25 C
Jakarta

Faktor Eksternal, Penyebab Dominan Disharmoni Kerukunan Kehidupan Beragama

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM—Faktor eksternal, menjadi penyebab dominan disharmoni kerukunan kehidupan beragama. Itu sebabnya, pemerintah harus mau bekerja untuk melakukan aksi nyata untuk mendorong perdamaian di Timur Tengah. Apalagi, Indonesia mempunyai pengaruh yang cukup disegani di negara-negara Timur Tengah, karena dianggap tidak punya kepentingan.

“Sayangnya, yang dilakukan pemerintah saat ini belum berkelanjutan. Indonesia harus mau untuk melibatkan diri dalam perdamian Timur Tengah. Pemerintah perlu bangun infrastruktur perdamian di Timur Tengah, jadi bukan sekedar infrastruktur fisik di dalam negeri. Selama di sana masih bergejolak, selama itu pula akan ada panggilan terhadap warga Indonesia untuk ikut, baik laki-laki maupun perempuan, termasuk anak-anak,” ujar Prof Azyumardi Azra, guru besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dalam pengajian bulanan PP Muhammadiyah di Jakarta, Jumat (7/1/2017).

Menurut Azyumardi, pengaruh transnasional bukan saja menimbulkan masalah antar agama, tetapi juga bahkan menimbulkan permusuhan internal Muslim sendiri.

“Namun, jangan lupa dinamika politik juga bisa menyebabkan ketegangan, disamping yang tidak kalah pentingnya adalah kesenjangan ekonomi yang terjadi di Indonesia juga bisa menjadi pemicu ketegangan,” ujarnya.

Prof Syafiq A Mughni, salah satu Ketua PP Muhammadiyah yang sekaligus guru besar Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya mengungkapkan, kerukunan itu dapat dilihat dalam beragam dimensi. Dimensi global saat ini, dunia saling terhubung dan saling mempengaruhi. “Jadi tidak bisa sama sekali terasing dari pengaruh luar itu. Hanya saja, dalam pengaruh transnasionalisme itu, dapat dipilih mana yang bermanfaat untuk masyarakat,” ujarnya.

Tentang kondisi yang terjadi di masyarakat sendiri, menurut Syafiq Mughni, ketegangan itu tidak hanya Muslim yang mengalaminya, tetapi juga pemeluk agama lain.

“Kekerasan, konflik juga terjadi di agama lain,” ujarnya.

Apa yang harus dilakukan, menurut Syafiq, perlu mendirikan pemahaman ajaran Islam yang benar. Meskipun, diakuinya, Islam yang benar ini terkadang juga menimbulkan perdebatan. “Namun kita harus punya keyakinan, bahwa Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam semesta, punya kepatuhan pada Allah, itulah yang jadi pegangan. Berislam, janganlah keterlaluan. Janganlah terlalu longgar, ataupun terlalu ketat,” ujarnya.

Menurut Syafiq, umat Islam, harus mau menjadikan pemahaman Islam yang tengah, tidak terjebak pada huluisme yang masing-masing ketat memegang sisi ekstremnya. “Kita perlu memperluas dan memperkokoh porsi perhatian kita pada persamaan,” ujar Syafiq yang menambahkan bahwa prinsip humanitarian seperti yang dipergunakan ketika menolong orang perlu diterapkan.

“Untuk membantu orang yang terkena musibah, tidak boleh membedakan afiliasi politik, etnisitas maupun agama. Maka, upaya yang mendukung gerakan seperti ini harus diperbesar,” ujarnya.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!