YOGYAKARTA — Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta menjadi tuan rumah Forum Group Discussion Forum Rektor Indonesia (FGD FRI). FGD FRI yang akan dilaksanakan Kamis (24/8/2017), akan membahas tentang membumikan ekonomi Pancasila yang berkeadilan.
Dijelaskan Prof Edy Suandi Hamid, Ketua Kelompok Kerja Ekonomi Pancasila FRI topik ekonomi Pancasila menarik dibahas dalam FGD FRI. Sebab Pancasila yang menjadi dasar negara belum terimplementasikan dengan baik. Sehingga masih banyak ketimpangan ekonomi di masyarakat.
“Ekonomi Pancasila itu harus berketuhanan, berkemanusian, berkerakyatan, dan berkeadilan. Tetapi kenyataanya, di masyarakat masih tinggi tingkat ketimpangannya,” kata Edy Suandi Hamid kepada wartawan di Yogyakarta, Selasa (22/8/2017).
Selama ini, kata Edy, ekonomi Pancasila masih sebatas menjadi jargon politik dan masih jauh dari implementasi. Karena ekonomi Pancasila belum digunakan secara benar sebagai landasan untuk membuat kebijakan.
Kini ekonomi Pancasila sudah menjadi mindset pemerintah dalam membangun perekonomian. Karena itu, FGD FRI ini diharapkan bisa menghasilkan rekomendasi yang bisa menjadi masukan bagi akademisi. “Tujuannya, kita memberikan imbauan terhadap perguruan tinggi untuk mengajarkan ekonomi Pancasila kepada mahasiswa,” katanya.
Edy mencontohkan Eropa Barat memiliki ideologi kapitalis, maka sistem ekonomi yang diterapkan adalah kapitalis. Sedang Cina memiliki ideologi komunis, maka sistem ekonomi yang diterapkan sosialis. “Indonesia yang memiliki dasar negara Pancasila tidak cocok menerapkan kapitalis maupun sosialis. Cocoknya sistem ekonomi Pancasila,” tandasnya.
Sementara Rektor UAD, Dr H Kasiyarno MHum mengungkapkan sebetulnya ekonomi Pancasila sudah menjadi mata kuliah wajib bagi mahasiswa. Namun masih perlu dikaji apakah silabus dari mata kuliah ekonomi Pancasila di perguruan tinggi masih sama dengan yang diajarkan di Sekolah Menengah Atas (SMA).
Hasil FGD FRI diharapkan bisa merumuskan formulasi ekonomi Pancasila sehingga bisa dimasukkan dalam silabus. “Sehingga Pancasila tidak hanya normatif tetapi implementatif,” kata Kasiyarno.