YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah menyayangkan pernyataan Wakil Presiden (Wapres) KH Ma’ruf Amin terkait sebagian Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terpapar radikalisme. Pernyataan itu disampaikan wapres usai meninjau pencegahan stunting di Desa Tangkilsari, Kecamatan Tajinan Kabupaten Malang, Rabu (27/11/2019).
“Pernyataan tersebut bila benar akan berdampak luas terhadap keberadaan PAUD di Indonesia yang selama ini berkhidmat dalam mencerdaskan anak usia dini sebagai tunas bangsa yang diajari karakter yang mulia bagi masa depan Indonesia,” tutur Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini pada Ahad (1/12/2019), seperti dilansir situs Muhammadiyah.or.id
Noordjannah mengatakan, jumlah PAUD di Indonesia itu puluhan ribu, bahkan ‘Aisyiyah memiliki sekitar 20 ribu PAUD yang sudah berlangsung satu abad merintis pendidikan usia dini.
“PAUD ‘Asisyiyah dan tentu juga PAUD pada umumnya, mengajarkan nilai-nilai keislaman, keagamaan, dan kebangsaan yang luhur serta tidak mengajarkan radikalisme. PAUD ‘Aisyiyah mengajarkan berislam wasathiyah sejak dini, sesuai pandangan Muhammadiyah agar kelak menjadi anak-anak yang terdidik cerdas dan berakhlak mulia,” tegas Noordjannah.
PAUD Yang Mana
Noordjannah mengatakan, perlu keseksamaan PAUD mana yang terpapar radikalisme, apakah PAUD yang dikelola pemerintah, swasta atau yang mana, serta bagaimana batasan radikalisme tersebut agar tidak tergeneralisasi.
“Pernyataan yang demikian bisa jadi menimbulkan prasangka yang membuat pengelola dan guru-guru PAUD tidak nyaman dan akan berdampak negatif bagi penyelenggaraan PAUD di Indonesia,” jelas Noordjannah.
Sebaiknya para pejabat pemerintah lebih arif bijaksana dalam memberikan pernyataan.
Perlu diketahui juga oleh pejabat pemerintah, sangat banyak guru-guru dan pengelola PAUD itu berkhidmat sebagai relawan dengan ikhlas demi mencintai anak Indonesia.
“Manakala ada kasus radikalisme mestinya disikapi dan diambil langkah kehati-hatian yang tinggi agar lembaga pendidikan seperti PAUD tidak menjadi sasaran dan pandangan yang negatif yang merugikan kepentingan dunia pendidikan di Indonesia,” ujar Noordjannah.