27.7 C
Jakarta

Takwa : Menembus Batas Ruang dan Waktu

Baca Juga:

Suatu ketika Rasulullah SAW pernah berpesan, “bertakwalah kamu di ‎mana pun kamu berada, dan ikutilah perbuatan burukmu dengan perbuatan ‎baik niscaya ia akan menghapusnya, dan pergaulilah manusia dengan dengan ‎budi pekerti (akhlak) yang baik.” (HR. At-Tirmidzi)‎

Hadis di atas menegaskan, perintah takwa berlaku secara umum, ‎tidak dibatasi oleh sekat-sekat ruang dan waktu. Takwa tidak dikhususkan ‎pada waktu-waktu tertentu. Pun, takwa juga tidak dianjurkan hanya pada ‎tempat-tempat tertentu. Dengan kalimat “di mana pun kamu berada”, artinya ‎dalam kondisi apa pun, di tempat mana pun, takwa harus selalu menyertai ‎kita.‎

Sebuah ironi yang sering tampak dalam kehidupan kita adalah, orang-‎orang, atau bahkan mungkin diri kita sendiri kelihatan begitu saleh ketika ‎berada di masjid, musholla, majelis taklim, serta tempat-tempat ibadah dan ‎majelis ilmu lainnya. Mereka atau kita tampak khusyuk menjalankan ibadah, ‎serius mendengarkan ceramah, bahkan sering mengajukan pertanyaan ‎seputar masalah keagamaan kepada para kyai dan ustadz. Seolah-olah ‎mereka atau kita, merupakan para hamba Allah yang betul-betul tekun dan taat ‎menjalankan ajaran agama. ‎

Kenyataan tersebut seringkali berbanding terbalik ketika berada di luar ‎masjid, musholla, majelis taklim atau tempat ibadah dan majelis ilmu lainnya. ‎Perhatikan sikap dan perilaku mereka, perhatikan pula sikap dan perilaku kita ‎sendiri ketika berada di kantor, di tempat kerja, di pasar, di rumah, di jalan. ‎Apakah kita selalu menyertakan takwa dalam diri kita ketika berada di tempat-‎tempat tersebut?

Ketika di kantor, misalnya, apakah kita akan tetap ‎memelihara kejujuran, ketika diberi amanat memegang uang kas kantor dalam ‎jumlah yang sangat besar, sementara kondisi ekonomi keluarga kita sedang ‎karut marut?‎

Sebagai pedagang, misalnya, apakah kita akan tetap berlaku jujur kepada ‎para pembeli dengan tidak mengurangi timbangan atau takaran, atau ‎berbohong, untuk mendapatkan keuntungan?‎

Sebagai penegak hukum, misalnya, apakah kita akan berpegang teguh ‎pada prinsip-prinsip keadilan yang lebih dekat kepada nilai ketakwaan, ‎ataukah kita akan buang nilai-nilai keadilan ke dalam tong sampah, karena ‎diiming-imingi sejumlah uang yang sangat besar?‎

Sebagai akademisi, misalnya, apakah kita akan tetap menjaga kejujuran ‎ilmiah dengan tidak melakukan tindak plagiasi, atau manipulasi data untuk ‎memenuhi syarat kenaikan pangkat, yang akan berimbas pada kenaikan ‎tunjangan fungsional kita? ‎

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut kembali kepada diri kita ‎masing-masing.‎

Kenyataan

Kenyataan yang sering kita jumpai adalah bahwa kesalehan ritual yang ‎tampak ketika seseorang berada di tempat-tempat ibadah, seringkali hilang ‎begitu saja segera setelah dia meninggalkan tempat- tempat tersebut.‎

Hal ini bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Betapa banyak para ‎pejabat, yang kelihatan rajin menjalankan perintah agama; shalat, puasa, ‎zakat, bahkan haji berkali-kali, tetapi korupsi tetap dijalankan.‎

Para pedagang, demi mengeruk keuntungan berlipat, tidak jarang ‎berbuat curang kepada para pembeli, yaitu dengan mengurangi timbangan ‎atau takaran, menipu pembeli, bahkan mengatakan sumpah palsu atas nama ‎Allah. ‎

Para penegak hukum, seringkali lebih silau dengan iming-iming materi ‎yang begitu menggiurkan, daripada tetap teguh menegakkan keadilan.‎

Para akademisi, tidak jarang menafikan kejujuran ilmiah demi meraih ‎prestise berupa kenaikan pangkat dan jabatan, dengan melakukan tindak ‎plagiasi dan manipulasi data.‎

Pertanyaannya, di manakah mereka meletakkan ketakwaan mereka? ‎Tidakkah mereka ingat ancaman Allah dalam salah satu firman-Nya, “Pada hari ‎ini Kami tutup mulut mereka, tangan mereka akan berkata kepada Kami dan ‎kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka ‎kerjakan.” (Q.S. Yasin: 65)‎

Tidakkah mereka perhatikan larangan Allah, “Wahai orang –orang yang ‎beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan ‎yang batil (tidak benar)…” (Q.S. An-Nisa: 28)‎

Apakah mereka tidak takut dengan ancaman Allah, “Celakalah bagi ‎orang-orang yang curang.” (Q.S. Al-Muthaffifin: 1)‎

Tampaknya, banyak di antara kita yang tidak menyertakan sikap takwa ‎ketika berada di luar tempat-tempat ibadah. Banyak di antara kita yang ‎menanggalkan dan meninggalkan sikap takwa dengan meletakkannya di ‎masjid, musholla, atau majelis taklim. Seringkali takwa tidak pernah diikutkan ‎ketika kita berada di tempat kerja, di kantor, di pasar, di jalan, bahkan di ‎rumah.‎

Padahal, jelas seperti disebutkan dalam hadis di atas, bahwa sikap takwa ‎harus selalu menyertai kita di mana pun kita berada.‎

Ruang Inspirasi, Selasa (26/11/2019).

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!