27.7 C
Jakarta

Haedar Nashir Akan Dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Sosiologi

Baca Juga:

Hari ini, Kamis (12/12/2019), Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiya Haedar Nashir akan dikukuhkan sebagai guru besar dalam bidang sosiologi di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). 
Ia akan mengangkat tema pidato Moderasi Indonesia dan Keindonesiaan. Acara pengukuhan guru besar Haedar Nashir akan dihadiri berbagai tokoh, diantaranya Jusuf Kalla, Buya Syafii Maarif, Malik Fadjar, dan tokoh lainnya, seperti dilansir situs Muhammadiyah.or.id.

Profil

Haedar, merupakan pria kelahiran 25 Februari 1958 di Desa Ciheulang, Ciparay, Bandung Selatan dari pasangan Haji Bahrudin dan ibu Hajah Endah binti Tahim. Haedar lahir dari keluara santri, ayahnya seorang Kyai (ajengan), serta sejak kecil mengenyam pendidikan agama sampai mengantarkannya ke Pondok Pesantren Cintawana Tasikmalaya. Selepas dari pesantren, Haedar melanjutkan pendidikan di SMP Muhammadiyah 3 Bandung dan SMAN 10 Bandung. Setamat dari SMA, Haedar merantau ke kota pelajar Yogyakarta, melanjutkan studi di STPMD APMD Yogyakarta.
Haedar masuk APMD karena ingin pulang ke Ciparay menjadi camat, untuk memajukan daerahnya. Ciparay, sering terisolasi secara politik sebagai dampak buruk dari DI/TII di wilayahnya Jawa Barat selatan.
Tahun 1984 lulus sarjana muda, kemudian kerja tahun 1987, lalu menyelesaikan S1 di APMD tahun 1991 sebagai lulusan terbaik.
Haedar tidak jadi pulang kampung dan menjadi camat, karena menikah dengan Siti Noordjannah Djohantini, aktivis Ikatan Pelajar Muhammadiyah asli kelahiran Yogyakarta. Inilah yang membuat dirinya betah menetap di kota ini sampai sekarang. Dari pernikahan dengan Siti Noordjannah, lahir Hilma Nadhifa Mujahidah dan Nuha Aulia Rahman, keduanya dokter lulusan UMY dan UGM.
Minatnya pada ilmu pengetahuan bidang Sosial mendorong untuk melanjutkan studi hingga meraih gelar Master tahun 1998 dan gelar Doktor tahun 2006 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang juga dengan predikat cumlaude.
Disertasi Haedar di UGM diterbitkan menjadi buku yang telah dua kali terbit, yakni Islam Syariat. Buku ini sulit disanggah. Referensinya sangat kaya dan metodologinya pun sangat kuat, kata Prof Dr Mahfud MD.  Prof Mahfud sampai menulis kolom khusus di majalah ternama tentang disertasi Haedar itu.

Organisasi

Sejak usia belia Haedar adalah sosok pemuda yang gemar berorganisasi. Ikatan Pelajar Muhammadiyah yang merupakan sayap organisasi otonom Muhammadiyah, adalah organisasi pelajar yang ditekuninya semenjak dari ranting sampai pimpinan pusat.
Selain aktif di organisasi, Haedar merupakan sosok yang rajin membaca dan menulis. Ketekunannya dalam dunia literasi, telah mengantarkannya menjadi seorang penulis prolific. Tebaran goresan penanya, banyak menghiasai rubrik-rubrik koran baik lokal maupun nasional.
Kepiawaian Haedar dalam menulis, sebagai buah dari kegemarannya membaca, semakin teraktualisasi ketika Haedar aktif di Majalah Suara Muhammadiyah, sebuah majalah terbitan Muhammadiyah yang dirintis oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan sejak tahun 1915. Majalah ini, keberadaannya masih eksis hingga kini, melampaui kurun satu abad. Karir di Suara Muhammadiyah, dijalaninya mulai dari menjadi juru ketik, wartawan, editor dan puncaknya menjadi pemimpin redaksi sampai sekarang.
Karir akademik Haedar dimulai ketika menjadi dosen di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tahun 1992, pada program studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, tahun 1992.
Disamping menjadi dosen, Haedar juga seorang intellectual cum activist penggerak Muhammadiyah. Jiwa kekaderan dan kepemimpinan Haedar semakin terpupuk ketika pada tahun 1985 mulai aktif di Badan Pembina kader Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang bertugas merancang, mendesain, dan menyiapkan pengkaderan pemimpin Muhammadiyah.
Pada Muktamar ke-45 tahun 2000 di Jakarta, Haedar terpilih menjadi anggota Pimpinan Pusat dan diberi amanah menjadi Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendampingi Prof Dr Ahmad Syafii Maarif. Ketika menjadi sekretaris umum, Haedar yang sudah sangat terlatih, piawai mengelola laju gerak Muhammadiyah sekaligus menjadi ideolog Muhammadiyah dengan karakter inklusifisme Islam.
Duet Syafii Maarif dan Haedar Nashir saling melengkapi dalam menjaga kapal besar Muhammadiyah ditengah situasi bangsa yang berubah dan penuh gejolak saat Reformasi 1998.
Ketika Buya Prof Dr Syafii Ma’arif mengakhiri masa tugasnya, Haedar Nashir masih terus melanjutkan kiprahnya di Muhammadiyah pada masa kepemimpinan Prof Dr Din Syamsudin menjadi ketua umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015. Pada Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar tahun 2015, Haedar diamanahi menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah sampai sekarang.
Kesibukan Haedar Nashir dalam mengurus Muhammadiyah, tidak menjadikan Haedar lupa dan melupakan tanggungjawab akademiknya sebagai dosen. Haedar tetap melaksanakan tugas catur dharma perguruan tinggi. Ia masih mengajar, memberi kuliah kepada mahasiswa, membimbing, menguji, melakukan riset, menulis jurnal internasional bereputasi dan pengabdian kepada masyarakat.

Komitmen

Hal ini terasa cukup istimewa ditengah kesibukan dalam menahkodai organisasi Islam modern terbesar di dunia saat ini. Tugas melayani masyarakat dari Sabang sampai Merauke, termasuk kunjungan ke pelosok-pelosok tanah air menyapa penggerak perubahan di grassroot, bahkan sampai ke panggung internasional ditunaikan penuh dedikasi bersamaan dengan tugas dan perannya sebagai seorang cendekiawan kampus tanpa kehilangan karakter intelektual organik.
Sebagai akademisi, Haedar Nashir terbilang sebagai penulis yang produktif, banyak karya tulisan yang diterbitkan baik berupa artikel lepas, buku utuh dan paper hasil penelitian. Hingga pada puncaknya, pada hari ini Doktor Haedar Nashir dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Sosiologi.
Dari deretan panjang karya dan sepak terjang Haedar, tergambar dengan jelas betapa kuat perhatian, komitmennya pada Islam dan keindonesiaan, yang semuanya bermuara pada moderasi yang autentik. Paham keislaman yang moderat, tengahan, damai dan toleran yang ditopang dengan kondisi sosial bangsa yang majemuk, menjadikan Haedar mempunyai pemikiran, sikap dan tindakan yang meletakkan moderasi sebagai sebuah jalan menuju kedamaian dan kemajuan berbangsa. Moderasi politik Haedar adalah menjaga bangsa dan merawat keberagaman Bersama.
Dalam konteks Moderasi, Haedar adalah sosok yang anti kekerasan, dirinya sangat sensitif jika menyaksikan kekerasan dalam bentuk apapun.
Dari karya-karya beliau tercermin pandangan keislaman dan keindonesiannya, yang merefleksikan pemikiran, sikap dan posisi Haedar sebagai seorang tokoh dan simbol dari Moderatisme Islam yang Berkemajuan.
Selamat.
- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!