25.9 C
Jakarta

Teliti Budaya Inklusif di Sekolah Muhammadiyah, Fandi Akhmad Raih Doktor Pendidikan Agama Islam ke-29 UMS

Baca Juga:

SOLO, MENARA62.COM – Mahasiswa Program Doktor Pendidikan Agama Islam Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Fandi Akhmad, dalam sidang terbukanya membahas efektifitas nilai-nilai Kemuhammadiyahan dalam menciptakan budaya inklusif di Sekolah Muhammadiyah.

Sidang Terbuka tersebut dilaksanakan pada Rabu (18/10) bertempat di Ruang Seminar Pascasarjana UMS.

Dalam sidang Doktornya, Fandi mengungkapkan bahwa nilai Kemuhammadiyahan dan budaya inklusif, dapat dilihat dari membangun komunitas, at-Tawassuth (sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri atau ekstrim kanan) dan membangun nilai-nilai inklusif, sehingga menciptakan budaya inklusif di sekolah Muhammadiyah.

“Membangun budaya inklusif di lembaga pendidikan Muhammadiyah, di antaranya; setiap orang dibuat merasa diterima, siswa saling membantu, guru atau karyawan saling bekerjasama, guru dan wali siswa saling bekerjasama, guru dan dinas saling bekerjasama, dan semua komunitas lokal terlibat di sekolah,” ungkap Dosen UAD itu.

Sehingga, lanjut dia, nilai-nilai Kemuhammadiyahan dalam menciptakan budaya inklusif melalui pandangan tawassuth, diintegrasikan dengan bentuk tindakan nyata seperti keadilan, menghargai perbedaan, dan individual based learning.

“Untuk membuat budaya inklusif di SMP Muhammadiyah 9 Yogyakarta dan SMP Muhammadiyah 1 Prambanan, melalui upaya membangun nilai-nilai inklusif, pihak sekolah terus berupaya membuat kolaborasi dari para warga sekolah seperti guru atau karyawan, para siswa baik reguler maupun difabel, serta dinas atau dikdasmen, wali siswa, maupun komunitas lokal untuk bisa berkontribusi dalam membangun budaya inklusif,” lanjutnya.

Sehingga penelitian ini, menurut Fandi, dapat mempresentasikan pentingnya budaya inklusif di sekolah Muhammadiyah. Sekolah mempunyai kewajiban dalam memberikan layanan pendidikan inklusif melalui membangun komunitas dan nilai-nilai inklusif.

“Selain itu, dengan adanya temuan ini dapat memberikan perspektif akan pentingnya nilai-nilai Kemuhammadiyahan dalam menciptakan budaya inklusif di sekolah Muhammadiyah,” tegas anggota Divisi Muhammadiyah Difabel Center Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial (MPKS) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu.

Dia berharap, penelitian ini akan berdampak pada perspektif baru akan inovasi dalam menciptakan budaya inklusif di sekolah Muhammadiyah, dengan menggunakan nilai-nilai Kemuhammadiyahan serta upaya membangun komunitas dan karakteristik inklusif yang diimplementasikan dalam konsep sekolah inklusif.

Melalui disertasinya ini, Fandi berhasil meraih predikat memuaskan dengan Indeks Prestasi 3,65 dan menjadi Doktor Pendidikan Agama Islam ke-29 UMS.

Dalam kesempatan itu, Promotor Sidang Terbuka, Prof., Dr., Bambang Sumardjoko, M.Pd., menyampaikan perjalanan promovendus cukup panjang dan penuh pengorbanan menuju gelar Doktor ini, sehingga menghasilkan penelitian yang cukup tajam. Semuanya dapat menjadi pembelajaran.

“Jadilah pribadi seperti padi, makin berisi makin merunduk. Hal itu dikarenakan masih banyak yang harus dipelajari lebih lanjut. Ini baru sepercik air dari ombak di lautan yang luas, karena menjadi Doktor tentu akan membawa konsekuensi, tunjukkan benar-benar bahwa menjadi seorang Doktor memiliki kompetensi yang tidak diragukan dan belajarlah terus sampai akhir hayat,” ungkapnya.

Rektor UMS, Prof., Dr. Sofyan Anif, M.Si., atas nama pimpinan UMS mengucapkan selamat kepada Dr., Fandi yang telah memperoleh gelar Doktor di usianya yang masih muda, umur 30 tahun.

“Tadi sudah diberikan nasihat akademik, sehingga saya hanya berpesan sebagai alumni S2 dan S3 di UMS, tentu memiliki tugas secara moral tanggung jawab untuk memberikan sumbangan pemikiran, masukan dalam rangka mengembangkan UMS. Selain itu juga menjaga nama baik UMS,” pesan Rektor UMS itu.

Setelah ini, lanjutnya, silahkan berkarya dan berprestasi, dan menunjukkan kinerja yang maksimal di tempat kerja, di masyarakat atau di manapun berada. Ingat ‘Khairunnas anfa’uhum linnas’ yaitu sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain. Hal tersebut tentu menjadi salah satu dari nilai-nilai inklusif.

Rektor UMS berharap, setelah ini dapat terus berkarya dan berkarir, hingga nanti dapat menjadi seorang Profesor termuda dari Muhammadiyah. Semoga tetap bisa menjaga marwah Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (PTMA) dalam meraih reputasi yang bersifat Internasional. (*)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!