32.2 C
Jakarta

Dialog Pers : Wartawan Jangan Berdebat di Media Sosial

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM—Media arus utama atau mainstream media harus menjaga marwahnya sehingga dapat menjadi sumber berita dan referensi tepercaya. Media arus utama jangan terjebak pada kepentingan politik tertentu atau berpihak pada arahan pemilik modal.

Media arus utama semestinya netral dan mengabdi pada kepentingan publik dan menaati kode etik jurnalistik dan undang-undang pers. Demikian disampaikan Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Prof. Dr. Ibnu Hamad dalam Dialog Pers Memerangi Hoax dan Menangkal Penyalahgunaan Medsos yang berlangsung di Auditorium Gedung Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Jakarta, hari ini, Selasa (21/2). Dialog yang dihadiri kalangan wartawan dari berbagai media massa ini diselenggarakan untuk memaknai Hari Pers Nasional 2017.

Ibnu meminta, para wartawan yang bekerja di media arus utama tidak ikut-ikutan larut berdebat di media sosial (medsos), apalagi saling menjatuhkan dalam perbedaan pendapat tersebut. Sebab, perdebatan dan opininya dapat membingungkan, bahkan menyesatkan masyarakat yang juga sama-sama mengakses medsos.

“Medsos lahir dan hadir sebagai sarana untuk berinteraksi secara sosial. Posting-posting di medsos memang seperti pasar bebas. Sulit untuk dibatasi. Siapa saja bisa mengirim informasi, pendapat, dan berita. Namun, tidak semua postingan di medsos dapat kita percaya kebenarannya,” kata Ibnu.

Oleh sebab itu, perlu ada verifikator, yakni para pengguna medsos yang berupaya mengonfirmasi dan memverifikasi posting-posting yang diduga kabar bohong atau hoax. Para wartawan justru dapat membantu publik sebagai verifikator yang mencari bukti-bukti otentik apakah berita yang beredar di medsos itu benar atau hoax.

Menurut  Direktur Uji Kompetensi Wartawan PWI Pusat Dr. Usman Yatim, M.Pd, M.Sc. hoax tidak akan berhenti selama pengguna medsos masih ada. “Masyarakat boleh menolak berita bohong tersebut tetapi sulit untuk menghindarinya,” kata Usman. Hoax bertebaran di medsos karena kurangnya verifikasi dan konfirmasi. Padahal setiap hari, ada saja posting berita yang menyebar tanpa adanya verifikasi dan konfirmasi kebenarannya.

Wakil Pemimpin Redaksi Menara62.com Dr. Rulli Nasrullah, M.Si mengungkapkan, banyak pengguna medsos yang mulai sakit jiwa. “Debat kusir, berantem, menebar fitnah, menyebarluaskan kabar bohong adalah tanda-tanda sakit jiwa,” kata pakar medsos yang akrab disapa Kang Arul ini. Medsos yang sejatinya menjadi sarana interaksi sosial, silaturahim malah disalahgunakan untuk berbuat dosa dengan posting kabar bohong. Siapa saja, kata Kang Arul, bila tidak ingin disebut sakit jiwa, jangan menebar kabar bohong atau hoax.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!