31.4 C
Jakarta

Rayakan Milad ke-55 SD Muhammadiyah Palur dengan Kisah Inspiratif Para Pendiri

Baca Juga:

SUKOHARJO, MENARA62.COM – Dalam rangka memperingati Milad ke-55, SD Muhammadiyah Palur mengangkat sebuah kisah inspiratif bertema “Mewariskan Perjuangan” sebagai edisi ke-20 dari seri Kisah Hikmah Spesial. Sekolah dasar berbasis Islam yang didirikan pada tahun 1970 ini merupakan amal usaha Muhammadiyah pertama di Desa Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo.

 

Sekolah ini lahir dari keprihatinan para tokoh Muhammadiyah Ranting Palur atas minimnya pendidikan agama dan terbatasnya akses sekolah bagi anak-anak di masa itu. Dengan tekad kuat, mereka mendirikan sekolah yang awalnya hanya berstruktur bangunan dari anyaman bambu. Kini, SD Muhammadiyah Palur telah menjelma menjadi bangunan tiga lantai yang menjadi kebanggaan masyarakat setempat.

 

Letaknya yang berada di belakang Masjid Kotta Timoer menjadikan sekolah ini dikenal masyarakat sebagai “sekolah masjid.” Hubungan erat antara sekolah dan masjid ini juga mencerminkan sejarah panjang perjuangan Muhammadiyah di Palur, yang dimulai oleh seorang tokoh bernama Jalal Suyuti. Bersama tiga rekannya—Sastro Slamet, Muhammad Sholeh, dan Qosim—mereka membangun pondasi awal gerakan Muhammadiyah di daerah ini.

 

Salah satu tokoh penerus perjuangan itu adalah Koesroni Aris Sudibyo, yang diasuh oleh Jalal Suyuti sejak kecil. Koesroni tumbuh sebagai pemuda yang disiplin dan tegas. Ia berkarier sebagai pegawai Departemen Penerangan Kabupaten Karanganyar, namun juga dikenal sebagai Ketua Ranting Muhammadiyah Palur sekaligus takmir Masjid Kotta Timoer.

 

Putrinya, Endang Retnowati, mengenang sang ayah sebagai sosok penyayang yang gemar mengajak anak-anak berdakwah, bahkan sejak usia dini. Dalam ceritanya, ia menyebut ayahnya sebagai pemimpin yang mengedepankan dialog, bukan perintah searah. Koesroni dikenal pula sebagai tokoh yang karismatik dan mampu merangkul berbagai pihak, meski secara ekonomi hidup sederhana.

 

Komitmennya terhadap pendidikan tercermin dari keputusannya memindahkan anak-anaknya, termasuk Endang, dari sekolah negeri ke SD Muhammadiyah Palur sebagai bentuk dukungan langsung terhadap amal usaha Muhammadiyah. Bahkan, guru-guru awal sekolah ini sebagian besar didatangkan dari luar desa seperti Blimbing, Wonorejo.

 

Di masa pensiun, Koesroni tetap aktif menjaga kualitas sekolah. Ia bahkan pernah menolak penempatan guru yang tidak disiplin dan menentang rencana relokasi Masjid Kotta Timoer oleh pemerintah setempat. Baginya, masjid tersebut memiliki nilai sejarah dan fungsi penting sebagai tempat ibadah para musafir.

 

Koesroni wafat dalam usia 76 tahun, bertepatan dengan pelaksanaan salat Jumat di masjid yang selama puluhan tahun ia rawat. Kepergiannya meninggalkan jejak perjuangan yang dalam bagi keluarga dan warga Muhammadiyah Palur.

 

Kisah ini menjadi pengingat bahwa perjuangan para pendahulu tidak boleh terputus. Semangat untuk menjaga nilai keislaman dan membangun pendidikan yang berkualitas harus terus diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan semangat fastabiqul khairat dan karakter SOLID (Sinergi, Optimis, Loyal, Integritas, Dedikasi), SD Muhammadiyah Palur terus meneguhkan perannya mencerdaskan anak bangsa. (*)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!