JAKARTA, MENARA62.COM– Kekerasan terhadap perempuan bukan hanya terjadi di situasi normal sebelum pandemi Covid-19 terjadi. Di tengah pendemi yang sudah memasuki bulan ke delapan ini, kekerasan berbasis gender justeru mengalami peningkatan yang pesat terutama dalam hal layanan kesehatan.
Menurut study yang dilakukan oleh United Nations Fund for Population (UNFPA) selama pandemi, dalam resiko normal kematian ibu melahirkan dan peningkatan kebutuhan KB yang tidak terpenuhi meningkat 20%, sedangkan dalam keadaan terburuknya, akan diperkirakan meningkat hingga 50%.
“Pandemi memperparah ketidaksetaraan gender dan meningkatkan kerentanan perempuan dan anak perempuan terhadap kekerasan berbasis gender termasuk eksploitasi dan penganiayaan seksual,” ujar Dr Melania Hidayat sebagai wakil UNFPA dalam webinar Pelibatan Tokoh Agama dan Masyarakat Dalam Proteksi dan Promosi KB, Kespro dan Gender di Masa Pandemi Covid-19 Rabu, (21/10).
Diakui Melania, selama pandemi layanan-layanan kesehatan dipersulit kerena seluruh sistem dan tenaga kesehatan dialihkan kepada penanganan Covid, hal inilah yang menyebabkan pelayanan reproduksi, pasokan alat kontrasepsi (KB), dan perlengkapan essensial ibu dan anak lainnya terlupakan.
Gangguan ketersediaan ini mengakibatkan resiko peningkatan kehamilan yang tidak direncanakan. Studi UNFPA memperkirakan jika pembatasan sosial dilakukan selama 6 bulan, maka akan terjadi 47 juta perempuan dinegara pendapatan rendah dan menengah tidak bisa mengakses kontrasepsi modern dan diperkirakan ada resiko 7 juta kehamilan yang tidak diinginkan dan 31 juta kasus kekerasan berbasis gender.
Untuk mengatasi hal ini, menurut Melania organisasi dan pemuka agama sangat berperan penting, yaitu dengan menyampaikan pesan-pesan positif dan mengajak masyarakat untuk peduli dan berempati terhadap kondisi dan kebutuhan perempuan. Menurut survei, pemuka agama paling efektif dan paling berhasil dalam mempromosikan program KB dibantu kerja sama dengan BKKBN.