JAKARTA, MENARA62.COM– Keluarga Besar Abiturient Mu’allimin Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta di Jakarta Raya (KABAMMMA Raya) menyambut para peserta Mubaligh Hijrah (MH). Para MH yang berjumlah 30 santri putra dan 12 santri putri tersebut baru saja pulang ke Indonesia setelah beberapa pekan berdakwah di Thailand dan Malaysia.
Acara penyambutan itu digelar seiring dengan kegiatan buka bersama di area Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jalan Menteng 62, Jakarta Pusat, Rabu (14/6). Sejumlah perwakilan dari KABAMMMA Jaya menyambut peserta MH tersebut. Kegiatan diisi dengan diskusi ringan mengenai berbagi cerita dan pengalaman masing-masing juga suka duka terjun berdakwah langsung ke masyarakat.
Salah satu alumni Mu’allimin tahun 1996, Miftahul Haq, saat ditemui mengatakan kegiatan MH merupakan media untuk menempa mental dan memberi pengalaman para santri putra dan putri dalam berdakwah dan berbuat kepada masyarakat melalui praktik langsung ke tengah umat.
“MH ini untuk melatih jiwa perjuangan dan dakwah santri Mu’allimin-Mu’allimaat. Mudah-mudahan pengabdian ke masyarakat sejak dini ini menjadi bekal positif bagi mereka di masa mendatang,” kata Miftahul Haq yang juga pernah menjadi pembantu Direktur lll Madrasah Mu’allimin Muhamadiyah Yogyakarta.
Menurutnya untuk berdakwah pada jaman seperti sekarang ini tudak mudah. Tantangan yang dihadapi jauh lebih kompleks. Karena itu ia mrngapresiasi kerja dan semangat para santri MH ini.
Senada, salah satu pembimbing MH untuk santri putri Ardita Markhatus Solekhah mengatakan terjun ke lapangan untuk berdakwah terutama di negeri jiran cukup memberi tantangan kepada peserta didik Mu’allimin-Mu’allimaat yang saat ini masih di tahun kedua tingkatan Madrasah ‘Aliyah.
Dia mengatakan santri putri banyak bercerita mengenai pengalaman penting yang hanya bisa didapat dengan terjun langsung ke masyarakat untuk menerapkan ilmu yang didapat di bangku sekolah.
Salah satunya, kata alumni Mu’allimat tersebut, terdapat santri yang dihadapkan pada persoalan buta huruf di pelosok Malaysia. Santri harus mencari cara agar dapat membantu masyarakat setempat untuk mengajarkan membaca baik aksara latin ataupun Arab.
Tantangan seperti itu, menurut Ardita, bukan persoalan mudah karena sejatinya santri itu ingin berdakwah dan mengajari ilmu Al Quran secara langsung. Keinginan berdakwah dengan banyak materi keagamaan juga harus dibarengi dengan mengajari masyarakat di pelosok dengan kemampuan dasar membaca.
Sebelumnya diberitakan, selain santi putra dan putri yang dikirim ke negeri jiran terdapat juga 290 santri lainnya yang juga dikirim ke seluruh pelosok Indonesia, meliputi pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
Selama 20 hari pada bulan Ramadhan melakukan berbagai kegiatan di masyarakat seperti mengajar, mengelola TPA, mengisi kultum, ceramah agama, menjadi imam shalat dan kegiatan sosial-keagamaan lainnya. (Anom Prihantoro)