PALU – Pasca gempa dan tsunami yang menghantam sebagian wilayah Sulawesi Tengah, aktivitas kegiatan belajar-mengajar di sekolah di Kota Palu, hingga kini belum berjalan normal. Seperti dilaporkan oleh kantor berita Antara, jumlah siswa yang datang ke sekolah masih sedikit.
Di Sekolah Dasar (SD) Tatura II dan SD Tatura III di bilangan jalan I Gusti Ngurah Rai, Kecamatan Palu Selatan, siswa yang hadir tidak sampai 10 orang.
“Bagaimana mau belajar pak, jika murid yang datang saja tidak sampai 10 orang,” kata Kepala Sekolah SD Inpres II Tatura, Nirwana Novitasari.
Ia mengatakan jumlah murid ada sekitar 300 orang, namun yang datang ke sekolah tidak sampai 10 orang.
Memang belum belajar, tetapi siswa yang datang diberi motivasi dan semangat agar mereka tetap tabah dan mau sekolah lagi. “Kita tidak paksakan mereka untuk belajar normal seperti biasa, sebab pasca gempa dan tsunami membuat orang termasuk anak-anak trauma berat dan perlu pemulihan.
Menurut dia, yang penting mereka mau datang ke sekolah dulu. Soal belajar nanti setelah kondisi anak-anak sudah baik, baru proses belajar-mengajar dilakukan.
Suasana sama juga terlihat di SD Inpres II dan SD Inpres VI Lolu, kecamatan Palu Timur. Di dua sekolah itu juga belum ada aktivitas belajar-mengajar.
Guru dan murid yang datang hanya bersih-bersih dan setelah itu diperkenankan untuk pulang. “Kita maklumi dengan kondisi seperti ini, sebab banyak murid yang mengungsi bersama orangtua saat gempa dan tsunami menghajar Kota Palu dan beberapa kabupaten lainnya di Provinsi Sulteng yang menelan korban ribuan jiwa dan memporak-porandakan bangunan rumah, fasilitas pemerintah, infrastruktur jalan, jembatan, listrik dan telekomunikasi.
Bencana alam tersebut mengakibatkan perekonomian di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala terpuruk dan butuh waktu cukup lama untuk bisa bangkit kembali.
Basri, seorang guru di SD Inpres VI Lolu, membenarkan sudah sepekan terakhir ini, sekolah sudah dibuka kembali, tetapi belum ada kegiatan belajar mengajar, sebab murid yang datang hanya sedikit. Memang butuh waktu lama, sebab anak-anak pasti belum mau sekolah karena masih trauma.
Dia juga mengatakan kemungkinan besar proses belajar mengajar akan dilakukan sementara di tenda halaman sekolah. “Kita masih tunggu tenda dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk sekolah-sekolah,” kata dia.
Kalau belajar dan mengajar di tenda mungkin akan lebih maksimal, karena anak-anak dipastikan enggan belajar di kelas, meski bangunan sekolah tidak rusak, katanya.