JAKARTA, MENARA62.COM – Tanda-tanda akan terjadinya tanah longsor sebenarnya bisa kenali masyarakat. Secara awam, tanda-tanda tersebut mudah dilihat seperti ada retakan tanah dan suara pergerakan tanah.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan mengenali tanda-tanda akan terjadinya longsor dapat membuat masyarakat meningkatkan kewaspadaan.
“Kenali tanda-tanda tebing akan longsor seperti ada retakan tanah dan suara pergerakan tanah,” kata Sutopo dihubungi di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Kamis (3/1).
Selain itu, kemungkinan akan terjadi longsor juga bisa diamati dari tanaman, pohon atau tiang-tiang yang tidak lagi berdiri tegak atau menjadi miring.
Hujan terus menerus dengan intensitas sedang hingga tinggi juga harus diwaspadai karena dapat menyebabkan kandungan air tanah berlebihan sehingga memicu longsor.
“Bila menemukan tanda-tanda kemungkinan longsor, segera hubungi pihak berwenang menangani longsor. Selain itu, segera pindahkan penduduk yang terancam terdampak longsor,” jelasnya.
Sutopo mengatakan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sudah memiliki peta potensi bencana longsor untuk masing-masing wilayah pada jangka waktu tertentu yang bisa diakses melalui portal resmi lembaga tersebut.
“Sayang belum banyak masyarakat dan pemerintah daerah yang mengakses peta potensi bencana longsor itu,” ujarnya.
Untuk mengurangi risiko dampak tanah longsor, Sutopo mengatakan penataan tata ruang dan wilayah sangat penting dengan memperhatikan peta rawan bencana.
“Wilayah-wilayah yang memiliki risiko bahaya bencana tinggi seharusnya bukan untuk permukiman atau pertanian, melainkan untuk konservasi,” tuturnya.
Meski dapat dikenali, tetapi Sutopo mengatakan tidak ada kepastian kapan longsor akan terjadi meskipun sudah ada tanda-tanda akan terjadi longsor.
“Meskipun tanah sudah retak sebagai tanda-tanda akan terjadi longsor, tetapi tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi longsor,” kata Sutopo.
Sutopo mengatakan fenomena tanah retak yang tidak diikuti dengan kejadian longsor banyak terjadi di beberapa tempat.
Dia mencontohkan tanah retak mencapai ribuan meter di Desa Sumber, Kecamatan Purwantoro, Kabupaten Wonogiri, pada Desember 2016. Volume keretakan mencapai 1.200 meter dan lebar 30 centimeter dengan kedalaman rata-rata dua meter.
Hal serupa juga terjadi di Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar dengan retakan mencapai 500 meter dengan bentuk tapal kuda pada November 2016.
Ada pula tanah bergerak dan retak di Kabupaten Trenggalek pada Desember 2016 dengan retakan 20 hingga 35 centimeter yang membahayakan warga di dua desa.
“Sebanyak 47 kepala keluarga di Desa Depok, Kecamatan Bendungan dan Desa Terbis, Kecamatan Panggul di Kabupaten Trenggalek mengungsi,” jelasnya.
Meskipun awalnya warga bersedia mengungsi, tetapi karena longsor tidak juga terjadi, akhirnya mereka kembali ke rumahnya dan bekerja.
“Tidak mudah meminta masyarakat mengungsi dalam kurun waktu lama karena mereka memiliki rumah, pekerjaan atau lahan yang harus digarap,” katanya