MAKASSAR, menara62.com – Menggendong bayi, tak membuat Mujahidah (25 tahun) merasa risih dan malu mengikuti Ujian Tesis dan Yudisium di Program Pascasarjana Unismuh Makassar. Mujahidah menyelesaikan S2 di Prodi Pendidikan Islam.
Keikutsertaan Mujahidah dalam Yudisium, sambal menggendong anak, diabadikan oleh salah seorang Dosen Pascasarjana Unismuh Dr Achmad AC, dan disebarluaskan melalui grup Whats App Unismuh. Foto tersebut menuai simpati dari segenap civitas akademika Unismuh Makassar.
Merespon foto yang beredar di grup, salah seorang dosen Mujahidah, Dr Abbas Baco Miro, menyebut bahwa Mujahidah adalah seorang penghafal Quran (hafizah) 30 juz.
Apresiasi terus berlanjut, penguji tesis Mujahidah Dr Ali Bakri menceritakan bahwa saat Ujian, Mujahidah sempat menyampaikan perjuangannya menyelesaikan kuliah.
“Mujahidah bilang, jika bukan atas dorongan dan nasihat pembimbing dan petunjuk Allah, saya tidak akan bisa sampai pada tahap ini. Ia menyampaikan itu dengan terisak, sembari menatap bayi yang sedang digendongnya. Kami yang ada di ruangan ujian saat itu ikut terharu dengan perjuangannya,” ujar Ali Bakri.
Perjuangan Mujahidah Meraih Mimpi
Saat diwawancarai beberapa waktu lalu, Mujahidah menceritakan perjuangannya mengikuti Ujian dan Yudisium di Program Pascasarjana Unismuh. Ia melahirkan anak ketiga, bernama Hanif Abdul Hadi, saat ia sedang mengurus berkas untuk Ujian Hasil.
Bayinya lahir dua pekan lebih cepat dari prediksi bidan. “Mungkin faktor saya jalan kesana kemari akhirnya lahir duluan. Waktu itu saya mau lengkapi persyaratan ujian hasil, jadi saya mengurus berkas dari gedung satu kegedung yang lain. Naik turun tangga pasca, lalu ke gedung iqra. Dari gedung Iqra, saya naik lagi ke lantai 2 perpustakaan untuk uji turnitin. Sampai di sana ternyata pembayaran harus via bank. Ini kejadian sehari sebelum lahiran,” kenang Mujahidah sembari tersenyum.
Tapi Mujahidah tidak menyalahkan dosen dan staf pascasarjana, sebab ia memang tidak pernah mengumukan kehamilannya. Jilbab besar yang ia kenakan, juga menutupi kehamilannya. “Jadi mereka bukannya tega melihat saya kesana kemari dengan perut besar, tetapi mereka memang benar-benar tidak tahu, kalau saya sedang hamil,” tutur perempuan kelahiran Kolaka, 5 Februari 1997 ini.
Ia ingin menikmati masa-masa sibuk akhir kuliah S2. “Saya tahu persis, kalau dosen pembimbing saya tahu kalau saya hamil, maka semua akan dipermudah. Lalu apa kenangan yang akan saya kisahkan nanti ke anak-anak saya?” jelas alumni S1 Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) ini
Dua hari setelah melahirkan, Mujahidah kembali ke kampus melanjutkan pengurusan berkas ujiannya. Setelah berkasnya selesai, ia dijadwalkan ujian sebulan kemudian.
“Pada hari ujian, ipar saya ada kesibukan lain, jadi tidak bisa menjaga bayi saya. Jadilah saya harus membawanya ke kampus, awalnya saya khawatir jika tidak ada yang bisa pegang saat saya naik ujian. Tapi alhamdulillah kembali Allah menolong dengan tawaran seorang teman, dia bersedia akan menggendong bayi saya selama saya ujian,” ungkap istri Farhan Rezki Arifin MSi itu.
Mujahidah melanjutkan, saat ujian tutup berakhir dan dosen penguji memberi ucapan selamat atas gelar magister, ia mengaku menangis haru.
“Saya sempat menangis tersedu-sedu, mengingat kebaikan Allah kepada saya, karena atas pertolongan-Nya saya bisa sampai di titik ini. Walau orang melihat saya begitu rempong, karena kemana-mana urus segala sesuatu dengan menggendong atau menggandeng anak kedua saya,” ujarnya.
Secara khusus, ia berterima kasih kepada Dr Abbas Baco Miro. “Atas wasilah beliau saya dapat merasakan nikmatnya duduk di jenjang S2 tanpa begitu banyak tagihan saat masuk semester baru.
Ia juga mengapresiasi Kaprodi dan semua dosen Magister Pendidikan Islam. “Khusus Pak Kaprodi, Bapak Dr Rusli Malli, yang sekaligus sebagai pembimbing saya. Beliau selalu mengarahkan dalam menulis tesis, mau meluangkan waktunya untuk saya yang hampir setiap pekan berkonsultasi tesis. Demikian pula Bapak Dr Aziz Muslimin, selalu ada ide dan saran baru yang didapatkan ketika kami berdiskusi dengan beliau,” ujarnya.
Kesuksesan Mujahidah menyelesaikan S2, juga banyak terbantu dengan dukungan keluarga. “Dukungan suami yang tak terbatas, anak-anak saya yang begitu sabar menemani saya. Dukungan orang tua dan mertua. Terakhir saya juga berterimakasih pada diri saya sendiri yang tetap bertahan dalam segala suka duka dalam proses meraih gelar MPd ini,” pungkasnya.
Pesan Mujahidah
Bagi Mujahidah, status menikah dan memiliki anak bukan alasan yang menghalangi proses untuk terus menuntut ilmu dan melanjutkan kuliah. “Selain kasih sayang dan nafkah, anak juga membutuhkan orang tua cerdas yang bisa mengarahkan mereka. Mari memulai memperbaiki kualitas keturunan dengan diawali dari diri sendiri,” ujarnya, saat diwawancarai, Jumat 30 September 2022.
Menurutnya, hal mendasar yang perlu ditekankan dalam menjalankan aktivitas apapun adalah niat dan tekad. “Pada dasarnya kita mampu menyelesaikan pendidikan apapun kesibukan kita, ketika kita sejak awal berazzam akan menyelesaikan pendidikan ini,” jelasnya.
Ia memberi motivasi kepada kaumnya, “jangan menjadi perempuan malas yang selalu ingin rebahan. Ingatlah nasihat orang terdahulu, barangsiapa yang tidak ingin merasakan lelahnya menuntut ilmu, ia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya.”
Terakhir, ia mengajak kaum perempuan memilih Unismuh sebagai pilihan menuntut ilmu. Selain dosen-dosennya yang berkualitas, kata Mujahidah, Unismuh juga merupakan kampus ramah anak.
“Keramahan itu bisa saya rasakan di detik-detik terakhir saat penyelesaian tesis. Tidak ada yang mempermasalahkan saya membawa anak, bahkan Ketika saya membawa anak kedua saya ke kampus, seringkali kami mendapat kantongan yang ditenteng pulang, karena ada dosen yang memberikan konsumsinya ke anak saya. Masya Allah, semoga dosen-dosen kami senantiasa diberi kesehatan,” tutup Mujahidah.