, bukan karena nalar emosi yang tidak beralasan melainkan wujud nyata dan konkrit sebagai organisasi tajdid (pembaharu) yang selalu mencerahkan umat manusia. Alhamdulillah tahun 1446 hijriyah, Muhammadiyah menunjukan dan membuktikan pada dunia bahwa mulai tahun hijriyah saat ini menggunakan kalender hijriyah global tunggal dan susunan penanggalannya sudah dipublish. Selamat datang hijriyah global dalam satu matlak bersifat mendunia, selamat tinggal matlak lokal yang hanya berlaku kalender lokal satu negara dan berlaku dikawasan beberapa negara tertentu. Ijtihad lama ulama atau ilmuwan Muhammadiyah yang baru dipublikasikan secara terbuka.
Bersama Muhammadiyah menyambut tahun baru hijriyah global, tanggal 1 Muharam 1446 H sebagai titik awal hijrah rosulullah dalam mewujudkan peradaban dunia. Refleksi hijrah beliau sebagai sang revolusioner kehidupan dunia, spiritnya diambil oleh persyarikatan Muhammadiyah berhijrah dari kalender hijriyah lokal bergeser pindah menjadi kalender Islam dunia. Perlu diingat bahwa persyarikatan Muhammadiyah bukan organisasi kemarin sore, melainkan organisasi internasional yang sudah menjangkau ke negara-negara belahan dunia. Maka hal wajar mulai hari ini tertanggal 1 Muharam 1446 hijriyah tonggak sejarah penggunaan kalender hijriyah dapat berlaku untuk seluruh masyarakat dunia.
Kalender hijriyah tersebut berlaku bagi siapapun umat muslim dibelahan dunia, bukan hanya rincian waktu ibadah shalat dan waktu lainnya. Termasuk untuk waktu awal dan akhir ibadah shaum, serta dua hari raya dapat berlaku sama dimanapun lokasi dan tempatnya. Argumentasi keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik maupun praktis oleh ilmuwan Muhammadiyah, dengan bismillah laa haula wala quwwata illa billah, bahwa kalender tersebut harus mulai disebar ke seluruh pelosok negeri dibelahan dunia. Berangkat dari kesatuan penaggalan kalender hijriyah, dapat dijadikan triger umat muslim bersatu padu untuk kepentingan-kepentingan global lainnya. Tinggalkan ego sektoral, bangun peradaban dunia rahmatan lilalamin.
Dari kalender hijriyah global ini, berharap ke depan kekisruhan perbedaan pendapat umat muslim di Indonesia saat masuk awal dan akhir bulan dan tahun hijriyah, khususnya saat terjadi perbedaan dua hari raya umat muslim. Maka tahap demi setahap, tujuan unifikasi kalender hijriyah Muhammadiyah berharap dapat meminimalisir gesekan sosial yang tidak mengandung banyak manfaat. Atas dasar niat dan sikap kebaikan persyarikatan Muhammadiyah dapat menjadi payung besar umat muslim dunia yang dimulai dari difasilitasinya kalender hijriyah global. Optimisme gerakan dakwah amar makruf nahi munkar Muhammadiyah dalam bidang sains dan teknologi harus terus diprakarsai dan diinisiasi oleh para pakar dan ahli dibidangnya masing, dengan tidak meninggalkan integrasi dan kolaborasi antar disiplin kepakaran berbagai varian ilmu pengetahuan.
Dengan ribuan ilmuwan alumni perguruan tinggi Muhammadiyah di berbagai bidang ilmu, tidak ada alasan Muhammadiyah tertinggal oleh entitas organisasi masyarakat lainnya. Begitupun dalam menyikapi berbagai fenomena negeri dan alam semesta, harus disikapi dengan cara-cara positif dan ilmiah. Sebagaimana Kyai Dahlan banyak memprakarsai berbagai macam kegiatan produktif dan kontributif bagi masyarakat bernilai jangka panjang dan berlaku untuk seluruh umat muslim didunia. Begitupun saat ini para penerus dan pewarisnya berupaya keras melanjutkan gerakan Kiyai Dahlan, seperti halnya dengan publish kalender hijriyah global tunggal semoga menjadi produk yang kontributif, bermashlahat dan bermanfaat untuk peradaban dunia Islam yang maju dan berkamajuan. Aamiin. Wallahualam.
Bandung, Juli 2024