JAKARTA, MENARA62.COM — Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah haedar Nashir mengungkapkan, saat ini umat Islam sedang dihadapkan pada pandangan keagamaan dan politik yang kompleks. Dalam kondisi ini, penting bagi kader Muhammadiyah dan ormas Islam lainnya, untuk memahami kembali pikiran dasar agar tidak kehilangan arah.
“Ketika Muhammadiyah dan kelompok Islam modern lain mencoba mengambil posisi moderat agak ke kanan, dianggap masih ke kiri. Dalam posisi tengah, dianggap belum punya sikap yang jelas,” kata Haedar dalam Pembukaan Pengkajian Ramadhan 1438 H PP Muhammadiyah di aula Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta, Senin (5/6/2017) petang.
Haedar juga menegaskan, Muhammadiyah akan tetap berada pada prinsipnya. Dia menjamin, Muhammadiyah tidak akan berubah menjadi partai politik.
“Dalam konteks politik, alhamdulillah Muhammadiyah relatif kuat, siapa pun presiden, Muhammadiyah selalu menerima presiden yang sah. Alhamdulillah kita punya garis perjuangan dakwah. Politik urusan partai politik, Muhammadiyah tidak bisa ACDC, Muhammadiyah tidak bisa jadi ormas yang juga partai,” ujarnya tegas.
Pada bagian awal sambutannya, Haedar Nashir mengungkapkan, tentang munculnya kelompok yang menolak sistem demokrasi yang sudah dimulai sejak reformasi. Kelompok tersebut bahkan menolak pemikiran Islam modern. Setelah reformasi, lahir generasi neofundamentalisme atau Islamisme baru yang justru  menolak pikiran modern. “Lalu lahirlah gerakan-gerakan yang ingin mengembalikan konsep negara Islam termasuk khilafah Islamiyah,” ujarnya.
Kelompok tersebut lanjut Haedar, menolak pemikiran Islam modern sehingga ormas Islam di Indonesia saat ini kesulitan menempatkan diri. Hal itu karena adanya kelompok Islam yang antidemokrasi.