26.3 C
Jakarta

AS Kehilangan Peran sebagai Wasit Netral bagi Israel vs Palestina

Baca Juga:

KAIRO, MENARA62.COM – Amerika Serikat (AS) tidak lagi menganggap permukiman Yahudi di Tepi Barat yang diduduki Israel sebagai pelanggaran hukum internasional. Pengumuman Negeri Paman Sam tersebut mengundang kecamanan para menteri luar negeri (menlu) Liga Arab, termasuk Arab Saudi, yang menggelar pertemuan darurat di Kairo, Mesir, sejak Senin (25/11/2019).

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Liga Arab, Ahmed Aboul Gheit, menggambarkan keputusan Gedung Putih itu sebagai “bias yang tidak adil dan tidak dapat diterima” dan melanggar resolusi Perserkatan bangsa-bangsa (PBB). AS juga dianggap telah kehilangan perannya sebagai wasit netral dalam konfllik Israel dan Palestina.

Menlu Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, menegaskan kembali penolakan kerajaannya atas posisi AS dan menekankan perlunya menemukan solusi yang adil dan komprehensif untuk masalah Palestina. “Memecahkan masalah ini adalah landasan untuk mencapai perdamaian abadi,” ujarnya. Faisal menambahkan, masalah Palestina adalah jantung bagi Raja Salman.

“Saudi akan terus mendukung perjuangan Palestina,” katanya sebagaimana dikutip Arab News, Selasa (26/11/2019). Usai pertemuan darurat itu, para menlu Liga Arab menyatakan “kecaman dan penolakan terhadap keputusan AS. “Itu tidak memiliki efek hukum dan merupakan pelanggaran yang jelas terhadap resolusi PBB,” kata mereka.

Aboul Gheit mengatakan bahwa semua negara Arab harus mengadakan diskusi ekstensif dengan Washington dalam upaya untuk membujuk pemerintah AS mempertimbangkan kembali keputusannya. Dia menunjukkan bahwa pengumuman itu menunjukkan pengabaian terang-terangan untuk Konvensi Jenewa Keempat, yang melarang pasukan pendudukan memindahkan bagian-bagian populasi sipilnya ke tanah-tanah yang diduduki.

Karena itu, ia menambahkan, sikap terbaru AS merusak legitimasi moral Washington, dan kredibilitasnya sebagai kekuatan yang menghormati dan menegakkan hukum internasional. “Konsensus internasional yang luar biasa tentang sifat ilegal permukiman, berarti bahwa pengumuman AS tidak lebih dari pendapat individu yang mengikuti prinsip bahwa kekuasaan menciptakan keadilannya sendiri. Ini adalah gagasan berbahaya dan ditolak secara luas yang mempertanyakan nilai-nilai siapa pun yang mengadopsi atau membela prinsip semacam itu,” tutur Gheith.

Seperti diketahui, pada 18 November lalu, Sekretaris Negara Mike Pompeo mengumumkan bahwa AS tidak lagi menganggap permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang dicaplok Israel sebagai ilegal. Pembalikan kebijakan AS selama beberapa dasawarsa ini terjadi hampir dua tahun setelah Presiden Donald Trump membatalkan kebijakan lama AS lainnya — dengan mengakui kota suci Yerusalem yang diperebutkan sebagai ibu kota Israel — yang memicu kemarahan warga Palestina dan Arab.

Setelah pengumuman Pompeo, Liga Arab menggambarkan pergeseran AS sebagai “perkembangan yang sangat merugikan.” Para menteri kabinet Saudi menanggapi keputusan tersebut dengan menyerukan kepada masyarakat internasional untuk memastikan perlindungan rakyat Palestina dan menghadapi Israel atas pelanggaran hukum internasionalnya.

Kantor hak asasi manusia PBB mengatakan permukiman Israel tetap melanggar hukum internasional. Mereka mengingatkan posisi yang diambil oleh Mahkamah Internasional pada 2004. Sementra Palestina mengatakan, permukiman itu membahayakan tujuan mereka mendirikan negara di Tepi Barat dan Jalur Gaza, dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!