33.1 C
Jakarta

UMS Dorong Dakwah Digital Kreatif dan Ramah

Baca Juga:

SOLO, MENARA62.COM – Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) terus memperkuat peran strategisnya dalam syiar digital dan pengelolaan media sosial yang berkarakter nilai Islam Berkemajuan. Upaya tersebut salah satunya diwujudkan melalui kehadiran narasumber dari UMS pada Ngaji Syiar Digital Berkemajuan #3, sebuah webinar yang digelar oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

 

Webinar itu mengangkat tema “Merancang dan Mengevaluasi Konten Media Sosial untuk Meroketkan Engagement” dilaksanakan melalui platform Zoom Meeting dan diikuti oleh ratusan peserta dari berbagai wilayah Indonesia, termasuk Papua. Seluruh peserta terlebih dahulu melakukan pendaftaran melalui laman resmi acara.

 

Kegiatan menghadirkan dua narasumber utama, yakni Razuli, S.Sos., selaku Pengelola Media Sosial Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), dan Dr. Fajar Junaedi, S.Sos., M.Si., Pimpinan Pusat Syiar Digital Muhammadiyah.

 

Dalam pemaparannya, Razuli menjelaskan bahwa strategi komunikasi digital yang baik harus berpijak pada tiga faktor utama yaitu organisasi, nilai, dan audiens. Menurutnya, lembaga yang memiliki karakter dan identitas kuat seperti Muhammadiyah harus mampu menjaga DNA nilai dalam setiap konten yang diproduksi.

 

“Media sosial bukan sekadar soal visual menarik dan konten viral. Kita membawa nilai dakwah, kemaslahatan, serta karakter keilmuan. Value itulah yang membedakan kita,” terang Razuli.

 

Pada sesi pertama, Razuli, pengelola media sosial UMS, memaparkan landasan strategis dalam merancang konten. Menurut Razuli, pengelolaan akun organisasi harus didasarkan pada tiga elemen utama: (1) identitas organisasi atau lembaga, (2) value atau nilai yang diusung, dan (3) audiens target.

 

“Value adalah roh dari pesan yang kita sampaikan ibarat DNA komunikasi karena itu bentuk dan gaya konten harus merefleksikan nilai Kemuhammadiyahan yang kita pegang,” ujar Razuli.

 

Ia menegaskan perbedaan pendekatan antara lembaga yang berbasiskan nilai keagamaan seperti UMS dengan lembaga umum atau perguruan tinggi negeri, terutama pada cara penyampaian pesan dakwah dan nilai institusi.

 

Muhammadiyah harus hadir di ruang digital dengan narasi yang ramah, kreatif, dan berkemajuan. Kita tidak boleh kalah cepat dengan arus informasi yang berkembang,” ujarnya.

 

Razuli juga menekankan pentingnya segmentasi audiens. Meski data menunjukkan sekitar 50,2 persen penduduk Indonesia merupakan pengguna media sosial, bukan seluruh pengguna itu otomatis menjadi audiens lembaga. Oleh karena itu perlu pemetaan audiens yang spesifik seperti Gen Z, millennial, Gen X, hingga boomer, karena masing-masing kelompok memiliki preferensi konten yang berbeda.

 

Dalam paparan yang kaya contoh praktik, Razuli membagikan temuan riset internal tim UMS yang menunjukkan bahwa mayoritas audiens mereka berada pada rentang usia Gen Z. Hasil riset itu mendorong pengembangan konten yang lebih menghibur dan interaktif, seperti meme, komedi dakwah, polling, kuis, dan sesi tanya jawab yang dinilai efektif membangun kedekatan.

 

Beberapa poin penting yang disampaikan antara lain:

– Gen Z cenderung menyukai konten interaktif, cepat, dan menghibur (contoh: TikTok, meme, konten dengan hook kuat di awal).

– Millennial menyukai kombinasi inspirasi dan informasi yang estetik dan tertata (UGC dan lifehack).

– Gen X menghargai keaslian dan kepraktisan; mereka merespon baik pada testimoni atau showcase yang jelas manfaatnya.

– Boomer memilih konten yang langsung pada inti dan jelas informasinya.

 

Razuli mencontohkan keberhasilan konten berupa komedi dakwah dan template meme untuk ucapan misalnya ucapan Idul Fitri atau selamat ujian. Konten ini mampu menghasilkan keterlibatan (engagement) tinggi termasuk like, komentar, dan share dalam jumlah signifikan dibanding konten formal saja.

 

“Audiens kita terutama mahasiswa seringkali menganggap akun resmi sebagai ‘teman’. Mereka bahkan DM untuk curhat. Saat kita membalas, terasa kedekatan itu meningkat,” kata Razuli, mengilustrasikan pendekatan humanis yang kini menjadi kebutuhan komunikasi digital.

 

Materi juga diperkaya dengan rujukan tren industri komunikasi digital. Beberapa statistik yang dibahas Razuli:

– Sekitar 50,2% penduduk Indonesia adalah pengguna media sosial (angka total populasi sebagai potensi audiens).

– 73% Gen Z cenderung mem-follow brand yang menghadirkan konten tak terduga dan menghibur.

– Konten hiburan (termasuk humor lokal di TikTok) dapat meningkatkan engagement hingga 2–2,3 kali dibanding konten promosi konvensional.

Berdasarkan data tersebut, Razuli mengingatkan tim humas untuk menyeimbangkan jenis konten: ada yang menghibur, informatif, edukatif, dan dakwah disusun sesuai tujuan dan audiens.

 

Dalam sesi demonstrasi, Razuli memaparkan contoh-contoh konten UMS yang berhasil berupa carousel feed dengan meme berisi pesan ucapan, video pendek bernuansa edukatif-inspiratif, serta format konten yang memanfaatkan momentum (moment marketing), seperti hari jadi Muhammadiyah, hari besar, dan event kampus.

 

Ia juga menegaskan pentingnya evaluasi pasca-publish dengan melihat metrik seperti reach, share, komentar, dan sentimen harus dianalisis untuk mengetahui mengapa konten tertentu ‘meledak’ sementara yang lain tidak.

 

Sementara itu, Fajar Junaedi menegaskan bahwa syiar digital harus terus beradaptasi dengan dinamika perilaku warganet agar pesan dakwah tetap tersampaikan secara efektif.

 

Webinar semakin interaktif melalui sesi tanya jawab dan studi kasus pengelolaan media sosial lembaga Muhammadiyah di berbagai daerah. Peserta juga diberikan panduan bagaimana melakukan evaluasi engagement, pemilihan format konten sesuai segmentasi audiens, hingga strategi storytelling yang selaras dengan misi dakwah Persyarikatan. (*)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!