31.9 C
Jakarta

Film ‘Orange Expedition’ Dapat Tingkatkan Wawasan Kebangsaan

Baca Juga:

YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Biro Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta dan Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Dikti Litbang) PP Muhammadiyah, Jumat (28/8/2020), meluncurkan film dokumenter ‘Orange Expedition.’ Film ini merupakan karya tiga mahasiswa UAD (Jaket Orange) yang melakukan expedisi ke Pulau Buru, Kepulauan Maluku.

“Malam ini kita lauching film dokumenter ‘Orange Expedition’ agar bisa menginsipirasi banyak pihak baik mahasiswa, maupun masyarakat umum. Sehingga kita melek bahwa Indonesia itu begitu luas, dan banyak anak masih kesulitan mendapatkan pendidikan,” kata Danang Sukantar MPd, Kepala Bidang Pengembangan Kemahasiswaan, Biro Kemahasiswaan dan Alumni (Bimawa) UAD di Yogyakarta.

Lebih lanjut Danang mengatakan peluncuran ini juga diisi dengan Diskusi Wawasan Kebangsaan yang menampilkan pembicara Muhammad Sayuti PhD (Sekretaris Majelis Dikti Litbang PP Muhammadiyah), Dr Rachmawan Budiarto (Dosen UGM), dan Prof Dr Ir Dwi Sulisworo MT (Dosen UAD). Muhammad Sayuti menyampaikan tentang Peran Muhammadiyah dalam Mengembangkan Pendidikan di Indonesia Timur. Rachmawan Budiarto menyampaikan makalah berjudul ‘Membumikan Nasionalisme, Meninggikan Merah Putih’. Sedang Dwi Sulisworo menyampaikan ‘Revitalisasi Wawasan Kebangsaan melalui Pendidikan.’

Dijelaskan Danang Sukantar, kegiatan expedisi di Pulau Buru ini atas inisiatif tiga mahasiswa. Mereka adalah Dodi Irawan, mahasiswa Ilmu Komunikasi yang aktif sebagai pengurus Madapala dan BEM Universitas; Azmiya Aisyah, mahasiswa PGSD yang aktif sebagai pengurus IMM Komfak PGSD, PG PAUD, dan BK; dan Mahmud Kaliky mahasiswa Akuntansi yang aktif di UKM Fotografi Lensa UAD.

Karena mereka akan ke Indonesia Timur, Danang menyarankan agar berkonsultasi dengan Prof Dwi Sulisworo. Sehingga expedisi ini bertujuan pengabdian masyarakat dan penelitian. “Saya sekaligus memberikan tantangan kepada mahasiswa. Selama ini hanya berupa laporan tertulis kegiatan dan penelitian. Pulau ini agak spesial, sebagai tahanan politik. Kita ingin mereka membuat film dokumenter,” kata Danang.

Sedang Prof Dwi Sulisworo mengatakan masih ada ketimpangan yang besar antara Pulau Jawa dan luar Jawa, Menurutnya, ketimpangan tersebut bukan menjadi beban pemerintah, tetapi juga menjadi beban kita bersama. “Kami berfikir bagaimana gap itu bisa dikurangi. Sehingga kami banyak melakukan riset di sana (Indonesia Timur),” kata Dwi Sulisworo.

Ketika menerima tiga mahasiswa yang akan ke Pulau Buru, Dwi Sulisworo berinisiatif agar kegiatan kemahasiswaan dapat menjadi inspirasi dan dampak luas bagi pertumbuhan bangsa Indonesia. Dalam survei sebelumnya, Pulau Buru memiliki image yang tidak baik, sebagai tempat pembuangan tahanan politik.

“Di sana, pendidikan masih kurang. Walaupun masyarakatnya juga sama dengan kita, memiliki semangat besar untuk tumbuh dan berkembang. Hanya fasilitas dan kebijakan di dalamnya belum mencukupi,” kata Sulisworo.

Menurut Dwi Sulisworo, ‘Orange Expedition’ ini sesuai dengan kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim yang mencanangkan Kampus Merdeka. “Kampus Merdeka tidak hanya menjadi menara gading, tetapi mahasiswa bisa mengimplementasikan pemahaman, pemikirannya secara riil di masyarakat dan memberikan kontribusi yang jelas bagi bangsa Indonesia. Saya kira dengan Kampus Merdeka ini menjadi bagian yang sangat penting sebagai inspirasi bersama,” katanya.

Sementara Muhammad Sayuti mengatakan kiprah Muhammadiyah dalam meningkatkan pendidikan di Indonesia Timur sudah banyak dengan berbagai program. Di antaranya, pendirian sekolah-sekolah Muhammadiyah di tempat-tempat terpencil dan Kapal Kemanusiaan Said Tuhuleley.

Pendidikan Muhammadiyah, kata Sayuti, hadir di lokasi-lokasi yang tidak sanggup pemerintah walaupun didukung APBD/APBN. Kemudian jumlah kapal kemanusiaan Muhammadiyah banyak di Sorong, Ternate, Ambon (Said Tuhuleley), Maumere. “Kapal Kemanusiaan ini menyediakan pendidikan, kesehatan, dakwah, pemberdayaan,” katanya.

Kepercayaan masyarakat terhadap Muhammadiyah sangat tinggi di sektor pendidikan, kesehatan dan pelayanan social. Di Ternate yang mayoritas muslim di terima, di Papua dan Papua Barat mayoritas non-muslim di terima. “Muhammadiyah, dalam level tertentu menjadi perekat bangsa karena persentuhannya dengan berbagai kebudayaan, etnis dan geografis di negara kepulauan ini.

Indonesia sangatluas. Masa depan generasi muda, masa depan mahasiswa UAD adalah di pulau-pulau, negeri-negeri yang jauh. Banyak yang sulit bekerja jadi guru di sini. Tapi kalau mau merantau ke timur, maka kebutuhan masih tinggi,” kata Muhammad Sayuti yang juga dosen UAD.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!