32.3 C
Jakarta

Tingkatkan Eksistensi Perikanan Indonesia di Pasar Global, HIPMI Ajak Pelaku Usaha untuk Sertifikasi Indo-GAP

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM — Pandemi Covid-19 yang terjadi pada global selama satu tahun lebih rupanya telah mempengaruhi nilai ekspor seluruh sektor perdagangan. khususnya di sektor perikanan. Akan tetapi, pada saat eksportir utama produk perikanan kebanyakan pada pasar global mendapatkan kerugian yang cukup besar, Indonesia justru menjadi salah satu dari sedikit negara yang mengalami kenaikan. Bahkan, di tahun 2020 Indonesia berada pada peringkat ke-8 sebagai eksportir utama sektor perikanan di dunia.

Kenaikan tersebut terus terjadi hingga di tahun selanjutnya. Pada caturwulan pertama 2021 saja, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) nilai ekspor produk perikanan meningkat hingga 4,15% dibandingkan periode sebelumnya.

Ketua Bidang Pertanian, Perikanan, Kehutanan, dan Lingkungan Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Robert Muda Hartawan mengatakan bahwa fakta positif yang telah dimiliki oleh sektor perikanan Indonesia di tengah kemerosotan ekonomi global akibat pandemi merupakan aset yang berharga bagi Indonesia untuk menjaga kesejahteraan ekonomi masyarakat, khususnya di lingkungan pesisir.

“Seperti pertanian, sektor perikanan setidaknya telah membantu kondisi perekonomian negara kita menjadi lebih survive terhadap dampak pandemi Covid-19 yang masif ini. Nilai ekspor tersebut dapat dibuat semakin meningkat apabila kualitas dari komoditi dari sektor perikanan tersebut dapat ditingkatkan dan terjamin secara hukum. Sehingga hal tersebut dapat menarik lebih perhatian masyarakat global dan permintaan pun semakin meningkat. Salah satu caranya yaitu melalui sertifikasi,” ujar Robert pada Rabu (13/9/2021).

Robert menyebutkan terdapat beberapa sertifikasi yang dapat diambil oleh para pelaku usaha sektor perikanan, salah satunya yang saat ini tengah digalakkan pemerintah melalui Kementerian Kelautan, Kelautan, dan Perikanan (KKP) sejak tahun 2017 yaitu Indonesian Good Aquacultures Practices (Indo-GAP).

“Dalam sertifikasi ini, suatu unit usaha dari sektor perikanan akan diberi penilaian dari hulu ke hilir atau bisa dikatakan dari tahap pra produksi, produksi, hingga pasca produksi. Di tengah kemajuan budaya dan perilaku konsumen akibat globalisasi, mutu dan jaminan menjadi sebuah keharusan. Sehingga besar harapannya semua pelaku usaha perikanan dapat berinisiatif untuk mengikuti sertifikasi Indo-GAP tersebut,” kata Robert.

Robert menekankan fungsi sertifikasi Indo-GAP ini dapat membuat semua produk dari komoditi perikanan menjadi mudah masuk ke suatu negara tanpa harus melalui tahap uji lab dari negara tujuan ekspor. Akan tetapi, terdapat beberapa hambatan yang membuat proses sertifikasi indo-GAP tersebut berjalan kurang maksimal

“Tidak sedikit dari mereka ingin untuk mengambil sertifikasi ini, namun karena terhalang masalah biaya sehingga mereka mengurungkan niatnya untuk sertifikasi. Saya berharap agar kedepannya pemerintah dapat membantu semua pelaku usaha perikanan dengan memudahkan prosedural dan mengurangi biaya yang ditetapkan dalam proses sertifikasi Indo-GAP ini,” ungkap Robert.

Robert menyayangkan karena biaya yang mahal masih sedikit dari pelaku usaha perikanan di Indonesia telah memiliki sertifikat Indo-GAP ini. Dari total kurang lebih lima juta pelaku usaha, hanya ribuan dari mereka yang dengan kesadaran tinggi terhadap mutu dan jaminan kualitas produk mengambil sertifikasi tersebut. Robert menyampaikan setidaknya terdapat beberapa solusi agar pelaksanaan sertifikasi indo-GAP tersebut dapat berjalan dengan efektif dan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat perikanan.

“Guna mengefisienkan dana agar program sertifikasi indo-GAP tersebut tidak mahal bagi pelaku usaha, diperlukan beberapa strategi. Pertama, pemerintah daerah setempat bersama dengan stakeholders terkait seperti komunitas, lembaga swadaya, dan tokoh masyarakat dapat berkolaborasi agar terciptanya proses sertifikasi yang satu pemikiran dan persetujuan sehingga informasi yang nantinya disampaikan masyarakat terkait indo-GAP tersebut tidaklah simpang siur. Kedua, pelaksanaan sertifikasi ini tentunya perlu dilakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala tiap daerah, maka diperlukan tim satgas yang dapat melakukan controlling dan membantu tim sertifikasi dalam merancang strategi,” kata Robert.

Selain itu, Robert juga menyarankan agar pelaksanaan sertifikasi indo-GAP tersebut harus didukung dengan tim asesor yang kompeten dan ahli dibidangnya agar hasil sertifikasi tersebut dapat menghasilkan pelaku usaha yang berkualitas dan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh negara tujuan ekspor.

Disisi lain, hambatan yang dialami oleh para pelaku usaha perikanan seperti apa yang disampaikan Robert tersebut juga didukung oleh salah satu pelaku tambak udang di Banyuwangi Jawa Timur, Yoseph.

“Sayangnya hingga saat ini, sertifikasi indo-GAP tersebut tidak dapat secara langsung digunakan oleh packer dari pelaku usaha tambak untuk export udang ke negara tujuan, melainkan hanya sebagai syarat awal untuk mengurus sertifikasi yg disyaratkan oleh buyer,” kata Yoseph.

Yoseph menyebutkan bahwa pengurusan sertifikasi Indo-GAP tersebut masih tergolong cukup lama secara waktu dan tidak bisa diprediksi secara pasti disebabkan oleh tiap daerah kecepatan dalam pengurusan perijinan berbeda-beda. Yoseph berharap agar kedepannya sertifikasi IndoGAP ini nantinya cukup sebagai syarat export ke negara tujuan dan tetap menjadi pemacu perbaikan internal di kegiatan budidaya dan syarat awal pengurusan sertifikasi yang lain. (*)

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!