Oleh : Faozan Amar
Dalam Al Qur’an, kata umat dalam bentuk mufrad (tunggal) disebut sebanyak lima puluh dua kali. Menurut Quraish Shihab (2007; 327), kata umat diambil dari kata amma-yaummu, yang berarti menuju, menumpu, meneladani. Dari kata yang sama kemudian lahir kata um yang berarti “ibu” dan imam yang artinya “pemimpin”, sebab keduanya menjadi teladan, tumpuan dan harapan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), kata umat bermakna : 1) Umat dalam pengertian penganut atau pemeluk suatu agama; pengikut Nabi –Islam– dalam konteks ini maka tak heran kiranya jika kita sering mendengar umat beragama, umat Islam, umat Kristen, dan sebagainya. 2) Umat dalam pengertian makhluk manusia, dalam konteks ini maka yang disebut umat itu adalah yang terdiri atau yang terbentuk dari sekumpulan manusia.
Ada berbagai macam terminologi umat dalam Al Qur’an, seperti umatan wahidah, khaira umat, umat qâ`imat dan dan sebagainya. Tulisan ini akan mengulas tentang umat qâ`imat, yakni umat yang berdiri tegak/lurus dalam kebaikan. Allah berfirman: Mereka itu tidak (seluruhnya) sama. Di antara Ahli Kitab ada golongan yang jujur, mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka (juga) bersujud (shalat). (QS. Ali Imran; 113)
Berdasarkan ayat tersebut, maka ciri dari umat qâ`imat adalah pertama, selalu membaca ayat-ayat Allah dan bersujud pada tengah malam. Biasanya pada bulan Ramadhan, kita dengan mudah mendapatkan ciri-ciri tersebut, yakni ramainya tadarus Al Qur’an di masjid dan musholla, adanya qiyamul lail, yakni shalat taraweh dan iktikaf pada sepertiga malam.
Kedua; beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Iman kepada Allah merupakan pangkal dari keimanan seseorang, tanpa iman kepada Allah tidak mungkin seseorang dapat mengimani kitab-kitab-Nya, para malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, qadha dan qadar. Beriman kepada Allah yaitu keyakinan yang sesungguhnya bahwa Allah adalah Wahid, Ahad, Fard, Shamad. Tidak mengambil shahibah juga tidak memiliki walad. Dia adalah pencipta dan pemilik segala sesuatu, tidak ada sekutu dalam kerajaan-Nya. Dialah Al-Khaliq, Ar-Razik, Al-Mu’thi, Al-Mani’, Al-Muhyi, Al-Yumit dan yang mengatur segala urusan makhluknya. Dialah yang berhak disembah, bukan yang lain, dengan segala macam ibadah. Termasuk beriman kepada Allah adalah beriman dengan segala apa yang Allah kabarkan dalam Al Qur’an atau apa yang telah diceritakan oleh Rasul-Nya tentang asma dan sifat-sifat-Nya. Beriman kepadanya adalah wajib.
Ciri umat qâ`imat yang ketiga, amar makruf nahi munkar, yakni mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran. Untuk dapat beramar makruf nahi munkar, maka dimulai dari diri sendiri (ibda’ binafsik), dilakukan melalui organisasi dan barisan yang kuat, rapih serta mapan (QS. Ali Imron ; 104). Sehingga dalam melaksanakan dakwah amar makruf nahi munkar, hasilnya dapat maksimal.
Sedangkan ciri umat qâ`imat yang keempat adalah bersegera dalam melaksanakan kebaikan. Dalam hal berbuat baik, maka tidak boleh untuk menunda-nunda. Sebab, yang terdekat bagi seorang manusia adalah kematian, karena kita tidak pernah tahu kapan dan dimana datangnya kematian itu. Bekal terbaik manusia ketika mati adalah iman dan amal saleh (taqwa). Tanpa itu semua, maka seluruh kehidupan manusia selama di dunia hanyalah sia-sia belaka.
Mari kita raih predikat umat qâ`imat, sehingga derajat taqwa sebagai orang yang paling mulia di sisi Allah SWT akan dapat diraih. Wallahua’lam.
(Faozan Amar, Dosen Ekonomi Syariah FEB UHAMKA dan Direktur Eksekutif Al Wasath Institute)