28.9 C
Jakarta

Transformasi Digital Ancam Low Skilled Tenaga Kerja

Baca Juga:

SEMARANG, MENARA62.COM – Era transformasi digital yang mengakibatkan perubahan struktur pasar kerja akan mengancam low-skilled tenaga kerja dan mendorong munculnya jenis pekerjaan baru, sekaligus menghilangkan sebagian pekerjaan yang ada.

Perubahan tersebut otomatis mengakibatkan tuntutan pasar kerja yang membutuhkan lulusan perguruan tinggi siap bekerja atau mampu menciptakan pekerjaan pada era disrupsi, seperti perusahaan start up.

“Di tahun 2015 sampai 2018 ini, kita sudah menghasilkan sekitar 1.300 start up yang siap masuk industri, baik kecil maupun menengah. Sebagai contoh, inovasi produk motor berbahan bakar listrik dan palm oil yang dapat diolah menjadi bahan bakar, itu sudah siap masuk ke industri,” ujar Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir, saat memberikan Pidato Ilmiah pada acara Dies Natalis Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro, dalam siaran persnya, Rabu (13/3).

Menristekdikti memberikan contoh perusahaan- perusahaan start up yang kini sudah sukses menjadi unicorn Indonesia seperti Gojek, Tokopedia dan Traveloka, research center- nya tidak ada di Indonesia, karena kurang mendapatkan resource (sumber daya) lulusan dari dalam negeri.

Pergeseran pembentukan keterampilan individu akan terjadi. Pada tahun 2020 keterampilan individu mahasiswa yang penting untuk dimiliki antara lain kemampuan menyelesaikan persoalan kompleks, kemampuan berpikir kritis, kreatif, people management, mampu berkoordinasi, dan memiliki kecerdasan emosional. Perguruan tinggi dituntut untuk melakukan perubahan untuk mencetak jenis individu tersebut.

“Keberhasilan para mahasiswa tidak hanya berdasarkan kompetensi, tapi juga membutuhkan hard dan soft skill,” ujar Dekan FEB Undip, Suharnomo.

Selain ijazah, para lulusan pun nanti harus mengantongi sertifikat profesi atau kompetensi sesuai bidang masing-masing. Sertifikat profesi diterbitkan oleh perguruan tinggi bersama Kemenristekdikti, Kementerian lain, dan atau Organisasi Profesi (OP). Sertifikat Kompetensi diterbitkan oleh perguruan tinggi bersama OP, lembaga pelatihan, atau lembaga sertifikasi terakreditasi.

“Contoh prodi visioner yang sudah berdiri misalnya, prodi rekayasa kebakaran, prodi pengelolaan perkebunan kopi, prodi bisnis jasa makanan, logistic management, dan prodi politik Indonesia terapan. Begitupun dengan bidang ekonomi, penting untuk menguasi programming, cloud computing, mahasiswa didorong untuk memilili talent jangan hanya diajarkan mencari pekerjaan,” jelasnya.

Pemerintah dalam hal ini akan mendukung melalui instrumen regulasi bagi perguruan tinggi. Untuk itu, paradigma Tri Dharma Pendidikan tinggi harus diselaraskan dengan era industri 4.0.

“Peningkatan publikasi internasional kita dorong salah satunya dengan Science and Technology Index_(SINTA). Riset tidak lagi sendiri-sendiri tapi bagaimana berkolaborasi dan bersinergi dengan peneliti dunia, dan harus juga bisa menghasilkan inovasi (hak paten),” tutup Nasir.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!