JAKARTA, MENARA62.COM – Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YNSB) bekerjasama dengan Aliansi Kebangsaan dan Forum Komunikasi Purnawirawan dan Putra-Putri TNI-Polri (FKPPI) akan meluncurkan buku Menggalang Ketahanan Nasional dengan Paradigma Pancasila pada Sabtu (7/3/2020). Buku setebal 270 halaman tersebut merupakan rangkuman dari Diskusi Panel Serial (DPS) sebanyak 40 kali pertemuan yang digelar sejak April 2017 hingga Desember 2018 dengan tema besar Menggalang Ketahanan Nasional untuk Menjamin Kelangsungan Hidup Bangsa.
“Ada 80 narasumber yang materinya kita rangkum dalam buku ini dengan narasumber yang berlatarbelakang dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan, dan pengalaman empirik, serta menampung pula buah pikiran aspiratif para pesertanya,” kata Pembina Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, Pontjo Sutowo pada konferensi pers bertema Hakekat Ancaman Nir-Militer, Partisipasi Masyarakat, dan Konstitusi, yang digelar Jumat (4/3/2020).
Baca Juga: 20 Bulan Mendiskusikan Ketahanan Nasional, Inilah Hasilnya
Pontjo yang juga Ketua Aliansi Kebangsaan menjelaskan bahwa tak ada kebenaran dalam ber-Indonesia kecuali dengan berpancasila. Jika Pancasila tidak dijadikan sumber ber-Indonesia, kita akan jauh dari cita-cita bernegara.
Menurutnya mengingatkan kembali pentingnya kedudukan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi sangat strategis menjelang ulang tahun Proklamasi Kemerdekaan ke-75.
Pontjo juga mengingatkan masa lalu, saat ini, dan yang akan datang pada hakekatnya merupakan proses perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang sifatnya berkesinambungan meskipun tidak selamanya berjalan linier. Sebaliknya, penuh dengan dinamika fluktuatif akibat pertarungan kepentingan subjektif berbagai bangsa/negara lain terhadap Indonesia maupun segala pergolakan internal kita beserta implikasinya, sebagai “residual problems” bangsa.
“Di sini, menghadirkan kembali Pancasila menjadi sangat penting demi kemerdekaan, keindonesiaan, kemakmuran, keadilan dan kemartabatan (5K) terealisasi di kehidupan kita. Tentu juga agar ketahanan, kedaulatan dan kemandirian berbangsa dan bernegara terasa kuat dan jaya,” lanjutnya.
Baca Juga: Perang Hibrida Berkembang, Indonesia Harus Perkuat Tanas
Pontjo mengatakan bahwa ancaman ketahanan nasional yang dihadapi Indonesia saat ini berbeda jauh dengan bentuk ancaman pada 75 tahun yang lalu. Tetapi sayangnya, bentuk pertahanan nasional yang dibangun sebagian besar masih terjebak dengan bentuk konflik militer.
“Bentuk tantangan yang dihadapi kita sekarang berbeda jauh, mulai dari artificial intelligent, big data dan connetictivitas,” jelas Ponjo.
Sementara itu, Prof. Dr. Laode Masihu Kamaludin, politikus yang pernah menjabat sebagai anggota MPR mengatakan sistem ketahanan nasional akan menjadi penentu seberapa lama Indonesia bisa bertahan. Majapahit bisa bertahan hingga 200 tahun, dan Kerajaan Sriwijaya juga 200 tahun.
Menurutnya ada tiga unsur yang menjadi penentu apakah sebuah negara akan runtuh atau tetap bertahan. Ketiganya yakni menyangkut miss manajemen (tata kelola negara yang salah), serangan atau ancaman dari luar dan masalah ketidakadilan.
“Pada abad pertengahan, masalah pemungutan pajak berlebihan telah menjadi pemicu runtuhnya banyak negara di dunia,” kata Prof Laode yang bertindak sebagai moderator tetap DPS Tanas.
Menurut Prof Laode, untuk menjadi negara yang besar, peran teknologi tidak bisa diabaikan. Negara-negara besar di dunia menempatkan inovasi sebagai basis dari pengembangan industry.
Baca Juga: Din: Persoalan Agama dan Pancasila Tidak Perlu Diungkit Lagi
“Tetapi Indonesia masih lebih kepada menjadi pembeli atau pengguna teknologi. Indikasinya, inovasi tidak banyak muncul pada industry kita,” katanya.
Karena itu, Prof Laode berharap buku Menggalang Ketahanan Nasional dengan paradigma Pancasila menjadi acuan bagi kita semua untuk kembali kepada cita-cita besar bangsa Indonesia. Cita-cita besar yang termaktub dalam lima butir sila Pancasila tersebut harus diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan sebaik-baiknya.
Turut hadir dalam jumpa pers tersebutWisnubroto, Ketua YNSB sekaligus Ketua Penyelenggara Diskusi Panel Serias Tanas, dan Nurrachman Oerip, Ketua SC DPS Tanas.
Buku yang diterbitkan oleh Kompas tersebut diharapkan menjadi sumber referensi bagi pemerintah, akademisi dan berbagai pihak yang membutuhkan informasi lengkap terkait ketahanan nasional Indonesia, sekaligus menjadi rujukan kebijakan pemerintah.