JAKARTA, MENARA62.COM– Berikan edukasi terkait radikalisme, Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) gelar seminar Ideologi, Politik, dan Organisasi (Ideopolitor) II, Jumat (27/10/2017). Seminar bertema Cegah Radikalisme, Ciptakan Indonesia Berkemajuan tersebut digelar di kampus Uhamka Jalan Limau, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Tampil sebagai narasumber Brigjen Pol Ir. Hamli, ME, Direktur Pencegahan BNPT RI yang membahas tentang Radikalisme dan Upaya Pencegahannya di Perguruan Tinggi serta Dr Abdul Mu’ti, M. Ed, Sekretaris PP Muhammadiyah yang membahas tentang Konsep Moderasi Sebagai Identitas Islam Rahmatan Lil “alamiin
Dalam sambutannya, Wakil Rektor III Uhamka Dr Bunyamin M.Pd mengemukakan ketidaksetujuannya terhadap anggapan bahwa perguruan tinggi menjadi sarang berkembangnya paham radikalisme.
“Kami punya komitmen yang tinggi untuk mencegah radikalisme berkembang di Uhamka,” katanya.
Salah satu upaya untuk mencegah potensi radikalisme diantaranya menjalin kerjasama strategis dengan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) untuk memberikan pencerahan dan pemahaman kepada sivitas akademika Uhamka terkait radikalisme. Kerjasama tersebut dilakukan secara intensif dan berkesinambungan guna menangkal isu radikalisme dilingkungan perguruan tinggi.
Menurut Bunyamin, radikalisme, anarkisme atau kekerasan bernuansa agama cenderung terus meningkat atau setidaknya timbul tenggelam dalam beberapa tahun belakangan ini. Radikalisme yang memunculkan konflik dan kekerasan sosial bernuansa dan berlatarkan agama terus merebak.
Peningkatan radikalisme di Indonesia tersebut cenderung disandarkan pada faham keagamaan khususnya Islam, sekalipun sumbu radikalisme bisa lahir dari mana saja seperti ekonomi, politik, sosial dan lain sebagainya.
Lebih lanjut, Bunyamin mengatakan radikalisme yang berujung pada terorisme menjadi masalah penting khususnya bagi umat Islam hari ini. Berbagai aksi teror dan pengeboman telah menyebabkan Islam dicap sebagai agama yang menyukai jalan kekerasan yang dianggap “suci” untuk menyebarkannya.
Sekalipun hal ini dapat dengan mudah dimentahkan, namun fakta bahwa pelaku teror adalah seorang muslim garis keras sangat membebani psikologi umat Islam. Oleh karenanya, peran berbagai pihak dalam mengatasi berkembangnya faham radikal di Indonesia sangat diharapkan.
Seminar Ideopolitor II tersebut diikuti oleh ratusan mahasiswa dari berbagai program studi.