WASHINGTON, MENARA62.COM – Cina tidak saja dikenal getol mengintimidasi Muslim Uighur. Komite internasional untuk Perlindungan Para Jurnalis (CPJ) mengungkapkan rekor lain Cina, yaitu dari sedikitnya 250 wartawan yang dipenjara di seluruh dunia, sebagian besar ditahan oleh pemerintahan komunis Negeri Tirai Bambu yang otoriter dan menindas kebebasan pers itu.
Kelompok pengawas kebebasan pers tersebut menghitung setidaknya 48 wartawan dipenjara di Cina sejak 2018 ketika Presiden Xi Jinping meningkatkan upaya mengendalikan media. Angka itu menempatkan Cina di depan Turki, yang memiliki 47 jurnalis yang dipenjara — sebagai jumlah terbesar selama tiga tahun sebelumnya.
“Banyak dari mereka yang dipenjara menghadapi tuduhan ‘anti-negara’ atau memproduksi ‘berita palsu’ (hoax),” bunyi laporan CPJ yang berbasis di New York, Amerika Serikat (AS), Rabu (11/12/2019).
Secara global, jumlah yang dituduh dengan ‘berita palsu’ naik menjadi 30 dibandingkan dengan 28 tahun lalu. Tuduhan ini paling sering digunakan di Mesir tetapi juga ditujukan kepada wartawan di Rusia dan Singapura.
Dalam laporannya, CPJ juga menyebut Turki, Arab Saudi, Mesir, Eritrea, Vietnam, dan Iran ikut memenjarakan jurnalis di negaranya. Disebutkan, situasi di Turki, yang telah memenjarakan 68 jurnalis tahun lalu, tidak benar-benar ada perbaikan, tetapi “mencerminkan upaya yang berhasil oleh pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan untuk membasmi pelaporan dan kritik independen”.
CPJ mengatakan pemerintah Turki telah menutup lebih dari 100 kanal berita dan mengajukan tuduhan terkait teror terhadap banyak staf mereka. Hal ini membuat banyak wartawan keluar dari pekerjaan.
“Puluhan jurnalis yang saat ini tidak dipenjara di Turki masih menghadapi persidangan atau banding dan masih bisa dijatuhi hukuman penjara. Sementara yang lain telah dihukum in absentia dan menghadapi penangkapan jika mereka kembali ke negara itu,” kata CPJ.
Situasi Timur Tengah
Laporan itu mengatakan otoriterisme, ketidakstabilan, dan protes di Timur Tengah menyebabkan peningkatan jumlah jurnalis yang dikurung di kawasan itu. Arab Saudi ditempatkan setara dengan Mesir sebagai sipir penjara terburuk ketiga di dunia bagi jurnalis, masing-masing dengan 26 orang yang dipenjara.
Di Arab Saudi, tidak ada tuduhan yang diungkapkan terhadap 18 jurnalis di balik jeruji besi. CPJ menyatakan keprihatinan atas laporan “pemukulan, pembakaran, dan kelaparan tahanan politik, termasuk empat wartawan” di sana.
Beberapa penangkapan di Mesir terjadi menjelang protes terhadap korupsi pada September 2019. Ini mencakup seruan agar Presiden Abdel Fattah El-Sisi mengundurkan diri.
Para pegiat mengatakan total global 250 tetap sangat tinggi walaupun sedikit di bawah 255 yang dihitung pada 2018 dan rekor 273 pada 2016. “CPJ percaya bahwa jurnalis tidak boleh dipenjara karena melakukan pekerjaan mereka,” kata kelompok itu dalam laporannya, sambil mengutip kasus jurnalis lepas Tiongkok Sophia Huang Xueqin, yang ditangkap pada Oktober 2019 setelah menulis tentang berbaris dengan demonstran pro-demokrasi di Hong Kong.
Laporan itu juga menyoroti kasus wartawan ekonomi Mesir Mohammad Mosaed. Ia ditahan setelah tweeting saat penutupan internet oleh pemerintah untuk menekan berita protes terhadap harga bahan bakar yang tinggi.