27.7 C
Jakarta

Pasukan Irak Bunuh 22 Demonstran Pasca Pembakaran Konsulat Iran

Baca Juga:

BAGHDAD, MENARA62.COM — Pasukan keamanan Irak, menurut sumber medis, menembak mati 22 demonstran antipemerintah di kota Nassiriya, Kamis (28/11/2019). Otoritas keamanan Irak juga memberlakukan jam malam di Najaf, setelah para demonstran membakar konsulat Iran di sana.

Laman Arabnews.com melaporkan, pasukan keamanan menembaki pengunjuk rasa yang berkumpul di sebuah jembatan di Nassiriya sebelum fajar. Akibatnya, sekitar 22 tewas dan 180 lainnya terluka. Korban jiwa terbaru ini menambah daftar panjang demonstran tewas, yang sebelunya tercatat sekitar 350 orang.

Jam malam juga diberlakukan di Najaf setelah pengunjuk rasa menyerbu dan membakar konsulat Iran pada Rabu (27/11) malam. Bisnis dan kantor pemerintah tetap ditutup di kota itu, lapor media pemerintah.

“Pembakaran konsulat tadi malam adalah tindakan berani dan reaksi dari rakyat Irak – kami tidak menginginkan orang-orang Iran,” kata Ali, seorang pengunjuk rasa di Najaf. “Akan ada balas dendam dari Iran. Aku yakin, mereka masih di sini dan pasukan keamanan akan terus menembak kita.”

Seorang pengunjuk rasa yang menyaksikan pembakaran konsulat mengatakan pasukan keamanan melepaskan tembakan untuk mencoba menghentikannya. “Semua polisi anti huru hara di Najaf dan pasukan keamanan mulai menembaki kami, seolah-olah kami membakar Irak secara keseluruhan,” katanya.

Pihak berwenang membentuk “sel krisis” militer-sipil bersama untuk mencoba membendung kerusuhan. Sementara seorang komandan paramiliter berjanji untuk menggunakan kekuatan demi menghentikan serangan terhadap otoritas agama Muslim Syiah.

Pembakaran Konsulat Iran di Najaf, sebuah kota suci Syiah, meningkatkan kekerasan di Irak. Ini merupakan rankaian eskalasi setelah hampir dua bulan demonstrasi massa yang bertujuan menjatuhkan pemerintah yang dianggap korup dan didukung oleh Teheran. Bulan lalu, Konsulat Iran di Karbala, kota suci Syiah lainya, juga diserang demonstran.

Itu adalah ekspresi terkuat dari sentimen anti-Iran dari demonstran Irak. Mereka merasakan jurang yang lebar di antara elite politik yang sebagian besar didukung di Iran yang menimbulkan keputusasaan di kalangan rakyat Irak.

Ketidakmampuan pemerintah Irak dan kelas elite politiknya untuk menangani kerusuhan dan menjawab tuntutan pemrotes juga telah memicu kemarahan publik. Perdana Menteri (PM) Adel Abdul Mahdi telah menjanjikan reformasi pemilu dan anti-korupsi, tetapi pasukan keamanan telah dan terus menembak mati ratusan demonstran yang sebagian besar berlangsung damai di jalan-jalan Baghdad dan kota-kota selatan Irak.

Protes, yang dimulai di Baghdad pada 1 Oktober dan telah menyebar melalui kota-kota selatan, adalah tantangan paling kompleks yang dihadapi kelas penguasa. Penguasa yang didominasi Syiah dan terikat dengan pihak asing terutama Iran, telah mengendalikan lembaga-lembaga negara dan jaringan patronase sejak invasi pimpinan AS pada 2003 yang menggulingkan penguasa Sunni Saddam Hussein.

Ancaman Paramiliter

Pasukan Mobilisasi Populer (PMF), sebuah payung kelompok paramiliter yang merupakan faksi paling kuat dekat dengan Teheran, mengatakan, mengancam menggunakan kekuatan penuh untuk membendung serangan demontrans. Terutama, terhadap siapa pun yang mencoba menyerang ulama Syiah terkuat Irak, Ayatollah Al-Sistani, yang berbasis di Najaf.

“Kami akan memotong tangan siapa pun yang mencoba mendekati (Grand Ayatollah Ali) Al-Sistani,” kata Komandan PMF, Abu Mahdi Al-Muhandis, dalam sebuah pernyataannya di laman resmi PMF.

Pengamat mengatakan, peristiwa di Najaf kemungkinan akan membawa respon yang sulit, daripada mendorong pemerintah untuk memberlakukan reformasi. “Terlepas dari pernyataan biasa … pemerintah belum mengumumkan rencana apa pun (atau) memberikan penjelasan yang jelas tentang tindakan apa yang akan diambil . Inisiatif akan menjadi langka,” kata Dhiaa Al-Asadi, penasihat ulama populis yang kuat, Moqtada Al-Sadr.

 

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!