33.3 C
Jakarta

Tingkatkan Penetrasi Industri Syariah, Indonesia Perlu Garap Industri Halal

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Indonesia menjadi negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia. Tetapi industri syariah terutama dalam hal keuangan syariah belum berkembang dengan baik. Salah satu indikasinya adalah rendahnya penetrasi produk syariah yang hanya sekitar 6 persen.

“Penetrasi keuangan syariah di Indonesia hanya 6 persen, tidak sebanding dengan populasi muslim yang sangat besar mencapai 87 persen dari total populasi,” kata Asep Sudirman, Kepala Subbagian Perizinan Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada diskusi Literasi Keuangan Syariah Goes To Campus bertema Untungnya Memilih Produk Keuangan Syariah di Era Milenial yang digelar Forum Warta Pena (FWP) di kampus Universitas YARSI, Jakarta, Kamis (26/9/2019).

The Most Developed Islamic Finance Market (Thomson Reuters, 2018) menempatkan Indonesia pada posisi ke-10 di dunia. Salah satu indikator yang menarik riset ini menempatkan Indonesia rangking ke-2 jumlah keuangan syariah terbanyak setelah Malaysia.

Dari sisi aset, kata Asep, hingga Juni 2018 total aset keuangan syariah sudah mencapai Rp1,335,41 triliun atau USD94,44 miliar (tidak termasuk saham syariah). Dari sisi market share capaiannya sebesar 8,29%. Mayoritas sisanya masih dipegang keuangan konvesional 91,71%.

“Dalam situasi dan kondisi ekonomi yang secara global dan domestik penuh tantangan ini, secara konservatif paling tidak pertumbuhan aset keuangan syariah minimum dapat dipertahankan sama dengan tahun lalu sebesar 13,98%,” terang Asep.

Garap industri halal

Salah satu penyebab mengapa industri syariah lambat berkembang menurut  Ikhsan Abdullah, Direktur Eksekutif Indonesia Halal Wacth adalah belum digarapnya industri halal dengan serius. Selama industri halal belum tumbuh maka industri syariah juga tidak akan tumbuh.

Karena itu diberlakukannya regulasi halal pada 17 Oktober 2019 mendatang diharapkan menjadi daya ungkit terhadap penetrasi industri syariah di Indonesia.

“Saya berharap setelah regulasi produk halal diberlakukan pada Oktober nanti, industry syariah di Indonesia tumbuh melesat,” jelas Ikhsan.

Untuk mendongkrak pertumhuhan industri syariah, peran kaum milenial sangat penting dan strategis. Sebab kaum milenial adalah pengguna terbesar produk-produk perbankan dan produk-produk keuangan lainnya di Indonesia.

Karena itu, penting bagi lembaga keuangan bank dan non bank untuk membuat inovasi yang sesuai dengan dunia generasi milenial. Yakni sebuah model keuangan yang praktis, sederhana, simple, multi guna dan memanfaatkan teknologi tinggi.

Arief Mediadianto, Vice President of Shariah Investree mengakui saat ini produk-produk keuangan yang sesuai dengan generasi milenial sebagian besar adalah produk konvensional atau non syariah. Misalnya OVO, DANA, Gopay dan Grabpay yang menguasai hampir 60 persen fintech di Indonesia. Model-model alat pembayaran tersebut sangat simple dan disukai generasi milenial.

“Ini menjadi tantangan bagi bank dan lembaga keuangan syariah untuk juga mengeluarkan produk-produk serupa,” katanya.

Sementara itu, Nurul Huda, Ketua Program Studi Magister Managemen Universitas YARSI mengatakan bank-bank syariah dan lembaga keuangan syariah harus menguasai perilaku generasi milenial sebelum meluncurkan produk keuangannya. Ini penting agar produk keuangan syariah tersebut diakses oleh generasi milenial.

“Jadi bank syariah harus adaptif harus kreaif agar konek dengan kebutuhan dan perilaku milenial. Dan inilah tantangan ke depan,” katanya.

Beberapa ciri dari milenial antara lain kecanduan internet, mudah bosan, tidak suka bayar cash, kerja cerdas kerja cepat, suka liburan dimana saja dan kapan saja, cuek terhadap politik, suka berbagi dan memiliki sifat tidak harus memiliki. Perilaku milenial yang demikian harus menjadi pertimbangan bagi lembaga keuangan syariah sebelum mengeluarkan produk-produk keuangan.

Ia juga mengingatkan adanya bonus demografi yang akan diperoleh Indonesia. Dimana pada kurun tersebut kalangan milenial menjadi kelompok mayoritas dalam fokus pengembangan industri keuangan syariah pada tahun 2030 mendatang.

“Sehingga literasi yang juga masih rendah terhadap industri keuangan syariah bisa memfokuskan pada kelompok milenial dengan metode yang sesuai dengan kelompok tersebut,” tutup Nurul Huda

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!