JAKARTA, MENARA62.COM– Penggunaan kertas sebagai wadah pangan kini semakin populer. Tidak hanya untuk nasi bungkus, nasi kotak, atau kantung gorengan. Banyak industri makanan dan restoran memanfaatkan kertas sebagai pengganti sterefoam atau daun.
Tetapi apakah kertas pangan memang aman untuk semua jenis makanan? Humas dan Hubungan Internasional Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Jessica Yonaka mengatakan sesungguhnya penggunaan kertas sebagai wadah pangan cukup berbahaya. Mengingat kertas pangan yang beredar di Indonesia sekitar 80 persen merupakan kertas daur ulang.
“Pada kertas daur ulang ada kandungan mikroba, logam berat , kandungan formaldehid, pentaklorofenol dan lainnya. Sebagian dari bahan kimia tersebut bersifat karsinogenik dan merusak ginjal,” papar Jessica di sela ngobrol santai yang diselenggarakan Badan Standardisasi Nasional (BSN) kerjasama dengan Masyarakat Peduli Ilmu Pengetahuan (Mapiktek), Selasa (16/5/2017).
Jessica mengakui kertas pangan yang digunakan oleh industri makanan di Indonesia sebagian besar masih menggunakan kertas pangan hasil daur ulang. Karena itu pemerintah perlu melakukan edukasi terkait bahaya penggunaan kertas daur ulang untuk wadah pangan.
Menurut Jessica, dari 64 anggota APKI, 11 diantaranya memiliki usaha membuat kertas wadah pangan. Meski memenuhi standar keamanan tetapi kertas wadah pangan sejauh ini belum memiliki SNI, dengan berbagai alasan, satu diantaranya keterbatasan Laboratorium pengujian.
“Kami akan tetap memantau lembaga uji mana yang mampu memenuhi kebutuhan SNI kertas pangan. Karena meski persyaratan SNI cukup ketat, tetapi itu penting sebagai bagian dari upaya melindungi konsumen,” lanjut Jessica.
Untuk membedakan mana kertas hasil daur ulang dan bukan, Jessica mengatakan umumnya kertas daur ulang memiliki warna yang buram seperti abu-abu dan coklat. Meski pada sisi lainnya berwarna putih cerah.
Sementara itu Sekretaris Utama BSN Puji Winarni mengatakan bahwa BSN telah menetapkan SNI 8218:2015 untuk kertas dan karton kemasan pangan. Meski sudah dua tahun lebih diterbitkan tetapi hingga kini kertas pangan belum memiliki SNI.
“SNI kertas pangan sangat penting mengingat penggunaan kertas pada industri pangan sangat besar. Jika tidak ada standar keamanan maka bisa saja terjadi migrasi senyawa berbahaya dari kertas ke makanan,” jelasnya.
SNI kertas dan karton pangan disusun oleh Komite Tehnis 85-01 Teknologi Kertas dan telah dibahas dalam rapat konsensus lingkup Komite Tehnis yang dihadiri wakil-wakil dari pemerintah, produsen, konsumen, tenaga ahli, pakar pulp dan instansi lainnya.
Kepala Pusat Sistem Penerapan Standar BSN Wahyu Purbowasito mengatakan BSN mempunyai program untuk memberikan bimbingan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) baik lab uji maupun LSPro. Bimbingan LPK dilakukan hingga siap akreditasi supaya mampu memberikan layanan untuk sertifikasi produk kertas dan karton kemasan pangan.