JAKARTA, MENARA62.COM– Kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta JKN menjadi sorotan ditengah ancaman defisit anggaran BPJS Kesehatan yang berlangsung terus menerus dalam tiga tahun pelaksanaan program JKN-KIS. Dengan kondisi keuangan BPJS Kesehatan yang morat-marit dimana total defisit anggaran mencapai Rp 18,86 triliun, dikhawatirkan berpengaruh besar pada kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta JKN.
“Kita semua tahu, banyak keluhan dari peserta JKN yang berlangsung sejak awal program ini digulirkan oleh pemerintah dan hingga saat ini belum semuanya bisa diatasi,” papar dr Noor Arida Sofiana MBA, Ketua Bidang JKN Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) di sela diskusi publik bertema Defisit Dana JKN, Ancaman Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan dan Keberlangsungan Program JKN, Rabu (26/04/2017).
Beberapa keluhan peserta JKN diantaranya pasien harus antre berjam-jam hanya untuk tatap muka 4 menit dengan dokter, pasien dipaksa bolak balik ke rumah sakit karena kebutuhan obat satu bulan diberikan hanya untuk 7 hari. Selain itu banyak pasien diinapkan di rumah sakit karena biaya rawat jalan yang terlampau kecil nilainya.
IDI kata dr Noor juga mencatat adanya beban dokter yang cukup berat dimana dalam satu hari seorang dokter harus melayani 100- 200 pasien. Dengan situasi demikian maka tentu saja dokter kurang maksimal dalam melayani pasien.
Pada situasi dimana dokter menemukan plafon biaya paket sudah habis, pasien terpaksa dirujuk ke rumah sakit. Ini tentu membawa konsekuensi pembengkakan biaya.
“Untuk mencari rumah sakit rujukan bukan masalah mudah. Karena ICU, NICU, PICU sangat susah dimana rumah sakit tidak mau rugi akibat standar pembiayaan yang berlaku sangat rendah,” lanjutnya.
Dr Noor mengakui dalam kondisi BPJS Kesehatan mengalami defisit anggaran terus menerus, bisa jadi persoalan pelayanan kesehatan kepada peserta JKN termasuk kepada dokter dan rumah sakit kini menjadi taruhan. Apakah dengan kondisi keuangan seperti sekarang ini, program JKN akan bisa ditingkatkan kualitasnya.
Menurut Noor, penting bagi pemerintah untuk segera mencari solusi atas defisit anggaran BPJS Kesehatan. Bisa dengan menaikkan tarif premi peserta, atau mencari sumber pendanaan lain seperti melibatkan pemda dalam sharing anggaran, mempercepat mekanisme CoB dengan asuransi komersiil, pengalihan alokasi subsidi BBM untuk program JKN, pengalihan dana cukai rokok untuk JKN, dan menaikkan cukai rokok sebagai sumber pendanaan JKN.
Bisa juga dengan cara mengurangi beban atau benefit pelayanan. Misalnya diterapkan iur biaya terkendali bagi peserta non PBI, tidak menanggung semua penanganan penyakit seperti penyakit yang menimbulkan katastropik (ada iur biaya) dan mengeluarkan penyakit yang diakibatkan oleh rokok dari benefit JKN.