33.3 C
Jakarta

Demokrasi Dibajak Sesajen Politik

Baca Juga:

BANDUNG, MENARA62.COM –Proses demokrasi yang berlangsung di Indonesia sangat mahal dan tersentralisasi pada kepentingan elit, Ketua Umum Partai, bukan berorientasi kepada kepentingan rakyat.

“Tak ada demokrasi, otoritas Ketua Umum menihilkan pimpinan di tingkat bawah. Partai adalah lembaga paling otoriter. Selain perlu restu, sesajen atau mahar untuk menentukan pilihan siapa calon kepala daerah, adalah hal yang harus  selalu diberikan. Akibatnya terjadilah transaksi dengan pihak ketiga, bandar politik. Demokrasi pun akhirnya dibajak oleh sesajen politik, melahirkan oligarki,” tegas Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat M Rizal Fadillah saat memberikan orientasi pada Madrasah Kebangsaan Angkatan Tiga Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat, Sabtu malam (17/6/2107).

Oleh karena itu, menurut Rizal, di kalangan tokoh Muhammadiyah tengah diwacanakan agar Muhammadiyah berperan membangun dakwah struktural yang lebih kuat. Meminjam istilah Prof Bahtiar Effendy, harus dibangun amal usaha politik Muhammadiyah,  mendorong agar masyarakat semakin kuat dan mandiri. “Budaya politik kolektif merupakan salah satu perwujudan dakwah amar ma’ruf nahyi munkar. Umat dipandang sebagai entitas politik yang kuat,” tegasnya.

Rizal Fadillah pun mendesak agar partai politik membersihkan diri, membingkai gerakannya dengan moralitas. “Lihat konfigurasi dana APBN untuk parpol dan ormas, sangat tidak adil. Sudah ada dana partai, sekarang sedang dipersiapkan dana saksi untuk parpol, bahkan ada penambahan alokasi kursi untuk DPR. Sementara dana untuk ormas, kecil dan susah untuk cair. Sungguh sangat tidak adil bukan?” sindirnya.

Sejak awal berdirinya, lanjut Rizal, Muhammadiyah tidak pernah absen dalam pergulatan politik kebangsaan dan kenegaraan. “Muhammadiyah bukan partai politik, tapi sebagai entitas politik yang memiliki kekuatan mempengaruhi kebijakan politik negara atau daerah,” tegasnya.

Wakaf Politik

Di tempat sama, Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat Iu Rusliana mengingatkan agar semua kader muda untuk mempersiapkan diri terjun ke area politik kebangsaan. Politik jangan dipahami sebagai area kotor khusus bagi orang yang punya duit.  “Bisa di parpol, bisa di pengawasan, penyelenggaraan, pemantauan, atau berbagai posisi kepemimpinan publik. Jangan biarkan parpol dan lembaga publik dikuasai oleh orang jahat, orang baik harus berpolitik. Jadikan politik sebagai ekspresi kesalehan publik,” tegasnya.

Kontribusi politik para kader muda itu, lanjut Iu Rusliana, merupakan wakaf politik yang bernilai jangka panjang. “Jangan anti politik. Kalau kita memilih dengan kritis, memilih pigur yang peduli umat, maka kita sedang berwakaf, wakaf politik, karena nilainya abadi, akan dirasakan anak cucu kita. Apa yang kita rasakan saat ini kan hasil dari kebijakan lama, era pemerintahan sebelumnya. Kalau kita jadi wakil rakyat, penyelenggara pemilu atau komisioner, melakukan kebijakan pro rakyat, bukankah itu warisan kebaikan untuk generasi mendatang,” jelas tokoh muda Jawa Barat tersebut.

Iu Rusliana pun mengingatkan bahwa sikap apatis, budaya pragmatis wani piro, menjual suara dengan murah, adalah sikap jahat, mewariskan kerusakan bagi anak cucu nanti. “Hukum yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara ini kan dibuat para politisi di parlemen. Sementara kita memilih mereka, lalu mereka bertindak seenaknya, sesuai hawa nafsu mereka. Lihat korupsi yang merajalela, kekayaan alam ini sudah dikuasai asing dengan segelintir orang yang tidak adil. Ketika kita memilih mereka, sesungguhnya kita tengah andil menciptakan kerusakan terjadi di negeri ini,” jelasnya.

 

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!