MAGELANG, MENARA62.COM — Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah (UM) Magelang bekerjasama dengan Balai Bahasa Jawa Tengah menggelar Bengkel Sastra Indonesia. Kegiatan yang diikuti 40 mahasiswa dari FKIP, Fakultas Ekonomi, Fakultas Teknik,, Fakultas Agama Islam, Fakultas Hukum, dan Fakultas Ilmu Kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan budaya literasi di lingkungan mahasiswa.
Agrissto Bintang, MPd, ketua panitia dari FKIP UM Magelang mengatakan kemajuan teknologi memudahkan masyarakat memperoleh informasi dari berbagai belahan dunia dengan sangat cepat dan mudah. Tapi kemajuan teknologi informasi ini mengakibatkan menurunnya budaya literasi pada masyarakat.
“Saat ini, masyarakat lebih suka bermain gadget, menonton televisi, dan berselancar di dunia maya daripada membaca atau menulis buku,” kata Agrissto di Magelang, Kamis (30/3/2017).
Padahal, lanjut Agrissto, membaca dan menulis merupakan budaya di dunia pendidikan karena keduanya merupakan esensi ilmu pengetahuan. Namun banyak masyarakat termasuk para mahasiswa yang enggan untuk membaca apalagi menghasilkan karya tulis. Sebab mereka belum menjadikan membaca dan menulis sebagai budaya.
“Untuk menghadapi keadaan tersebut, Balai Bahasa Jawa Tengah bekerjasama dengan FKIP UM Magelang mengadakan Bengkel Sastra Indonesia bertema Penulisan Cerita Pendek bagi mahasiswa UM Magelang. Kegiatan ini diadakan selama tiga hari, Rabu-Jumat (29 – 31/3/2017) di ruang FKIP Kampus 1 UM Magelang,” katanya.
Sedang Poetri Mardiana Sasti SS, ketua panitia dari Balai Bahasa Jawa Tengah mengungkapkan, beberapa sastrawan handal dari Magelang dihadirkan menjadi nara sumber. Di antaranya, Triman Laksana dan Wicahyanti Rejeki, Dekan FKIP Drs Subiyanto, MPd dan Kustri Sumiyardhana, peneliti dari Balai Bahasa Jawa Tengah.
Selama tiga hari, kata Poetri, peserta diberi materi antara lain tentang Penumbuhan Budaya Literasi di Kalangan Pendidik dan Peserta Didik, Pemahaman Kreatif Penulisan Cerpen, serta Praktek Penulisan dan Penyuntingan Cerpen.
Di hari terakhir peserta diberi materi mengikuti praktek menulis cerpen. “Hasil karya mereka akan dibukukan oleh Balai Pustaka. Melalui kegiatan ini diharapkan para peserta dapat lebih apresiatif terhadap cerpen, serta dapat meningkatkan kompetensinya dalam menulis cerpen,” tandas Poetri.
Subiyanto mengemukakan makalah bertema Menumbuhkan Budaya Literasi di Kalangan Pendidik dan Peserta Didik. Menurut Subiyanti, salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi persoalan lemahnya budaya literasi adalah dengan menggalakan Gerakan Literasi bagi Kalangan Pendidik dan Peserta Didik (GLPPD). Hal ini dapat dijadikan pionir dalam meningkatkan budaya literasi baik di sekolah maupun di masyarakat.
Triman Laksana dalam makalahnya berjudul Mengelola Imajinasi Liar mengungkapkan tentang pengalamannya menulis cerpen dengan menggunakan teknik imajinasi. Selain itu juga dengan memakai strategi ATM yakni Amati, Tiru, dan Modifikasi. “Jangan lupa pula untuk berlatih menulis secara terbimbing sehingga akan menghasilkan cerpen yang berkualitas,” ujar Triman yang pernah menjadi chef di salah satu hotel berbintang empat di Yogyakarta sebelum terjun ke dunia sastra.
Wicahyanti Rejeki juga membagi pengalamannya sebgai penulis cerpen melalui makalahnya bertema Menulis Cerpen : Tangkap dan Jadikan. Di hadapan peserta Bengkel Satra, wanita yang telah banyak memenangkan perlombaan baca puisi itu berpesan agar cerita yang ditulis dibuka dengan paragraf yang menarik dan membuat pembaca penasaran.
Menurut Rejeki, menghadirkan konflik sebaiknya dilakukan saat menulis cerpen. Ia juga bertutur agar cerpen dibuat dengan tujuan untuk mengejutkan pembaca dengan cerita yang tidak terduga.