SEMARANG, MENARA62.COM – Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, Wahidin Hasan, mengajak para calon dokter untuk meneladani semangat Islam Berkemajuan yang menjadi dasar perjuangan Muhammadiyah sejak awal berdirinya.
Ia menegaskan, dokter Muhammadiyah harus mampu memadukan profesionalitas, intelektualitas, dan spiritualitas, sebagaimana dicontohkan para tokoh besar Islam sepanjang sejarah.
Pesan itu disampaikan Wahidin dalam kegiatan Pesantren Insan Utama Mahasiswa (PISMA) Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang (FK Unimus) yang digelar di Gedung Soekarno BPSDMD, Srondol, Banyumanik, Semarang.
Kegiatan tersebut merupakan program pembinaan spiritual dan karakter bagi mahasiswa kedokteran Muhammadiyah, bertujuan membentuk calon dokter yang unggul dalam bidang akademik dan profesional sekaligus memiliki kepekaan sosial serta kesadaran keagamaan yang tinggi.
Dalam pemaparannya, Wahidin menjelaskan bahwa berdirinya Muhammadiyah oleh KH Ahmad Dahlan merupakan respons terhadap tiga persoalan besar umat Islam pribumi pada masa kolonial.
Pertama, ketika umat Islam banyak terjebak dalam praktik keagamaan yang menyimpang karena pengaruh tahayul, bid’ah, dan khurafat (TBC), KH Ahmad Dahlan menjawabnya dengan mengadakan pengajian-pengajian untuk meluruskan pemahaman keagamaan masyarakat.
Kedua, menghadapi kebodohan struktural akibat minimnya akses pendidikan bagi pribumi—karena sekolah saat itu hanya diperuntukkan bagi kalangan Belanda dan kaum ningrat—Ahmad Dahlan kemudian mendirikan sekolah bagi masyarakat pribumi yang dikenal sebagai Hollandsch Inlandsche School met de Qur’an (HIS met de Qur’an), atau Sekolah Muhammadiyah pertama di Kauman, Yogyakarta.
Sekolah ini menjadi embrio pendidikan modern Muhammadiyah yang memadukan ilmu agama dan ilmu umum secara seimbang.
Ketiga, menyaksikan banyak rakyat miskin dan sakit yang terlantar, Ahmad Dahlan mendirikan Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) yang menjadi cikal bakal rumah sakit-rumah sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah di seluruh Indonesia.
“Tiga langkah besar ini menunjukkan betapa luasnya pandangan Islam yang diperjuangkan Ahmad Dahlan. Islam yang memerdekakan, mencerahkan, dan memajukan kehidupan umat. Maka calon dokter Muhammadiyah harus memahami profesinya sebagai bagian dari jihad kemanusiaan dan dakwah sosial,” tegas Wahidin.
Lebih lanjut, Wahidin menjelaskan bahwa nilai-nilai yang diusung Muhammadiyah hingga kini berakar pada konsep Islam Berkemajuan, yaitu Islam yang menjadikan kemajuan sebagai bagian dari iman dan amal.
Tujuan utama Islam Berkemajuan, ujarnya, adalah mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, yaitu masyarakat yang, beriman dan berilmu, memiliki keadaban dan berkeadilan, maju dalam ekonomi dan teknologi, serta berdiri tegak dalam nilai-nilai kemanusiaan dan keumatan.
“Dengan kata lain,” tutur Wahidin, “Islam Berkemajuan bukan sekadar doktrin teologis, tetapi pandangan dunia dan gerakan peradaban yang menjadikan Islam sebagai sumber kemajuan, bukan penghalang kemajuan.”
Wahidin juga mengajak para mahasiswa untuk menelusur jejak Ibnu Sina, tokoh kedokteran Islam abad ke-11 yang di Barat dikenal sebagai Avicenna, yang karyanya monumental dalam kitab klasik, Al-Qanun fi Al-Tibb, atau The Canon of Medicine, menjadi buku induk dunia kedokteran.
“Ibnu Sina bukan hanya dokter berintelektualitas tinggi, tapi juga sosok spiritual yang multitalenta. Ia seorang tabib, hafidz Qur’an, ahli kimia, ahli matematika, menguasai astronomi, dan hafal puluhan ribu hadits,” tutur Wahidin.
Karena itu, ia menekankan, dokter Muhammadiyah ideal adalah mereka yang mampu memadukan spiritualitas dan profesionalitas, serta menjadikan ilmu kedokterannya sebagai jalan ibadah dan dakwah kemanusiaan.
“Jadilah dokter Muhammadiyah yang bukan hanya menyembuhkan jasmani, tetapi juga membersihkan jiwa. Seperti Ibnu Sina dan Ahmad Dahlan, gunakan ilmu untuk menebar rahmat dan kemaslahatan semesta,” pungkasnya. (*)
