JEPARA, MENARA62.COM – Partisipasi tim relawan ‘Aisyiyah yang tergabung dalam LLHPB ‘Aisyiyah (Lembaga Lingkungan Hidup Penanggulangan Bencana), seluruh potensi, energi, pikiran, distribusinya bisa digerakkan di semua sektor kebencanaan, namun tentunya ada batas-batasnya sesuai kodrat yang dianugerahkan Allah SWT, sebagai perempuan dalam berkiprah pada persyarikatan.
Mengacu pada Peraturan Kepala BNPB Nomor 17 Tahun 2011 tentang Pedoman Relawan Penanggulangan Bencana bahwa relawan perlu memiliki kecakapan/ketrampilan khusus yang dibutuhkan dalam penanggulangan bencana.
Terdapat 26 kualifikasi kecakapan yang harus dimiliki oleh relawan, diantaranya adalah Pencarian dan penyelamatan atau yang lebih dikenal dengan istilah SAR (Search And Resque) yaitu suatu usaha untuk melakukan pencarian, pertolongan dan penyelamatan dalam keadaan darurat.
Dalam kegiatan ber LLHPB, para ibu aiyiyah dibekali pula dengan ilmu penyelamatan diri dalam air, juga lebih familiar dikenal dengan istilah Water Rescue.
Terinspirasi dari kegiatan ultimate (penyelamatan diri dalam air) yaitu belajar mengapung pada anak-anak SD di Jepang, sehingga pada waktu tsunami, selamat.
Demikian juga kegiatan water rescue di LLHPB ‘Aisyiyah, belajar berenang sebagai upaya , minimal bisa menyelamatkan diri sendiri, sesuai slogannya Aisyiyah Siap Untuk Selamat.
Ada banyak hikmah perempuan ‘Aisyiyah belajar berenang, selain untuk keselamatan diri, minimal menolong dirinya sendiri, juga renang salah satu olah raga yang sangat bermanfaat bagi pencegahan penyakit diantaranya syaraf terjepit.
Selain menyehatkan badan, berenang juga dianjurkan Rasulullah. Dari Jabir bin Abdillah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda,: “Segala sesuatu yang di dalamnya tidak mengandung dzikrullah merupakan perbuatan sia-sia, senda gurau, dan permainan, kecuali empat (perkara), yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang.” (HR. An-Nasa’i).
Apabila diperhatikan teks hadits di atas, Rasulullah SAW menyebutkan bahwa mengajarkan renang bukan termasuk perbuatan yang sia-sia, sebagaimana beberapa perbuatan lainnya. Hanya, Rasulullah Saw tidak secara langsung memerintahkan, apalagi mencontohkan dalam bentuk perbuatan.
( Deny Ana I’tikafia)