MANILA, MENARA62,COM – Masifnya konsumsi mie instan di tengah masyarakat Asia termasuk Indonesia, menjadi sorotan internasional. Tradisi makan murah tapi modern ini telah menimbulkan jutaan anak di Asia Tenggara menjadi kurus atau sebaliknya obesitas karena kekurangan nutrisi.
Badan Urusan Anak-anak PBB (Unicef) menyebut Filipina, Indonesia, dan Malaysia memiliki ekonomi yang berkembang pesat dan standar kehidupan yang meningkat. Namun, banyak orangtua yang bekerja tidak memiliki waktu atau kesadaran untuk menghindari makanan yang melukai tubuh anak-anak mereka.
Di ketiga negara itu, rata-rata 40 persen anak-anak berusia lima tahun ke bawah mengalami kekurangan gizi. Angka ini lebih tinggi dari rata-rata global 1 : 3, menurut laporan yang dikeluarkan Unicef, baru-baru ini.
“Orang tua percaya bahwa mengisi perut anak-anak mereka adalah hal yang paling penting. Mereka tidak benar-benar memikirkan asupan protein, kalsium, atau serat yang memadai, ”kata Hasbullah Thabrany, pakar kesehatan masyarakat di Indonesia, yang dikutip Arab News.
Unicef mengatakan kerusakan yang terjadi pada anak-anak adalah gejala dari perampasan masa lalu dan prediksi kemiskinan di masa depan. Sementara kekurangan zat besi merusak kemampuan anak untuk belajar dan meningkatkan risiko kematian wanita selama atau segera setelah melahirkan.
Untuk memberikan pengertian tentang masalah ini, menurut data Unicef, Indonesia memiliki 24,4 juta anak di bawah lima tahun, sementara Filipina memiliki 11 juta dan Malaysia 2,6 juta.
Mueni Mutunga, spesialis nutrisi Unicef Asia, menelusuri tren keluarga yang meninggalkan diet tradisional untuk makanan “modern” yang terjangkau, mudah diakses, dan mudah disiapkan. “Mie itu mudah. Mie murah. Mie adalah pengganti yang cepat dan mudah, tetapi tidak memiliki gizi yag seimbang,” katanya.
Mie, lanjut Mutungga, yang harganya hanya 23 sen AS per paket di Manila, kandungannya rendah nutrisi penting dan zat gizi mikro seperti zat besi. Selain itu, kekurangan protein serta memiliki kandungan lemak dan garam yang tinggi.
Sementara berdasasarkan data World Instant Noodles Association, Indonesia adalah konsumen mie instan terbesar kedua di dunia, di belakang China, dengan 12,5 miliar porsi pada 2018. Angka ini melebihi dari total yang dikonsumsi oleh masyaraat India dan Jepang.
Berikitnya, Unicef melaporkan, buah-buahan, sayuran, telur, susu, ikan, dan daging yang kaya nutrisi menghilang dari menu makanan ketika penduduk pedesaan pindah ke kota-kota untuk mencari pekerjaan.
Meskipun Filipina, Indonesia, dan Malaysia semuanya dianggap sebagai negara berpenghasilan menengah berdasarkan ukuran Bank Dunia. Puluhan juta rakyatnya berjuang untuk menghasilkan cukup uang untuk hidup.
“Kemiskinan adalah masalah utama,” kata T Jayabalan, ahli kesehatan masyarakat di Malaysia.
Rumah tangga di Malaysia, yang kedua orangtuanya bekerja, perlu segera membuat makanan. “Rumah tangga berpendapatan rendah di Malaysia sangat bergantung pada mie siap saji, ubi jalar, dan produk berbasis kedelai sebagai makanan utama mereka,” ungakp Jayabalan.
Biskuit yang kaya gula serta minuman dan makanan cepat saji lainnya, juga menimbulkan masalah kesehatan di negara-negara Asia Tenggara tersebut.
Untuk mengatasi pengaruh mie instan pada kehidupan sehari-hari masyarakat Asia Tenggara i demi kesehatan, tampaknya memerlukan intervensi pemerintah. Sebab, industri mie instan misalnya, promosinya sangat gencara dan masif.
“Promosi dan periklanan (makanan instan) sangat agresif. Ada distribusi besar-besaran. Mereka (mie instan) tersedia di mana-mana, bahkan di tempat-tempat paling terpencil,” ungkap Thabrany, pakar kesehatan Indonesia. Kenyataan ini membuat mie instan digemari kalanga tua-muda.