oleh : Ners. Taharudin, M.Kep.,CWCS
Tindakan kekerasan terhadap tenaga kesehatan kembali terjadi. Pelaku tindak kekerasan adalah seorang ayah dari pasien yang dirawat di rumah sakit. Kejadian yang viral dibeberapa media online tersebut terjadi pada hari kamis tanggal 15 April 2021 di Rumah Sakit Siloam Sriwijaya sekitar pukul 13.30 WIB.
Kejadian tersebut diawali saat salah satu perawat Rs. Siloam melakukan tindakan melepas infus karena pasien anak dari pelaku tindakan kekerasan tersebut akan pulang. Proses pelepasan infus sudah melalui proses sesuai SPO (Standar Prosedur Operasional) pelepasan infus yang dimiliki oleh Rs. Siloam Sriwijaya.
Dalam SOP pelepasan infus disebutkan untuk melepas infus menggunakan kapas alkohol terlebih dahulu untuk membasahi plester infus (agar lebih mudah dilepas), melepas plester, mencabut konektor infus (terpasang masuk kedalam pembuluh darah vena), kemudian diplester pada daerah bekas penusukan.
Masalahnya muncul ketika darah keluar dari bekas penusukan yang diplester. Darah tersebut keluar karena memang pada saat infus terpasang lubang terhubung langsung dengan pembuluh darah, begitupun ketika infus baru saja dilepas maka luka bekas tusukan infus tersebut masih terhubung langsung dengan pembuluh darah sehingga resiko mengalami pendarahan itu besar.
Pada kasus tersebut tindakan dilakukan pada anak berusia 2 tahun dan kita ketahui bersama bahwa anak diusia tersebut sedang aktif aktifnya dan saat itu anak langsung digendong oleh ibunya sehingga darah pun keluar dan plester terbuka. Normalnya setelah dilakukan pelepasan infus maka tangan/ kaki bekas infus diistirahatkan sejenak untuk memastikan bahwa luka bekas tusukan benar-benar tertutup dan pembuluh darah sudah mengalami proses vasokontriksi (pengecilan lumen pembuluh darah).
Jadi perlu dipahami bahwa pada kasus ini keluarnya darah bukan pada saat pelepasan infus tapi pasca pelepasan infus. Kasus keluarnya darah saat pelepasan infus memang memungkinkan terjadi dan sebenarnya ini hal yang tidak harus di besar-besarkan. Hal yang harus dilakukan saat itu terjadi adalah melapor kepada perawat dan penangananya juga sangat mudah.
Peristiwa keluarnya darah tersebut membuat ibu panik dan berteriak, komplain ke rumah sakit, hal tersebut masih dianggap wajar dan pihak rumah sakitpun langsung melakukan penanganan dan tidak ada masalah selanjutnya. Tetapi Ibu pasien masih juga tidak terima dan melaporkan kejadian tersebut ke suaminya (pelaku tindakan kekerasan) yang saat itu tidak berada dilokasi kejadian.
Sekitar pukul 14.00 pelaku kekerasan, bertanya mana perawat yang melakukan tindakan, perawat tersebut pun datang didampingi oleh Duty manager dan Kepala Ruangan untuk menjelaskan kronologisnya. Belum sempat memberikan penjelasan, pelaku langsung menampar korban dengan kepalan tangan, saat korban mau dibawa keluar rambut korban dijambak dan korban pun sempat ditendang perutnya. Begitu kronologis yang disampaikan oleh pihak RS. Siloam Sriwijaya pada hari jumat, 16 April 2021.
Saya pribadi dan selaku Ketua Umum PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur serta seluruh Perawat Indonesia menyayangkan dan mengutuk keras kejadian tindakan kekerasan terhadap tenaga kesehatan khususnya perawat yang sedang menjalankan profesi seperti ini.
Kami berpendapat bahwa ”Tidak pernah ada kata benar dalam tindakan kekerasan kepada siapapun termasuk kepada sejawat kami sesama perawat”. Akhirnya setelah melakukan pertemuan PPNI dan Pihak Rs. Siloam bersepakat bahwa kasus ini akan diteruskan sampai pelaku menerima sanksi hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Kami mendukung langkah yang diambil Ners Tina (korban) akan didampingi oleh Lawyer dari Rs. Siloam dan Lawyer dari BBH (Badan Bantuan Hukum) PPNI untuk menindaklanjuti kasus ini. Harapan besar setelah melakukan pertemuan dengan pihak kepolisian dimana pihak Polrestabes Palembang menyatakan berkomitmen akan mengusut tuntas kasus ini. Kejelasan hukum pelaku harus terus kita kawal.
Permohonan maaf bisa saja kami terima tapi proses hukum harus tetap berlanjut. Kami sangat berharap kepada penegak hukum untuk memberikan keadilan dan tindakan kekerasan pada tenaga medis tidak lagi terulang.