JAKARTA, MENARA62.COM – Hanya beberapa hari hingga 11 September 2019 di Amerika Serikat (AS), enam orang dilaporkan meninggal dan ratusan lainnya menjalani perawatan medis akibat penyakit paru-paru. Penyakit yang menimbulkan kematian tersebut diduga akibat kecanduan rokok elektrik alias vape atau vapor.
Pejabat kesehatan Kansas, AS, menyebutkan, para korban vape tidak saja kalangan kawula muda. Seorang perempuan berusia sekitar 50 tahun bahkan ikut menjadi korban keenam akibat vape.
Pemerintah AS juga mengumumkan akan melarang penggunaan vape, namun terbatas pada yang berasa buah, mint, dan mentol. Hanya rasa tembakau yang diperbolehkan beredar.
Menanggapi kasus tersebut, Asosiasi Vaper Indonesia (AVI) – sebuah organisasi konsumen vape — menolak anggapan penyebab kematian tersebut. “Tidak ada hubungannya dengan vape,” ujar Ketua Penasihat AVI, Dimasz Jeremiah, seperti dikutip Antara, Sabtu (14/9/2019).
Menurut dia, persamaan terbesar antara korban yang sampai ratusan itu bukan di vapenya, melainkan pada ganja ilegal yang berminyak atau oil based. “Itu yang mereka hisap,” tegas Dimasz.
Ia menyebutkan, di AS ada sekitar 11 juta pengguna vape dan yang menjadi kasus hanya beberapa ratus. Mereka itulah yang dekat dan tersangkut benda ilegal ganja yang dicairkan dan sepertinya dijual dengan bentuk isi ulang vape siap pakai.
“Jadi bukan di vapenya. Ini kayak epidemi. Terjadi pada beberapa ratus orang di kelompok umur yang kira-kira sama, yakni anak muda dan mereka juga selain terbukti vaping juga terbukti menghisap ganja ilegal,” papar Dimasz.