Miqdad Husein
Direktur Eksekutif Gerbang Informasi Pemerintahan (GIP)
Pernahkah dilakukan survei pasca umat Islam menuaikan puasa Ramadhan? Misalnya tentang pengaruh pelaksanaan puasa terhadap tertib hukum berlalu lintas, disiplin waktu dalam bekerja, produktivitas kerja, termasuk dalam hal pelayanan publik.
Sejauh ini agaknya belum ada lembaga yang konsen mengkaji intensif seputar ibadah tahunan itu. Organisasi Islam seperti Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, Dewan Dakwah dan organisasi Islam lainnya, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) mewacanakan saja sepertinya belum pernah. Jika organisasi Islam yang berhubungan langsung dengan pembinaan umat saja kurang perhatian apalagi sejenis lembaga yang biasa aktif melakukan survei terkait Pilkada. Makin sulit diharapkan karena bisa jadi dianggap kurang nilai komersialnya.
Pernah Maarif Institut melakukan penelitian dan kajian bernuasa sejenis dampak puasa tentang daerah-daerah yang dianggap Islami. Cukup serius walau hasilnya sempat ditolak mentah-mentah oleh sebagian masyarakat Muslim negeri ini karena progresnya ternyata menempatkan daerah Denpasar, Bali yang mayoritas beragama Hindu sebagai daerah tergolong sangat Islami.
Kembali pada soal survei perilaku umat Islam pasca puasa apa memang perlu? Bisa beragam pemikiran muncul. Namun satu hal sudah menjadi rahasia umum bahwa kegiatan ibadah puasa di negeri ini sangat dasyat; luar biasa menyita perhatian. Puasa tak sekedar ubudiyah penting tapi menyangkut pula aspek sosial terkait berbagai tradisi yang berkembang di tengah masyarakat. Belum lagi soal mudik dan arus balik menjelang dan pasca lebaran.
Berdasarkan catatan Kementerian Perhubungan ada sekitar 19 juta masyarakat Indonesia yang mudik saat lebaran. Sebuah lembaga swasta bahkan berani memperkirakan kegiatan mudik mencapai sekitar 33 juta orang. Angka dua lembaga itu cukup menjelaskan tentang kedasyatan mudik. Bandingkan misalnya dengan kegiatan ibadah haji di Makkah al Mukarramah yang hanya berkisar 2,5 juta jamaah haji. Itu pun datang dari berbagai penjuru dunia dengan negeri ini sebagai pengirim terbanyak para tamu Allah itu.
Sejauh ini kajian-kajian dampak ekonomi pelaksanaan puasa pun kurang mendapat perhatian memadai. Yang muncul sekadar perkiraan kemungkinan inflasi, harga-harga barang naik termasuk berbagai persiapan pelaksanaan mudik dan arus balik. Sementara persoalan output puasa seperti kajian Maarif Institut belum pernah dilakukan. Wacana saja sejauh ini belum terlihat ke permukaan.
Lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi Islam agaknya masih belum tergoda. Padahal cost puasa sangat luar biasa serta meliputi berbagai aspek kehidupan. Energi umat Islampun dengan kasat mata terlihat jelas begitu terkonsentrasi sangat tinggi. Nah apakah kegiatan seperti puasa yang dasyat ini layak dibiarkan berlalu begitu saja, tanpa ada kajian serius?
Rasanya bila dipikirkan secara jernih dengan mempertimbangkan cost ekonomi saja sangat mendesak perlunya kajian-kajian atau penelitian seberapa jauh pengaruh pelasanaan ibadah puasa dalam berbagai aspek kehidupan keseharian negeri ini. Adakah signifikansi peningkatan kualitas moral yang misalnya tercermin pada tertib dan disiplin waktu. Sebut saja yang paling sederhana, dalam kedisiplinan bekerja dan hal-hal lain yang mudah dikaji dan dicermati.
Atau, barangkali dalam bentuk sederhana di internal umat Islam misalnya, adakah peningkatan sholat subuh berjamaah di masjid-masjid? Pasca puasa seberapa jauh peningkatan kehadiran umat Islam di masjid kantor atau lingkungan saat sholat fardhu? Bagaimana dinamika ketaatan bersedekah pasca puasa?
Banyak hal yang sebenarnya perlu dikaji baik yang khusus menyangkut peribadatan umat Islam maupun terkait perilaku umat Islam dalam wilayah publik. Untuk taraf awal mungkin tidak harus dalam skala besar serta menyangkut seluruh aspek kehidupan sosial umat Islam. Sebagai langkah awal hal-hal sederhana saja yang perlu dikaji, diteliti, disurvei dan pendataan lainnya. Dari langkah sederhana ini diharapkan ada pengaruh psikologis dalam bentuk tumbuhnya tekad berubah setelah melihat pencapaian dari pelaksanaan puasa.
Masyarakat melalui “perhatian” serius ini akan mulai berpikir bagaimana mencapai kemajuan atau peningkatan agar lebih baik lagi di masa mendatang. Juga menilai apa yang memang perlu diperbaiki dan yang sudah relatif baik. Data-data hasil kajian dapat menjadi cermin terbuka sehingga masyarakat bisa menilai seberapa jauh hasil kerja besar pelaksanaan ramadhan.
Siapa pun tak ingin pelaksanaan ramadhan hanya berlalu begitu saja tanpa meninggalkan jejak-jejak berarti. Akan sangat mubazir bila kerja besar umat Islam sekedar hanya menyisakan kenangan seremoni meriah tanpa ada peningkatan kualitas moral, intelektual dan etos kerja. Bukankah ramadhan juga disebut sebagai madrasah, tempat belajar, berlatih, menata diri? Pentingkan rapor ramadan agar terlihat mana yang merah dan yang perlu diperbaiki. Begitulah.